tirto.id - Penggunaan krim yang mengandung merkuri untuk perawatan kulit dan wajah memang tidak direkomendasikan. Efek samping dari penggunaan krim yang mengandung merkuri memang tidak langsung dan baru akan terlihat dalam waktu dua hingga sepuluh tahun kemudian.
Merkuri adalah salah satu jenis logam yang memang banyak kita temukan di alam dan di sekitar kita, seperti pada bebatuan, tanah, biji tambang, air dan udara sebagai senyawa anorganik dan organik.
Namun, penggunaan merkuri dalam krim maupun kosmetik memang tidak direkomendasikan bahkan di beberapa negara termasuk Indonesia hal tersebut sudah dilarang lantaran bahan kimia tersebut mudah diserap oleh kulit dan bisa masuk ke dalam aliran darah.
Selain itu, merkuri juga mengandung senyawa klorida yang bisa melepaskan asam klorida. Efeknya tentu bisa menyebabkan pengelupasan pada lapisan epidermis kulit. Merkuri juga bersifat korosif, sehingga penggunaannya bisa membuat lapisan kulit menipis.
Tanda kulit rusak karena penggunaan kosmetik atau krim mengandung merkuri
Dokter spesialis kulit dan kelamin dr. Listya Paramita, Sp. KK menjelaskan sejumlah tanda-tanda kerusakan kulit yang bisa terjadi akibat penggunaan krim dengan kandungan merkuri.
"Tanda-tanda yang muncul tidaklah spesifik namun terkadang tanda-tanda kerusakan itu kerap diabaikan dan dianggap sebagai “proses wajar” atau proses yang perlu dilalui konsumen menuju perubahan ke kulit putih," ujar dokter lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) itu seperti dilansir dari Antara.
Menurutnya, adapun reaksi yang mungkin muncul akibat penggunaan krim maupun kosmetik yang mengandung merkuri antara lain kulit kering, kasar, kelupas, kemerahan, rasa terbakar, kadang gatal, kadang panas, serta jauh lebih sensitif terhadap paparan sinar matahari.
“Mereka (konsumen) mengerti ada tanda-tanda yang tidak beres. Tapi ketika ditanyakan ke penjualnya, dijawab dengan, ‘Tidak apa-apa, proses untuk jadi putih harus melalui seperti itu dulu’,” kata Listya.
Listya menegaskan bahwa kandungan bahan merkuri pada kosmetik sudah dilarang keras oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Namun, ia mencatat bahwa produk-produk kosmetik ilegal masih beredar di pasaran, seperti melalui marketplace.
“Ketika seseorang menggunakan produk-produk ilegal dan tidak ada izin edar BPOM-nya, risikonya besar, terutama adalah kerusakan kulit di kemudian hari. Jadi memang efeknya jangka panjang,” ujarnya.
Dampak penggunaan kosmetik atau krim mengandung merkuri
Listya menjelaskan bahwa merkuri memang dapat memberikan efek putih instan, tetapi perlu dicatat bahan tersebut menimbulkan kerusakan jangka panjang.
Efek putih instan itu terjadi karena adanya pengelupasan pada lapisan epidermis kulit yang disebabkan oleh senyawa merkuri klorida. Kemudian senyawa merkuri amino klorida juga akan inaktivasi enzim sulfhidril mercatan di dalam kulit yang ikut menghambat enzim tyrosinase dan berujung pada penghambatan pembentukan melanin.
Menurutnya, apabila penggunaan kosmetik bermerkuri tetap dilanjutkan, maka lama-kelamaan akan timbul kerusakan kulit seperti dermatitis, hipo/hiperpigmentasi, baboon syndrome, erythema persisten, hingga gangguan sistemik.
“Ketika digunakan jangka panjang, maka kerusakan atau gangguan itu tidak hanya (terjadi secara) lokal di kulit tetapi bisa sistemik, artinya terserap lebih dalam ke pembuluh darah, merusak organ-organ yang lain,” katanya.
Gangguan sistemik yang dapat muncul antara lain kerusakan ginjal, kerusakan saluran pencernaan, kerusakan bagian otak, hingga gangguan perkembangan janin apabila kosmetik bermerkuri digunakan pada ibu hamil.
Listya mengatakan keparahan dari efek samping merkuri memiliki tingkatan yang berbeda-beda, bergantung pada konsentrasi, durasi, serta frekuensi penggunaan merkuri pada kulit.
Proses penyembuhan dan pemulihan pasien bisa memakan waktu lama serta biaya yang tidak sedikit. Menurut Listya, pengobatan pada pasien bersifat individual atau ditangani secara kasus per kasus mengingat reaksi dan kondisi kerusakan dapat berbeda antara satu penderita dengan penderita lainnya.
“Kalau gangguannya terbatas pada kulit, biasanya akan ditangani oleh dokter spesialis kulit. Tapi kalau ada gangguan sistemik yang melibatkan organ-organ lain, biasanya akan dirawat bersama dokter spesialis yang lain,” katanya.
Walau pasien bisa mendapatkan perawatan, Listya mengatakan bahwa kerusakan kulit akibat merkuri tidak bisa pulih 100 persen atau sangat sulit untuk diatasi.
“Jadi lebih baik dicegah dan jangan gunakan krim-krim bermerkuri karena jelas sudah terbukti berbahaya,” katanya.
Editor: Iswara N Raditya