Menuju konten utama

Mewaspadai Rekor-rekor Baru IHSG

IHSG terus mencetak rekor tertingginya. Investor harus mulai mewaspadai terjadinya pembalikan IHSG.

Mewaspadai Rekor-rekor Baru IHSG
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution (kiri) didampingi Direktur Utama BEI Tito Sulistio (kanan), Ketua Dewan Komisaris Otoritas Jasa Keuangan Muliaman D Hadad (kedua kiri), Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo (tengah) dan Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida (kedua kanan) menutup perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (30/12). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/pd/16

tirto.id - Morgan Stanley memperingkatkan tentang kenaikan di pasar saham Indonesia. Para investor asing masih terus memburu saham-saham di Bursa Efek Indonesia sehingga beberapa hari berturut-turut Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus memecahkan rekornya.

Pada penutupan perdagangan Kamis (6/4) kemarin, indeks kembali menguat walaupun tipis. Indeks masih sanggup menguat tipis 3,250 poin atau 0,06% menjadi 5.680. Padahal, hampir sepanjang perdagangan indeks berada dalam zona merah.

Kenaikan indeks, berarti juga kenaikan sebagian besar harga saham. Para investor tentu ikut kegirangan. Akan tetapi, para strategis ekuitas dari Morgan Stanley Aarti Shah dan Sean Gardiner mengatakan valuasi yang terlalu tinggi justru mengkhawatirkan, demikian antara lain hasil riset mereka yang dipublikasikan pada 4 April lalu dan dikutip oleh Bloomberg.

Mereka memproyeksikan pertumbuhan laba pada tahun 2017 ini sekitar 7% di bawah konsensus. BEI sedang kebanjiran dana, terutama dari investor asing. Menurut data BEI hingga akhir Jumat 31 Maret pekan lalu dari awal tahun, para investor asing masih membukukan posisi beli bersih, artinya lebih banyak membeli daripada menjual, sebesar Rp 8,34 triliun. Dana asing masih terus bertambah sepanjang pekan ini, hingga kemarin total sejak awal tahun mencapai Rp 9,9 triliun. Sepanjang tahun 2016 lalu, dana asing yang masuk sekitar Rp 16,7 triliun.

Tidak hanya hanya dana asing yang masuk. Terhitung sejak awal tahun, indeks telah naik 7,24%. Dilihat secara tahunan, indeks menanjak 19,03%. Dalam 52 pekan terakhir, indeks bergerak antara 4.690 – 5.680. Sejalan dengan penguatan IHSG, kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia (BEI) juga meningkat 5,24% menjadi Rp 6.055,23 triliun dari Rp 5.753,61 triliun di akhir tahun lalu.

Morgan Stanley mencermati, sekitar separuh dari dana asing yang masuk itu, membanjiri bursa pada 16 dan 17 Maret. Pada 16 Maret, dana asing yang masuk sebanyak Rp 1,8 triliun di seluruh pasar. Hari berikutnya, masuk lagi dana sebesar Rp 2,9 triliun. Dana itu masuk setelah rapat Federal Reserve terlihat dovish, masih mempertahankan suku bunga rendah. Fed dilihat tidak akan terlalu agresif menaikkan suku bunga, walaupun pemerintahan di AS sudah berganti.

Shah dan Gardiner mengatakan, arus dana masuk itu juga disebabkan oleh meredanya kekhawatiran soal pilkada di Jakarta. Selain itu, harga saham di pasar Indonesia juga masih tertinggal dibandingkan dengan pasar lain.

Morgan Stanley melihat, kepemilikan saham oleh investor asing naik 15% pada kuartal pertama. Investor yang masuk pun mengubah portofolio mereka dari saham-saham divensif ke saham yang bergerak karena siklus. “Rotasi saham tampaknya didorong oleh arus dana asing yang cukup besar pada Maret lalu,” demikian riset tersebut.

Investor asing terlihat banyak membeli saham perbankan dalam lima tahun terakhir. Ketika masuk belakangan ini, terlihat mereka juga mulai membeli saham di sektor sumber daya. Posisi saham-saham telekomunikasi juga semakin sedikit, merupakan terendah dalam lima tahun terakhir, menurut pengamatan Morgan Stanley. Investor asing juga mengurangi posisi pada saham utilitas dan konsumsi.

Peralihan ini terlihat dari pemilihan saham. Beberapa saham yang pergerakannya mengikuti siklus menjadi pilihan para investor asing. Di antaranya, muncul nama Astra International Tbk, United Tractors Tbk, Bank Central Asia Tbk, Telekomunikasi Indonesia Tbk, dan Link Net. Sementara itu, saham yang dijauhi antara lain adalah Bank Mandiri Tbk, Bank Rakyat Indonesia Tbk, Semen Indonesia Tbk dan Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk.

Pembalikan

Masuknya arus dana ini bukannya tidak mengandung risiko. Biasanya, setelah harga saham membubung tinggi, para investor mengamankan cuan mereka.

Dalam risetnya, DBS Indonesia menyebutkan ada beberapa faktor yang menopang kenaikan IHSG tersebut. Pertama meredanya ketegangan politik pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) putaran kedua. Kedua, fundamental Indonesi yang cukup baik. Ketiga, keberhasilan program pengampunan pajak lalu euforia refleksi kebangkitan ekonomi global.

Berdasarkan optimisme tersebut, perusahaan sekuritas atau manajer investasi pun mematok target capaian tinggi untuk IHSG tahun ini. Analis Mandiri Sekuritas Adrian Joezer dalam risetnya menaikkan target indeks dari 5.800 menjadi 5.950 pada akhir tahun ini. Bahkan, untuk skenario optimistis, dia menagetkan indeks dapat mencapai 6.100. Sebaliknya, dengan skenario pesimistis, indeks dapat berbalik menjadi 4.925 jika belanja fiskal mengecewakan dan imbal hasil obligasi AS lebih tinggi ketimbang inflasinya.

Aliyahdin Saugi, Direktur dan Head of Equity manajer investasi BNP Paribas Investment Partner memprediksi, pendapatan emiten tahun ini akan naik sekitar 13-14% dan indeks akan mencapai 5.000-6.000 hingga akhir tahun 2017.

INFOGRAFIK HL Prediksi Pasar Modal 2017

Selain faktor dalam negeri yang menunjang, seperti inflasi terkendali, reformasi birokrasi, kinerja emiten yang baik, pembagian dividen dan spekulasi Standard and Poor’s akan menaikkan peringkat menjadi layak investasi, para investor harus juga mewaspadai risikonya.

Salah satunya adalah risalah pertemuan bank sentral AS yang menyatakan akan memangkas neraca Fed sebesar 4,5 triliun dolar AS tahun ini. Rencana tersebut diambil setelah Fed mencermati banyak data positif dari perekonomian AS. Pertumbuhan tenaga kerja misalnya, sebesar 263.000 yang merupakan tertinggi sejak Desember 2014. Angka ini menandakan AS sudah mengalami full employment. Di sisi lain, para pelaku pasar juga semakin meragukan Presiden Trump akan benar-benar memangkas pajak seperti janjinya.

“Rencana Fed memotong dana sebesar 4,5 triliun dolar AS dari neracanya, mahalnya price to earning ratio bursa Indonesia, saya mengingatkan, agar para investor berhati-hati jika indeks mengalami pembalikan arah tiba-tiba,” kata analis dari MNC Securities Edwin Sebayang dalam riset hariannya.

Price earning ratio atau perbandingan harga saham dengan laba bersih yang dihasilkan perusahaan sekitar 15,6 kali. Artinya, saham di BEI rata-rata 15,6 kali lipat terhadap earning per share-nya. Dibandingkan dengan bursa lain di kawasan Asia, PER BEI termasuk tinggi. Hal ini dapat diartikan harga saham-saham di BEI dapat dikatakan mahal. Namun demikian, para analis mengatakan, walaupun PER sudah tinggi, masih tetap ada potensi kenaikan, karena fundamental Indonesia yang baik juga.

Di tengah banyaknya kenaikan harga saham, pundi-pundi para investor pun menggemuk. Tetap saja, para analis mengatakan, jika ada faktor negatif yang menimbulkan ketidakpastian dan ketakutan, atau ketika para investor sudah merasa siap merealisasikan keuntungannya, terbuka peluang penarikan dana. Bisa jadi indeks akan rehat sejenak, memperkuat level resistennya sebelum akan melaju lagi. Bisa jadi juga, jika banyak sentimen negatif, indeks akan berbalik arah dan merealisasikan skenario terburuknya.

Maklumlah, memindahkan dana dari pasar modal hanya semudah beberapa kali klik saja. Jadi, walaupun sudah cuan banyak, tetaplah waspadai pembalikan arah.

Baca juga artikel terkait PASAR SAHAM atau tulisan lainnya dari Yan Chandra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Yan Chandra
Penulis: Yan Chandra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti