tirto.id - Pemerintah menyiapkan alokasi subsidi energi dan kompensasi sebesar Rp502 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022. Subsidi ini meningkat tajam dari anggaran subsidi energi awal sebesar Rp134,03 triliun.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dengan besaran subsidi energi sebesar itu, setidaknya pemerintah bisa membangun rumah sakit (RS) sebanyak 3.333. Adapun dengan perhitungan pembangunan untuk satu rumah sakit sebesar Rp150 miliar.
"Kalau Menkes (Budi Gunadi Sadikin) sekarang minta anggaran supaya kita bangun RS ke seluruh pelosok, RS kelas menengah kita bisa bangun 3.333 RS," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Tindak Lanjut BBM Bersubsidi, di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (26/8/2022).
Selain, itu anggaran Rp502 triliun tersebut juga bisa digunakan membangun 3.501 kilometer (km) jalan tol dengan anggaran Rp142,8 miliar per kilometer. Anggaran itu juga bisa membangun sebanyak 227.886 sekolah dasar dengan biaya Rp2,19 miliar per sekolah dasar.
"Untuk itu akan diperlukan langkah-langkah, satu tetap menjaga APBN kita sebagai shock absorber artinya subsidi itu enggak akan dicabut tapi penyesuain mungkin perlu dipertimbangkan," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani menjelaskan, fungsi anggaran subsidi dan kompensasi energi Rp502,4 triliun ini untuk pembangunan perlu diketahui masyarakat. Karena selama ini subsidi energi dan kompensasi itu digunakan oleh orang-orang yang bukan seharusnya menikmati.
Sri Mulyani merincikan, sebanyak 89 persen subsidi Solar saat ini dinikmati oleh dunia usaha. Sementara sisanya 11 persen dinikmati kelompok rumah tangga. Namun dari 11 persen tersebut, 95 persennya dinikmati oleh rumah tangga mampu dan hanya 5 persen dinikmati kelompok miskin (petani dan nelayan).
Kemudian untuk Pertalite, Sri Mulyani mencatat setidaknya 86 persen dinikmati oleh rumah tangga dan sisanya 14 persen dikonsumsi dunia usaha. Namun dari yang dinikmati rumah tangga 86 persen tersebut 80 persennya dinikmati oleh kelompok mampu dan 20 persen kelompok miskin.
"Ini artinya dengan ratusan triliun yang kita berikan yang menikmati justru kelompok paling mampu karena mereka yang konsumsi BBM itu," pungkas dia.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang