tirto.id - Menteri Kelautan dan Perikanan Periode 2014-2019, Susi Pudjiastuti mengaku sedih dengan kebijakan Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) saat ini yang membolehkan ekspor benih lobster atau benur. Susi beralasan ekspor benur dapat menyebabkan lobster dewasa di Indonesia berkurang dan malah menguntungkan negara tujuan ekspor benur lantaran dapat memperoleh lebih banyak lobster besar.
“Sedih saja saya. Karena lobster besarnya jadi tidak ada,” ucap Susi dalam acara Metro TV bernama “Susi Cek Ombak”, Rabu (25/11/2020).
Susi melanjutkan, “Ya sudah hilang (benih lobster). Dibawa ke Vietnam. Vietnam punya banyak lobster besar.”
Jawaban itu menjadi respons Susi saat menanggapi pertanyaan Pemimpin Redaksi Metro TV Don Bosco Selamun mengenai benih lobster.
Awalnya Susi sempat enggan merespon Don Bosco yang memintanya membahas ekspor benih lobster. Susi juga memilih irit bicara saat diminta menanggapi kabar Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang ditangkap KPK, Rabu (25/11/2020) dini hari terkait dugaan izin ekspor benur.
“Saya tidak mau spekulasi,” jawab Susi singkat.
Dalam kesempatan itu, Susi akhirnya mau sedikit membahas mengenai pemikirannya tentang lobster dan benihnya. Ia bilang idealnya lobster dapat berkembangbiak secara alami di laut. Menurutnya metode budidaya lobster tidak dapat menggantikan cara-cara alamiah itu.
Bila seseorang mengambil lobster, Susi mengatakan tindakan itu lebih baik dilakukan saat lobster sudah besar. Hal ini sejalan dengan kebijakannya sewaktu menjadi Menteri Kelautan Perikanan 2014-2019 yang lebih mendorong lobster dibesarkan secara alami di alam alih-alih secara buatan oleh manusia.
“Saya tetap setuju Tuhan yang membudidayakan di laut. Manusia mengambil pada saat besar,” ucap Susi.
Menurut data BPS, ekspor benih lobster RI paling banyak memang ditujukan ke Vietnam. Selama Juni-Oktober 2020, ekspor benih lobster ke Vietnam mencapai 33,89 juta dolar AS alias 99,69 persen dari total ekspor benih senilai 33,99 juta dolar AS yang sebenarnya ditujukan ke 3 negara.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Gilang Ramadhan