tirto.id - Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti mengundurkan diri dari jabatannya, setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus penerimaan suap proyek pembangunan di daerah Bengkulu. Pengunduran diri itu disampaikannya saat diwawancarai jurnalis salah satu media televisi nasional pada Rabu (21/6/2017) pagi di Jakarta.
Menanggapi hal itu, sejumlah warga Bengkulu mengapresiasi sikap dan pernyataan Gubernur Bengkulu yang juga sekaligus ketua DPD Partai Golkar Provinsi Bengkulu itu.
"Ini sikap ksatria dan patut diapresiasi tapi tidak mempengaruhi proses hukum," kata Koordinator Pusat Kajian Antikorupsi (Puskaki), Melyansori di Bengkulu, Rabu (21/6), seperti dikutip dari Antara.
Sementara itu, Koordinator Saya Perempuan Anti-Korupsi (SPAK) Bengkulu, Irna Riza Yuliastuti mengatakan kasus yang melibatkan Ridwan Mukti itu menjadi pembelajaran penting untuk menanamkan nilai-nilai antikorupsi sejak dini.
"Kita sangat terkejut dengan kejadian ini. Kepala daerah yang seharusnya menyejahterakan masyarakat justru korupsi," kata dia.
Irna mengatakan, kasus ini juga pelajaran penting bagi masyarakat Bengkulu agar bisa lebih cerdas dalam berdemokrasi sehingga bisa memilih pemimpin yang berkomitmen membangun Bengkulu.
Ridwan Mukti dan pasangannya, Rohidin Mersyah terpilih sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Bengkulu periode 2016-2021 melalui pilkada 9 Desember 2015 setelah meraih suara terbanyak 517.190 suara atau 57,37 persen dari suara sah sebanyak 901.529 suara.
Gubernur Bengkulu Ditetapkan Tersangka Terkait Proyek Jalan
KPK menetapkan telah empat orang tersangka dugaan tindak pidana korupsi terkait fee proyek jalan di dua Kabupaten di Provinsi Bengkulu, mereka adalah Gubernur Bengkulu 2016-2021 Ridwan Mukti (RM), Lily Martiani Maddari (LMM) istri Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti, dan Rico Dian Sari (RDS) berprofesi sebagai pengusaha dan Direktur PT Statika Mitra Sarana (SMS) Jhoni Wijaya (JHW) yang diduga sebagai pemberi suap.
"Setelah melakukan pemeriksaan 1x24 jam dilanjutkan gelar perkara, disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji oleh Gubernur Bengkulu terkait dengan fee proyek dan meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan empat orang tersangka," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/6/2017).
Alexander mengatakan, tiga orang yang diduga sebagai penerima adalah Ridwan Mukti (RM), Lily Martiani Maddari (LMM) dan Rico Dian Sari (RDS) berprofesi sebagai pengusaha.
"Sedangkan diduga sebagai pemberi adalah Direktur PT Statika Mitra Sarana (SMS) Jhoni Wijaya (JHW)," kata Alexander.
Menurut Alexander, diduga pemberian uang terkait fee proyek yang dimenangkan PT SMS di Provinsi Bengkulu dari komitmen 10 persen per proyek yang harus diberikan kepada Gubernur Bengkulu melalui istrinya.
Ia mengatakan dari dua proyek yang dimenangkan PT SMS, dijanjikan Rp4,7 miliar (setelah dipotong pajak) dari dua proyek di Kabupaten Rejang Lebong.
"Yaitu proyek pembangunan atau peningkatan jalan TES-Muara Aman Kabupaten Rejang Lebong dengan nilai proyek Rp37 miliar dan proyek pembangunan atau peningkatan jalan Curuk Air Dingin Kabupaten Rejang Lebong dengan nilai proyek Rp16 miliar," katanya, seperti diberitakan Antara.
Dalam operasi tangkap tangan tersebut, tim KPK mengamankan uang senilai Rp1 miliar dalam pecahan Rp100 ribu di dalam rumah Ridwan Mukti yang sebelumnya disimpan di dalam brankas.
Tim KPK juga mengamankan uang senilai Rp260 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan Rp50 ribu dalam tas ransel di hotel tempat Jhony Wijaya menginap di kota Bengkulu.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto