Menuju konten utama

Menpan-RB Anggap Wajar Anggaran Gaji PNS Capai 25% APBN

Menpan RB menganggap wajar anggaran gaji untuk PNS mencapai seperempat dari APBN.

Menpan-RB Anggap Wajar Anggaran Gaji PNS Capai 25% APBN
Sejumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) DKI Jakarta memeriksa dokumen di Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Jakarta, Senin (27/3). Berdasarkan data laporan absensi Badan Kepegawaian Daerah (BKD), jumlah PNS yang tidak hadir tanpa keterangan pada hari 'terjepit' libur antara Minggu dan Hari Raya Nyepi sebanyak 3.325 orang. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga.

tirto.id - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur mengatakan anggaran belanja pegawai yang menyedot seperempat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih dianggap wajar. Asman berdalih, sejauh anggaran tersebut belum mencapai 50 persen, hal tersebut tidak perlu dikhawatirkan.

“Belanja pegawai secara keseluruhan itu hampir sekitar Rp700 triliun. Dikalikan 2.000 sekian, itu kan masih antara 30 sampai berapa persen gitu,” ujar Asman kepada Tirto seusai menghadiri acara Pembekalan Kepemimpinan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Rabu (24/5/2017) sore.

Lebih lanjut, Asman menyebutkan bahwa sorotan dapat ditujukan kepada kota/kabupaten yang anggaran belanja pegawainya lebih dari setengah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). “Yang nggak aman itu adalah daerah yang belanja pegawainya di atas 50 persen itu,” ungkap Asman lagi.

Adapun Asman menegaskan pihaknya terus melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pemakaian anggaran belanja pegawai tersebut. “Monitoring evaluasinya ya dengan evaluasi-evaluasi LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah). Itu yang kita lakukan sekarang,” jelasnya.

Sementara itu pada Minggu (21/5) siang lalu, Sekretaris Jenderal FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran) Yenny Sucipto sempat mengatakan pemerintah perlu serius untuk memantau serta mengevaluasi anggaran belanja pegawai. Yenny menilai besarnya persentase untuk menggaji PNS (pegawai negeri sipil) malah membebani APBN dan APBD, serta tidak secara konsisten dievaluasi secara mendetail.

“Kita tidak menginginkan evaluasi yang hanya berdasarkan kuantitatif saja, tetapi berdasarkan outcome atau kualitas. Ini yang kita inginkan kepada Presiden Jokowi, karena ini sudah tahun ketiga dia menjabat dan kalau bicara reformasi birokrasi, tidak hanya reformasi mentalitas tapi juga bagaimana membangun sistem,” kata Yenny di Jakarta.

Berdasarkan hasil penelitian FITRA, kinerja PNS yang tidak efektif merupakan masalah yang kerap kali disorot. “Dulu pernah di Padang, rasio 1 PNS itu hanya melayani 2 penduduk dalam setahun. Untuk itu, perlu dipikirkan dalam membuat rasionalisasi. Karena komposisi pegawai administratur dengan fungsional, persentasenya 60 persen banding 40 persen,” ungkap Yenny lagi.

Selain itu, tingginya biaya untuk belanja pegawai juga dinilai Yenny dapat berpengaruh pada pembangunan infrastruktur yang stagnan. Di samping, dengan persentase yang mencapai 30 persen dari APBN itu dan setiap tahunnya jumlah meningkat itu, diklaim hanya sebanding dengan penurunan kemiskinan sebesar 1 persen.

“Duitnya luar biasa banyak, tapi tidak memberi dampak. Malah berpotensi jadi bancakan di kementerian lembaga, dan karena juga masih adanya egosektoral di masing-masing kementerian,” tutur Yenny.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati telah sempat menyoroti soal gendutnya anggaran belanja PNS. Menurut Sri Mulyani, tingginya biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk menggaji dan memberi tunjangan para birokrat itu harus diimbangi dengan kinerja yang optimal.

“Pertanyaan masyarakat, kalau birokrat menghabiskan cukup besar anggaran pemerintah, apakah mereka telah melayani dengan baik atau bahkan lebih baik? Lalu apa tidak ada cara yang lebih baik bagi pemerintah untuk membelanjakan APBN dan APBD?” ucap Menkeu seusai Rapat Koordinasi Nasional Badan Kepegawaian Negara di Jakarta pada 10 Mei lalu.

Baca juga artikel terkait APBN atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Agung DH