tirto.id - Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM) memprediksikan subsidi energi hingga akhir tahun membengkak sebesar 60 persen. Pasalnya, subsidi energi hingga akhir tahun diperkirakan mencapai Rp148,9 triliun, sementara target subsidi energi di APBN 2018 hanya sebesar Rp94,6 triliun.
Salah satu faktor yang mempengaruhi membengkaknya subsidi energi itu, kata Menteri ESDM Ignasius Jonan, adalah kenaikan harga minyak mentah. Pasalnya, asumsi harga acuan minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) dalam APBN 2018 hanya sebesar 48 dolar AS per barel. Sementara harga acuan ICP saat ini sudah mencapai 70 dolar AS per barel.
Sementara faktor lainnya, kata Jonan, adalah pengaruh nilai tukar (kurs) rupiah yang melemah terhadap dolar AS. Pasalnya, dalam asumsi APBN 2018, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hanya sebesar Rp13.400. Sementara saat ini sebesar Rp13.973.
Jonan merincikan, subsidi Minyak Tanah diprediksikan akan bengkak sebesar 50 persen dari Rp2,2 triliun dalam APBN 2018 menjadi Rp3,6 triliun hingga akhir tahun 2018. Sementara subsidi Solar akan naik dari Rp7,1 triliun dalam APBN 2018 menjadi Rp29 triliun hingga akhir 2018.
"Solar naik banyak, naik 3 kali lipat, 300 persen," ujar Jonan di Kementerian ESDM Jakarta pada Senin (17/9/2018).
Kemudian, subsidi LPG 3 Kilogram (Kg) akan membengkak 70 persen, dari Rp37,6 triliun dalam APBN 2018 menjadi Rp56,3 triliun hingga akhir tahun. Sementara untuk listrik naik 40 persen, dari Rp47,7 triliun dalam APBN 2018 menjadi Rp60 triliun hingga akhir tahun.
"Yang diputuskan dalam APBN 2018 itu Rp94,6 triliun, ternyata realisasinya bisa Rp148,9 triliun. Jadi, naik kira-kira hampir 60 persen, tapi penerimaan negaranya juga naik," ujar Jonan.
Jonan mengatakan, penerimaan negara dari minyak dan gas bumi (migas) dan mineral dan batu bara (minerba) naik sebesar 50 persen, dari Rp156,7 triliun dalam APBN 2018 menjadi 240,3 triliun hingga akhir tahun.
Menurut dia, peningkatan penerimaan ini akan bersumber dari peningkatan penerimaan Pajak Penghasilan (PPh migas) sebesar Rp38,1 triliun dalam APBN 2018 menjadi Rp55,4 triliun.
Kemudian, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) migas naik dari Rp86,5 triliun dalam APBN 2018 menjadi Rp144,3 triliun hingga akhir tahun. Lalu, PNBP Minerba dari Rp32,1 triliun dalam APBN 2018 menjadi Rp40,6 triliun hingga akhir tahun.
"Jadi kesimpulannya, sebenarnya dalam APBN 2018, surplus penerimaan migas dan minerba dibandingkan subsidi adalah sebesar Rp62,1 triliun. Tapi sekarang, surplusnya naik 9 persen, menjadi sebesar Rp91,4 triliun. Kenapa? Jadi gini lho, harga minyak naik, subsidinya naik, kalau enggak harga eceran naik. Tapi, penerimaan negara naik karena bagi hasil minyak kan kita terima lebih tinggi," ujar Jonan.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Alexander Haryanto