tirto.id - Dewan militer Sudan untuk pertama kalinya mengakui pihaknya memerintahkan pembubaran demonstran di Khartum, yang menyebabkan kericuhan hingga korban jiwa.
Dewan Militer Transisi (TMC), sebagaimana dilansir Aljazeera, memutuskan untuk membubarkan aksi pendudukan, kata Shams al-Din, salah satu juru bicara pada Kamis (13/6/2019).
Para pengunjuk rasa telah lama berdemonstrasi di luar markas militer Khartum. Demonstran yang pro demokrasi mengecam TMC, yang mengambil alih kekuasaan usai lengsernya Omar al-Bashir pada April lalu.
Para demonstran meminta akan TMC menyerahkan kekuasaan ke badan yang dipimpin oleh rakyat.
Pada 3 Juni, beberapa hari setelah perbincangan antara rakyat dan militer gagal, pasukan bersenjata memulai membubarkan demonstran di Khartum hingga menewaskan banyak orang. Dokter mengatakan ada 120 orang tewas dan petugas menemukan 40 mayat ditemukan di Sungai Nil.
Menteri Kesehatan menyebut kematian orang pada hari itu mencapai 61 korban jiwa.
“Kami memerintahkan para komandan untuk membubarkan demonstran ini, mereka menerima perintah dan mengimplementasikannya, tapi kami menyesal karena terjadi beberapa kesalahan," kata Kabbashi, juru bicara TMC pada Kamis (12/6/2019).
Demonstran menginginkan pemerintahan yang berpihak pada rakyat usai lengsernya Omar al-Bashir. Namun pemerintahan langsung diambil alih oleh dewan militer dan pertikaian antar dua kubu pun dimulai.
Kabbashi menambahkan, para demonstran pada Selasa (12/6/2019) telah setuju untuk mengehentikan protes dan berdiskusi dengan para jenderal dari militer.
Usai aksi demonstrasi, berdasarkan laporan Gulf News, jalur lalu lintas sudah mulai beroperasi, toko dan pasar sudah mulia beroperasi meskipun beberapa kantor dan rumah penduduk masih ditutup untuk alasan keamanan.
“Hari ini adalah hari pertama kerja tapi saya merasa tidak mood untuk bekerja,” kata Suheir Hassan, seorang pegawai di kantor pemerintahan. “Di jalan saya melewati tempat para demonstran sebelumnya singgah dan ingat suara-suara mereka menyerukan revolusi. Tapi sekarang sudah tidak ada,” imbuhnya.
Konflik Sudan menarik perhatian negara-negara di Dunia, seperti Kanada, AS, dan negara-negara Afrika. Ethiopia telah menyatakan diri bersedia menjadi mediator bagi dewan militer dan pihak oposisi untuk pemerintahan Sudan.
Perdana Menteri Etiopia, Abiy Ahmed menemui jenderal dan pihak oposisi di Sudan.
Abiy Ahmed, seperti dikutip Voa News mengimbau agar Sudan bersama-sama segera mengambil langkah untuk membawa iklim politik yang demokratis dan inklusif.
Penulis: Anggit Setiani Dayana
Editor: Yantina Debora