Menuju konten utama

Menteri Jonan Sebut Negosiasi dengan Freeport Hampir Final

Proses negosiasi antara pemerintah dengan PT Freeport Indonesia mendekati tahap final. Materi negosiasi itu mengenai perubahan perizinan Freeport menjadi IUPK, nilai pajak dan retribusi yang baru dan soal PHK karyawan.

Menteri Jonan Sebut Negosiasi dengan Freeport Hampir Final
Menteri ESDM Ignasius Jonan (kiri) berbincang dengan Uskup Timika Mgr John Philip Saklil Pr (kanan) yang didampingi sejumlah perwakilan masyarakat adat sebelum pertemuan tertutup di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (27/2/2017). Dalam pertemuan itu Uskup Timika dan perwakilan masyarakat adat menyampaikan dugaan pelanggaran hak wilayah terhadap lingkungan hidup dan PHK sepihak kepada masyarakat yang dilakukan PT Freeport Indonesia. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.

tirto.id - Proses perundingan antara pemerintah dengan PT Freeport Indonesia, dengan pokok bahasan utama mengenai perubahan status perizinan perusahaan itu dari Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), mendekati babak final.

Hal ini disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan saat melaporkan perkembangan terbaru hasil negosiasi antara pemerintah dengan PT Freeport Indonesia kepada Komisi VII di Komplek DPR, Jakarta, pada Kamis (30/3/2017).

"Pada intinya prosesnya sudah memasuki tahap diskusi (negosiasi) final dengan pemerintah. Dalam hal itu pokok diskusi dibagi menjadi tiga tahap," kata Jonan sebagaimana dilansir Antara.

Tahap pertama, Jonan menjelaskan, adalah pembahasan soal kewajiban PT Freeport Indonesia untuk menerima tawaran perubahan skema izin Kontrak Karya KK menjadi IUPK.

Hingga saat ini, menurut Jonan, pihak Freeport sudah menyatakan bersedia menerima perubahan rezim perizinan itu. Perubahan Kontrak Karya ke IUPK merupakan syarat agar Freeport menerima lagi izin eksport konsentrat.

“Diharapkan segera selesai proses pergantiannya (dari Kontrak Karya ke IUPK),” kata Jonan.

Sementara negosiasi kedua, menurut Jonan, ialah berkaitan dengan adanya persyaratan mengenai skema perpajakan dan retribusi daerah baru yang harus dibayar oleh Freeport setelah izin perusahaan ini berubah menjadi IUPK.

Jonan menjelaskan Freeport menginginkan adanya ketetapan yang masih bisa diubah. Tapi, domain ini merupakan kewenangan Kementerian Keuangan, bukan Kementerian ESDM. Selain itu, berkaitan dengan retribusi daerah, pemda di Papua akan diajak ikut berembug dalam proses negosiasi.

"Saya heran, padahal tarif pajaknya lebih rendah ketimbang skema Kontrak Karya (pajak penghasilan). Mungkin yang dikhawatirkan ada pada retribusi daerah, misalnya, penggunaan air permukaan atau air sungai, bisa saja angkanya tidak cocok. Maka perlu diajak Pemerintah Daerah dalam menentukan kebijakan fiskal untuk menentukan syarat IUPK," kata Jonan.

Dia mengimbuhkan Kementerian ESDM akan tetap mendorong proses negosiasi dengan Freeport tetap ada pada jalur perubahan perizinan perusahaan itu ke skema IUPK. Termasuk juga pengecilan perluasan lahan pertambangan Freeport menjadi 25 ribu hektar.

Mengenai tahap negosiasi yang ketiga adalah terkait adanya informasi bahwa Freeport telah memecat banyak pekerjanya.

Meskipun demikian, Jonan mencatat pemecatan itu tak signifikan jumlahnya. Dia menjelaskan dari sekitar 12 ribu karyawan yang dimiliki PT Freeport Indonesia, hanya 522 yang dirumahkan dan 29 yang menjadi korban PHK atau setara 4 persen dari total pekerja perusahaan asal Amerika Serikat itu di Papua.

"Proses PHK ini juga seperti perusahaan biasa, ada yang keluar dan ada yang masuk," kata Jonan.

Baca juga artikel terkait KASUS FREEPORT atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Bisnis
Reporter: Addi M Idhom
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom