Menuju konten utama

Mereka yang Mengundurkan Diri karena Merasa Gagal

Ada nilai etik yang mereka pegang teguh sehingga mereka mundur saat (dianggap) tak berhasil.

Mereka yang Mengundurkan Diri karena Merasa Gagal
Menteri Perekonomian Taiwan, Lee Chih-kung mengundurkan diri. FOTO/Reuters

tirto.id - Pada Selasa (15/8/2017), lalu lintas Taipei kacau lantaran lampu lalu lintas tak berfungsi. Channel News Asia memberitakan kota ini bak mati selama lima jam akibat pemadaman listrik massal di 15 wilayah Taiwan termasuk Taipei, Taichung dan Tainan.

Pemadaman ini mempengaruhi sekitar 6,68 juta rumah tangga hingga kawasan perkantoran. Banyak karyawan yang terjebak di dalam lift, termasuk lift gedung pencakar langit Taipei 101. Mereka yang sedang makan di berbagai restoran pun harus makan dalam kegelapan. Media sosial warga Taiwan banjir dengan berbagai keluhan terkait pemadaman listrik tersebut.

Usut punya usut, pemadaman yang berujung kerugian sekitar $2,89 juta atau Rp37,5 miliar itu disebabkan tak berfungsinya enam generator pusat pembangkit listrik tenaga gas alam di Taoyuan.

Karena sungguh fatal, pemadaman listrik massal ini berbuntut mundurnya Menteri Ekonomi Taiwan Lee Chih-kung yang merasa bertanggung jawab. Ia mengajukan pengunduran diri pada Rabu (16/8/2017). Aksi menteri ekonomi Taiwan itu diikuti pemimpin perusahaan pemasok gas Taiwan CPC Corp, Chen Chin-te, yang juga mundur dari posisinya.

Baca juga: Warga Apresiasi Pengunduran Diri Gubernur Bengkulu

“Karena begitu banyak orang yang terkena dampak ini [pemadaman listrik], saya ingin menyampaikan permintaan maaf sedalam-dalamnya dari CPC Corp kepada masyarakat dan tentu sebagai ketua saya bertanggung jawab,” ujar Chen.

Lee Chih-kung bukanlah pejabat publik pertama yang mengundurkan diri karena merasa gagal saat menjalani tugasnya. Enam tahun lalu, Menteri Ekonomi Korea Selatan, Choi Joong-Kyung, menyampaikan pengunduran dirinya setelah adanya pemadaman listrik selama 30 menit dan mempengaruhi sekitar 2 juta rumah. Hasil penyelidikan yang menyebutkan bahwa pemadaman itu terjadi karena “kesalahan perhitungan” yang dilakukan pemerintah.

Dua bulan setelah Choi Joong-Kyung, George Papandreou juga tak menyelesaikan kepemimpinannya di Yunani lantaran ia memutuskan untuk mengundurkan diri di tengah situasi Yunani yang diserang krisis berkepanjangan. Papandreou merasa bertanggung jawab atas kondisi tersebut.

Di Jepang, pengunduran diri seorang pejabat publik terhitung sering terjadi. Pejabat publik memilih mengundurkan diri secara terhormat jika merasa gagal memenuhi amanahnya sebagai pejabat publik.

Beberapa literatur menjelaskan bahwa Bushido—landasan etika penduduk Jepang—yang menjadi akar keumuman itu. Awalnya, Bushido merupakan kode etik bagi para Samurai yang terdiri dari nilai-nilai seperti integritas, keberanian, hormat, kejujuran, menjaga kehormatan hingga menghargai tradisi.

Baca juga: Survei: Masyarakat Makin Percaya Kepada Pemerintahan Jokowi

Boye Lafayette De Mente dalam bukunya Japan's Cultural Code Words: 233 Key Terms That Explain the Attitudes and Behavior of the Japanese”(2004:49) mengungkapkan hingga saat ini nilai-nilai dalam konsep Bushido masih dipraktikkan oleh pemimpin dan penduduk Jepang.

Salah satu nilai dalam Bushido adalah Meiyo, yakni nilai dalam menjaga nama baik atau menjaga harga diri dengan memiliki perilaku yang terhormat. Maka, tak heran jika pemimpin Jepang banyak lebih memilih mundur terhormat.

Pada 2010 misalnya, Perdana Menteri Jepang Yukio Hatoyama mengundurkan diri lantaran gagal memenuhi janjinya saat kampanye pemilu untuk memindahkan sebuah pangkalan militer Amerika Serikat keluar dari wilayah Okinawa.

Setelah pengunduran diri Yukio Hatoyama, posisi Perdana Menteri Jepang kemudian diisi oleh Naoto Kan. Namun setelah satu tahun memimpin, Naoto Kan juga memilih untuk mengundurkan diri. Kali ini bukan soal janji kampanye melainkan Naoto merasa gagal memulihkan Jepang setelah dihantam tsunami pada Maret 2011 yang menyebabkan krisis nuklir.

“Dalam keadaan yang sulit ini, saya merasa telah melakukan semua yang harus saya lakukan,” ujar Naoto.

Para pebisnis Jepang pun meyakini serta mempraktikkan konsep Bushido yakni "Bushido No Inchigon" yang berarti mereka akan memegang teguh janji atau komitmen tanpa harus menuliskannya dalam kontrak ataupun formalitas hukum lainnya.

infografik mundur karena merasa gagal

Nilai-nilai moral dan etika ini menjadi pegangan kuat warga Jepang termasuk dalam memimpin karena dianggap sangat penting. Menurut Bill George dalam tulisannya “Why Leaders Lose Their Way” yang dipublikasikan Harvard Business School, hal itu tak lepas dari tugas pemimpin yang menjalani tekanan tinggi. Tantangan yang akan dihadapi seorang pemimpin tak bisa dihindari.

Mereka juga memiliki tanggung jawab yang tinggi soal penduduk, organisasi, serta tujuan, di tengah ketidakpastian di sekeliling. Tak jarang jika banyak pemimpin yang kemudian merasa sudah melakukan yang terbaik tapi belum cukup sehingga menimbulkan ketidakpuasan publik. Ada yang kemudian memilih untuk mengundurkan diri.

Seorang profesor dari Evans School, Patrick Dobel dalam tulisannya The Ethics of Resigning” memaparkan tiga kategori landasan atau alasan seorang pejabat publik sudah perlu mengajukan pengunduran diri.

Pertama, landasan yang terkait kesadaran pribadi. Menurut Dobel, seorang pejabat publik seharusnya sudah harus mengundurkan diri jika ia mengetahui atau menyadari jika antusiasme dalam menjalankan fungsi publik mulai menurun.

Alasan kedua berhubungan dengan tanggung jawab resmi. Seorang pejabat publik perlu mengundurkan diri saat ia tak taat pada janji, amanah atau kewajibannya, serta mereka yang tak memiliki kemampuan pribadi pada bidang yang dipimpin.

Alasan terakhir, menurut Dobel, pengunduran diri juga bisa dilakukan saat seseorang tidak dapat mengumpulkan dukungan politik dan publik bahkan jika ia adalah seorang profesional dan memiliki integritas. Bagaimanapun, dukungan publik penting bagi seorang pejabat publik.

Akan tetapi, banyak juga yang mempertahankan jabatannya meski tak memenuhi janji atau amanah atau tak mendapat kepercayaan publik. Menurut Bill George, hal itu lantaran banyak pejabat publik yang menjadi pemimpin hanya untuk memenuhi kebutuhan ego.

Baca juga artikel terkait PEJABAT PUBLIK atau tulisan lainnya dari Yantina Debora

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Yantina Debora
Penulis: Yantina Debora
Editor: Maulida Sri Handayani