Menuju konten utama

Menkeu Fokus Belanja Modal untuk Kendalikan Utang Negara

Dengan adanya keseimbangan antara strategi belanja dan strategi penerimaan, Menkeu harap defisit akan terus menerus bisa ditekan.

Menkeu Fokus Belanja Modal untuk Kendalikan Utang Negara
Menteri Keuangan Sri Mulyani menghadiri rapat kerja dengan Komite IV dan tim anggaran DPD di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/6). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

tirto.id - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan pemerintah saat ini sangat berhati-hati dalam mengendalikan utang negara. Adapun Menkeu mencoba mengimplementasikan sikap kehati-hatian tersebut lewat perhatian khusus terhadap aspek belanja negara agar tidak membengkak.

“Jadi tidak asal belanja. Entah dari sisi pilihannya, jenis belanjanya, maupun dari sisi efisiensi belanjanya yang kita harus terus perhatikan,” ucap Sri Mulyani di Kementerian Keuangan, Jakarta, pada Senin (3/7/2017) pagi tadi.

“Dengan adanya keseimbangan antara strategi belanja dan strategi penerimaan, kita harapkan defisit akan terus menerus bisa ditekan,” kata Sri menambahkan.

Lebih lanjut, pemerintah turut mengaku sadar akan kewajibannya untuk menyiapkan anggaran belanja bagi sejumlah sektor yang dianggap mendesak.

“Memang yang paling critical itu belanja-belanja yang sifatnya harus dilakukan, karena akan menentukan masa depan Indonesia. Seperti pendidikan, kesehatan, melindungi mereka-mereka yang rentan, kemudian infrastruktur dasar. Itu semua tidak bisa ditunda,” kata Sri Mulyani.

Kendati demikian, Menkeu sebenarnya berharap agar pemenuhan anggaran belanja bagi sektor-sektor yang mendesak tersebut tidak didapatkan dari utang negara.

“Sedapat mungkin penerimaan pajak kita bisa untuk memenuhi kebutuhan dasar itu, sehingga kita tidak perlu berhutang. Kalaupun kita berhutang, sedapat mungkin untuk belanja modal yang memang menghasilkan produktivitas, dan kemudian tingkat pengembalian, sehingga utang itu bisa terbayarkan kembali,” jelas Menkeu Sri Mulyani.

Masih dalam kesempatan yang sama, Sri Mulyani kembali menegaskan bahwa utang negara dapat ditekan dengan memaksimalkan pendapatan dari dalam negeri. Salah satunya melalui reformasi pajak.

“Saya adalah Menteri Keuangan yang sangat menginginkan supaya pendanaan dari pembangunan kita, sedapat mungkin dilakukan dari sumber daya kita sendiri. Oleh karena itu, kalau kita ingin mengurangi utang, maka penerimaan pajak harus dinaikkan,” kata Sri Mulyani mengingatkan.

Saat disinggung perihal posisi utang yang sedang ditanggung negara, Sri Mulyani mengatakan bahwa rasionya masih berada di bawah 30 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Sementara untuk defisitnya juga masih dibatasi oleh undang-undang yang berlaku, yakni di bawah 3 persen.

Sri Mulyani pun lantas mengklaim defisit yang dialami Indonesia jumlahnya masih lebih kecil apabila dibandingkan dengan sejumlah negara berkembang lain, seperti Turki, Brasil, Meksiko, dan Argentina.

Sementara itu, terkait penerimaan pajak negara pada semester I, Menkeu belum bersedia membeberkannya. Menurutnya, hal itu akan dipaparkan secara rinci saat pembahasan APBNP 2017 dengan DPR RI dalam waktu dekat.

“Kita akan lihat berapa kinerja dari penerimaan pajak, nonpajak, terutama dengan asumsi harga minyak dan realita harga minyak selama satu semester, nilai tukar rupiah. Itu semua akan memengaruhi komposisi penerimaan pajak dan nonpajaknya,” ungkap Sri Mulyani.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Tirto, total utang pemerintah Indonesia per akhir 30 April 2017 adalah sebesar Rp3.667 triliun. Angka itu terbilang naik Rp201 triliun dibandingkan saat Desember 2016. Meski mengalami peningkatan, utang pemerintah pusat itu dikatakan belum sampai pada taraf membahayakan.

Senada dengan Sri Mulyani, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution sempat mengamini bahwa utang negara tidak termasuk tinggi apabila dibandingkan sejumlah negara lain.

“Kalaupun masih tetap ada utang, jangan dilihat kita ada dalam situasi yang membahayakan,” pesan Darmin di Kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Jakarta, pada 26 Mei lalu.

Baca juga artikel terkait APBN-P atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Yuliana Ratnasari