Menuju konten utama

Messi & Argentina: Hubungan Rumit yang Menyakitkan

Seperti umumnya manusia, Messi berkali-kali diperlakukan bagai pecundang. Dan seperti manusia pula, dia tak pernah benar-benar bisa meninggalkan sesuatu yang dicintainya.

Messi & Argentina: Hubungan Rumit yang Menyakitkan
Lionel Messi, dari tim nasional Argentina, ikut memimpin setelah Gabriel Jesús mencetak gol untuk Brasil selama semifinal Copa América pada Selasa, 2 Juli 2019 di stadion Mineirao di Belo Horizonte Vektor R. Caivano/AP

tirto.id - Lionel Messi tertunduk lesu usai wasit Roddy Zambrano meniup peluit tanda berakhir semifinal Copa America antara Brasil vs Argentina di Estádio Governador Magalhães Pinto, Rabu (3/7/2019) pagi waktu Indonesia. Argentina kalah dua gol tanpa balas dari tuan rumah.

Tak seperti kegagalan-kegagalan bersama Albiceleste sebelumnya, kali ini Messi tidak menangis. Air matanya barangkali sudah habis. Kegagalannya kemarin adalah yang kesembilan bersama Argentina dalam sebuah turnamen besar: Empat di Piala Dunia, lima pada Copa America. Dan barangkali, untuk kesembilan kalinya pula--atau mungkin lebih--Messi dicap sebagai pecundang.

Tentu tidak semua orang membencinya. Namun, bukan berarti pula 'pembenci' Messi berjumlah sedikit, khususnya di negaranya sendiri. Mantan rekan Messi di Timnas Argentina, Pablo Zabaleta, adalah salah satu orang yang tahu betul mengenai hal itu. Menurut Zabaleta, Messi lebih banyak diperlakukan bak 'kutukan' di tanah kelahirannya.

"Sangat menyakitkan ketika orang-orang di negara Anda sendiri justru memperlakukan Anda seperti seorang pecundang. Mereka [sebagian orang di Argentina] melihatnya menjuarai trofi bersama Barcelona setiap musim, dan mereka berharap Messi melakukan hal yang sama di Argentina," tuturnya.

Kebencian itu terpelihara dan diperparah dengan kebiasaan media lokal yang acap mengkambinghitamkan Messi ketika negara mereka gagal bersinar di sebuah kompetisi. Seolah-olah, setiap kegagalan Argentina adalah dosa si pemakai kostum nomor 10 itu. Misalnya, saat Argentina kalah dari Kroasia pada Piala Dunia 2018. The Independent menerbitkan laporan yang merekapitulasi beragam laporan media Argentina yang mencaci dan menyerang pribadi Messi.

"Kekalahan dari Kroasia meninggalkan dua kepastian dan satu ketidakpastian. Kepastian: tim ini bukan tim, dan tidak tahu bagaimana cara memaksimalkan potensi pemain. Ketidakpastian: apa yang ada dalam isi kepala Messi sehingga dia berubah menjadi manusia aneh yang bernasib tragis seperti hari ini?," tulis Sebastian Fest, seorang wartawan di surat kabar lokal Argentina, La Nacion.

Kalimat lebih kasar ditulis jurnalis La Nacion lain, Cristian Grosso: "Messi tidak datang sebagai penyelamat. Kepala kacanya sudah pecah menjadi ribuan keping."

Sementara Diego Macias, wartawan media Argentina Ole, pada September 2017 dengan tidak kalah berlebihan menulis "malam ini orang-orang akan berhenti mengidolakan Messi," usai hasil imbang 0-0 Argentina melawan Venezuela di kualifikasi Piala Dunia.

Headline-headline bombastis tersebut sempat bikin Messi mengalami masa-masa sulit.

"Anak saya Thiago yang berumur enam tahun bahkan sampai menanyai saya: mengapa orang-orang di Argentina ingin membunuhmu?," aku Messi seperti dilansir Goal.

Ikatan dengan Argentina

Messi akhirnya tak bisa lagi membendung emosinya atas serangan media lokal Argentina, terutama yang berbau hoaks. Maret lalu, saat muncul tudingan kalau ayah Messi punya posisi penting di federasi sepakbola Argentina (AFA), pemain kelahiran 24 Juni 1987 itu menyebut berita itu bohong karena tidak bisa dibuktikan dan hanya bersumber dari kebencian.

"Saya punya teman dan keluarga yang menderita karena kebohongan itu. Tampaknya sekarang siapapun bebas menyebarkan berita apapun, supaya orang membeli [koran/majalah] dan jadilah saya orang jahat," ujarnya dalam sebuah siaran di radio Argentina, Octubre 94,7 FM.

Betapa pun benci dengan tingkah sebagian orang-orang dan media Argentina, Messi tetap merasa punya ikatan emosional luar biasa kuat dengan negaranya itu. Ikatan tersebut telah terpupuk dari jauh-jauh hari.

Sebelum melakoni debut bersama Argentina pada 2004, tepatnya ketika berusia 17 tahun, Messi sebenarnya mendapat tawaran menjadi warga Spanyol dan memperkuat Timnas Spanyol. Tawaran ini jelas menggiurkan karena prospek masa depan Timnas Spanyol jauh lebih menjanjikan ketimbang Argentina--beberapa tahun kemudian Spanyol sukses menjuarai dua edisi Piala Eropa dan satu Piala Dunia--.

Vicente Del Bosque, orang yang berada di staf kepelatihan Spanyol saat itu, yang pertama membeberkannya. Dia bilang negaranya telah berjuang mati-matian untuk membujuk Messi, namun proposal La Furia Roja selalu berujung penolakan.

"RFEF telah mencoba segalanya agar Messi tampil untuk Spanyol, tapi dia menolak karena mencintai negaranya. Jika saja terwujud, pasti akan luar biasa. Messi adalah Messi, dia satu-satunya, akan jadi sebuah hal menakjubkan untuk melatihnya," sesal Del Bosque, seperti dikutip The Independent.

Messi mengakui ucapan Del Bosque. Dan Menariknya, hingga detik ini La Pulga selalu menegaskan dirinya tidak menyesal memilih Argentina, bahkan setelah kegagalan demi kegagalan menyakitkan yang dilaluinya.

"Saya pernah dipanggil federasi Argentina untuk ditanyai apakah akan memilih Spanyol. Tapi sejak awal saya selalu mengatakan cuma ingin bermain untuk negara kami, karena hanya inilah warna kostum yang saya bangga ketika memakainya," imbuhnya.

Pernyataan 'tidak menyesal' itu sebenarnya dilontarkan Messi sebagai pembalasan karena beberapa bulan sebelumnya, dia sempat dicap tidak nasionalis oleh media-media Argentina. Penyebabnya, Messi tampak tak terlihat antusias menyanyikan lagu kebangsaan Argentina ketika sorot kamera mengarah kepadanya dalam sebuah laga uji coba kontra Venezuela.

"Tentu saja saya selalu mendengar komentar seperti itu. Bahwa saya tak antusias bermain untuk Argentina, tidak lantang menyanyikan lagu, tidak punya komitmen untuk timnas. Begitu menyakitkan ketika pulang ke negara sendiri dan orang-orang menyerang saya," katanya lagi.

Perihal Messi jarang terlihat menyanyikan lagu kebangsaan, Tomas Chavez, seorang maskot pendamping pemain yang pernah beberapa kali berjalan ke dalam lapangan bersama Messi sempat angkat bicara. Chavez mengakui Messi jarang menyanyikan lagu kebangsaan, namun itu lebih dikarenakan La Pulga selalu berupaya menahan agar tidak menangis di tengah lagu.

"Dia selalu berusaha bersenandung kecil. Ketika saya diam-diam memerhatikannya, Messi biasanya akan memeluk kepala saya dari belakang dan pura-pura tertawa, tapi saya tahu perasaan itu. Saya selalu memeluknya kembali untuk meyakinkan kalau dia tidak sendirian: bahwa saya mengaguminya, bahwa dia adalah idola saya," ujarnya.

Tak Pernah Bisa Benar-Benar Meninggalkan

Messi beberapa kali pernah menyatakan pensiun dari Argentina. Misalnya usai kalah adu penalti dari Chile di final Copa America 2016. Dia berkata tidak bisa lagi memperkuat negaranya.

"Saya rasa, itu keputusan terbaik bagi semuanya, untuk saya dan orang yang mengharapkannya. Karier saya di Timnas Argentina sudah selesai, itu adalah keputusan yang bulat," tutur Messi kepada media Argentina, TyC.

Namun keputusan itu tidak pernah benar-benar dia jalani sungguh-sungguh. Kendati sempat hiatus membela Argentina, pada akhirnya Messi kembali sebelum Piala Dunia 2018 dimulai, tepatnya bulan Oktober 2017. Dan pada fase kualifikasi, Messi pula yang menyelamatkan Argentina dari kegagalan tampil di ajang empat tahunan itu. Aksi heroiknya yang paling monumental adalah saat mencetak hattrick ke gawang Ekuador pada laga terakhir kualifikasi.

Di Piala Dunia 2018, Argentina akhirnya gagal berjaya lagi lantaran takluk dari Perancis pada 16 besar. Setelah kemurungan itu, untuk kali kedua Messi mengutarakan niatnya untuk pensiun.

Tapi lagi-lagi niatan itu tak bisa dia jalankan sampai tuntas. Tahun ini Messi kembali dan memimpin skuat Argentina dalam gelaran Copa America 2019, walaupun pada akhirnya harus menelan pil pahit kalah di semifinal.

Niatan Messi pensiun dari timnas ini lagi-lagi menjadi bahan media Argentina untuk menyerangnya secara pribadi. Messi dinilai tak punya konsistensi dalam memutuskan sesuatu.

Legenda hidup Argentina, Diego Maradona pun membelanya. Maradona menyerang balik klaim-klaim tersebut, dengan menyebut Messi terlalu ‘berhati malaikat’, karena berkali-kali mengurungkan niatannya gantung sepatu demi membantu negaranya yang kesulitan.

Selama ini, banyak anggapan kalau Messi pantas menanggung beban lebih berat karena dia pemain paling berbakat Argentina. Namun menurut Maradona, pemikiran tersebut cuma omong kosong. Menurut Maradona: siapa pun, termasuk Messi, tidak seharusnya menanggung beban yang sedemikian besar.

"Saya ingin mendengar Messi mengatai balik orang-orang yang menyerangnya. Karena dia tidak pantas disalahkan untuk setiap kegagalan Argentina. Benar, kita semua menaruh harapan padanya, tapi dia tidak pantas diperlakukan seperti itu," tutur Maradona, seperti dikutip Bleacher Report.

Saking geramnya dengan tingkah orang dan media Argentina, Maradona menyarankan Messi benar-benar pensiun saja. Sesekali, Messi harus tega melakukannya agar orang-orang tahu betapa buruknya kualitas Argentina tanpa La Pulga.

"Saya telah berbicara padanya [Messi] berkali-kali, ‘jangan kembali lagi, kawan’. Mari kita lihat apakah mereka [Argentina] bisa mengatasi masalah mereka tanpa bantuanmu. Mari kita lihat apakah mereka bisa membuktikan mulut besarnya," imbuh Maradona.

Namun, atas saran mantan pelatihnya tersebut, jawaban Messi selalu sama. "Banyak orang meminta saya benar-benar berhenti--keluarga, teman, anak-anak saya. Tapi saya tidak sanggup," ujar Messi bulan Maret lalu.

Tak perlu ditanya lagi alasan mengapa Messi tak sanggup. Karena pada akhirnya sama seperti manusia lain, dia tak pernah bisa meninggalkan sesuatu yang dicintainya meski berkali-kali dikecewakan.

Baca juga artikel terkait COPA AMERICA 2019 atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Mufti Sholih