Menuju konten utama

Meski Ajukan Praperadilan, Miryam Tetap Diperiksa KPK

Meski ajukan praperadilan, KPK tetap memeriksa mantan anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani dalam penyidikan tindak pidana memberikan keterangan tidak benar pada sidang korupsi proyek e-KTP.

Meski Ajukan Praperadilan, Miryam Tetap Diperiksa KPK
Tersangka kasus dugaan memberi keterangan palsu dalam persidangan KTP-Elektronik Miryam S Haryani menggunakan rompi tahanan KPK dikawal petugas ketika keluar dari Gedung Merah Putih, KPK, Jakarta, Senin (1/5) malam. ANTARA FOTO/Reno Esnir.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani dalam penyidikan tindak pidana memberikan keterangan tidak benar pada persidangan perkara korupsi proyek e-KTP.

"Yang bersangkutan diperiksa sebagai tersangka memberikan keterangan tidak benar pada persidangan atas nama terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat (19/5/2017).

Miryam sudah mendatangi gedung KPK pukul 10.50 WIB untuk menjalani pemeriksaan. Dia juga sedang mengajukan permohonan praperadilan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Aga Khan, anggota tim kuasa hukum Miryam, menyebut penetapan tersangka terhadap kliennya itu tidak sesuai prosedur sehingga menyebut Surat Perintah Penyidikan Nomor SprinDik28/01/04/2017 tanggal 5 April 2017 yang diterbitkan KPK tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, seperti diberitakan Antara.

Febri Diansyah menyatakan jika alasan yang digunakan adalah KPK tidak berwenang menggunakan Pasal 22 jo Pasal 35 UU Tindak Pidana Korupsi dan dikatakan KPK tidak pernah menggunakan pasal itu, maka alasan pengacara Miryam itu keliru.

Febri menyatakan KPK pernah menerapkan pasal itu kepada Muhtar Ependi, orang dekat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar sampai Mahkamah Agung menjatuhi vonis bersalah terhadap Muhtar sekitar akhir 2015.

Dalam dakwaan Miryam disebut menerima uang 23 ribu dolar AS terkait proyek e-KTP yang bernilai total Rp5,95 triliun tersebut.

Sebelumnya, pada sidang kedua Gugatan Praperadilan Miryam, Kepala Biro Hukum KPK Setiadi menegaskan argumentasi gugatan Miryam, yang menganggap KPK tidak berhak menangani kasus keterangan palsu, lemah dan salah.

Selanjutnya, Setiadi juga menegaskan, dalam penanganan perkara Miryam, Komisi tidak menggunakan KUHAP, tapi UU Tipikor.

KPK menetapkan Miryam sebagai tersangka memberikan keterangan tidak benar pada persidangan perkara tindak pidana korupsi proyek e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat.

Di persidangan, Miryam yang terancam pidana paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta, mengaku diancam penyidik saat diperiksa dalam kaitannya dengan kasus e-KTP.

Dia menjelaskan Pasal 22 UU Tipikor memiliki cakupan lebih luas dan ancaman hukumnya lebih berat daripada Pasal 242 KUHP. Penetapan Miryam sebagai tersangka di kasus ini juga sudah disertai bukti kuat, termasuk sikap Miryam yang tak kooperatif dan memberikan keterangan berbelit di persidangan.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Hukum
Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri