tirto.id - Organisasi kemanusiaan, Medial Emergency Rescue Committee (Mer-C) mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menghentikan penghitungan suara.
Pembina Mer-C, Joserizal Jurnalis menilai proses penghitungan suara saat ini seolah menyita perhatian lembaga penyelenggara pemilu itu saat banyak petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal dan sakit.
"Ini seharusnya jadi tanggung jawab negara. Tapi gak ada sense of crisis. KPU [dan] Bawaslu hentikan perhitungan suara dan fokus ke masalah ini," ucap Joserizal dalam konferensi pers di sekretariat Mer-C, Jakarta, Rabu (15/5).
Mer-C menyebut, saat ini telah ada 606 petugas pemilu yang meninggal. Sedangkan, menurut data Kementerian Kesehatan mulai 22 April 2019 sampai 15 Mei 2019, petugas pemilu sakit sudah 10.997 orang.
Jorserizal menilai, KPU dan pemerintah belum banyak bertindak untuk menangani kasus yang tidak biasa ini, padahal kondisinya darurat.
Menurut dia, KPU justru sibuk pada urusan suara dan mengabaikan mereka yang sakit dan meninggal.
Hal itu kata Joserizal terlihat gamblang dari tidak adanya asuransi bagi petugas KPPS yang menjadi korban.
Di sisi lain, sebagian besar biaya berobat, perawatan rumah sakit, hingga penguburan katanya juga ditanggung keluarga dan orang terdekat. Padahal jika pemerintah peduli, seharusnya setiap korban itu ditanggung oleh pemerintah.
“Saya sempat marah di KPU karena cara menjawab mereka seolah mengabaikan nyawa manusia,” ucap Joserizal.
Sebelumnya, KPU dan Bawaslu telah memberikan santunan kepada petugas pemilu yang meninggal saat bertugas. Pemerintah menyetujui santunan petugas meninggal sebesar Rp36 juta.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Zakki Amali