Menuju konten utama
Advertorial

Menjajal Situs Banten Lama bersama vivo V15

Bila Anda punya rencana ngabuburit bersama keluarga maupun kolega, pastikan Anda membekali diri dengan telepon pintar nan prima seperti vivo V15

Menjajal Situs Banten Lama bersama vivo V15
Header Reruntuhan komplek Keraton Surosowan. Tirto.id/Fadrik Aziz Firdausi

tirto.id -

Banten punya kedudukan menarik dalam sejarah Nusantara. Meski saat ini menyandang status sebagai provinsi paling bungsu di pulau Jawa, secara historis, Banten justru tercatat sebagai kerajaan pertama di Nusantara yang memiliki sultan 'resmi'.

"Nama aslinya adalah Pangeran Ratu. Namun, setelah memperoleh gelar sultan dari Syarif (semacam gubernur) Mekkah atas otorisasi Kekhalifahan Utsmaniyah yang berpusat di Turki pada 23 Juni 1636, ia mendapat nama baru dengan nuansa Arab, Abdulmafakhir Mahmud Abdulkadir," tulis Iswara N Raditya, dalam artikelnya di Tirto.

Abdulmafakhir adalah penguasa Kesultanan Banten ke-4. Sebelum menyandang gelar sultan, embel-embel sultan sejatinya telah banyak digunakan oleh para pemimpin kerajaan Islam atau kesultanan yang ada di Nusantara. Hanya, berbeda dengan para sultan lainnya, julukan sultan yang disematkan pada Abdulmafakhir didapat secara sah dan meyakinkan dari Dinasti Utsmaniyah: khilafah Islam terbesar sekaligus paling berpengaruh kala itu.

Sebagai gambaran, penguasa terbesar Kesultanan Mataram Islam, Sultan Agung, belum menggunakan gelar sultan ketika naik tahta pada 1613. Saat pertama kali memerintah, gelarnya adalah “Panembahan Hanyakrakusuma” atau “Prabu Pandita Hanyakrakusuma”. Sejak 1624, gelar tersebut diganti menjadi “Susuhunan Agung Hanyakrakusuma”.

Pada 1641 atau 5 tahun setelah Abdulmafakhir menyandang gelar sultan, Agung Hanyakrakusuma pergi ke Mekkah. Di sana, sebagaimana diceritakan Keat Gin Ooi dalam Southeast Asia: A Historical Encyclopedia (2004:132), barulah penguasa Jawa tersebut mendapatkan gelar sultan dari otoritas yang sama dan memperoleh nama bernuansa Arab: Sultan Abdullah Muhammad Maulana Matarani.

“Pemberian gelar sultan dari otoritas kekhalifahan Islam untuk raja-raja di Indonesia sebenarnya cukup sulit ditelusuri. Namun, jikapun ia bukan sultan “resmi” pertama di Nusantara, setidaknya Abdulmafakhir adalah raja pertama di Pulau Jawa yang menyandang gelar untuk pemimpin kerajaan Islam tersebut,” tulis Iswara, merujuk penjelasan M.C. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (2008:94).

Lepas dari keterangan di atas, kedudukan kerajaan Banten di masa silam memang sangat strategis. Pada abad 16 hingga abad 17, aktivitas perdagangan di pelabuhan Karangantu menjadikan wilayah Banten sebagai wilayah yang makmur dan sejahtera. "Pelabuhan Karangantu merupakan pelabuhan terbesar kedua setelah Pelabuhan Sunda Kelapa di Jayakarta," ungkap Tom Pires, seorang pedagang yang juga ahli obat-obatan dari Portugal, sebagaimana dilansir situs Indonesia Kaya.

Setelah Malaka jatuh pada Portugis, para pedagang dari berbagai dunia menjadikan Banten sebagai pelabuhan utamanya. Di abad 16, pelabuhan Karangantu disebut-sebut menjadi tempat persinggahan para pedagang sebelum melanjutkan perjalanan ke benua Australia. Bahkan saat pertama kali masuk ke Pulau Jawa pada tahun 1596, koloni Belanda menggunakan pelabuhan ini untuk berlabuh.

Pelabuhan Karangantu terletak tak jauh dari komplek Banten Lama. Saat ini, meski sisa-sisa kejayaannya pudar sudah, kedua tempat tersebut ramai dikunjungi orang-orang. Di bulan Ramadhan seperti sekarang, kedua tempat tersebut juga menjadi tempat favorit ngabuburit.

Maka, jika Anda berkesempatan berkunjung ke sana—atau merencanakan kedua tempat tersebut sebagai destinasi ngabuburit dalam sebulan mendatang—pastikan Anda membekali diri dengan telepon pintar yang prima seperti vivo V15.

Infografik advertorial VIVO

Infografik advertorial VIVO. tirto.id/Mojo

V15 dibekali 32MP Pop Up Camera dan Triple Rear Camera: tiga kamera belakang yang dilengkapi dengan 12MP dengan 24 juta Photosensitive, sensor ultra lebar 8MP dan sensor kedalaman 5MP (depth camera) yang berfungsi menimbulkan efek bokeh—fenomena optik di mana unsur titik bercahaya yang berada di luar area fokus membentuk lingkaran kurang jelas (blur) namun menarik perhatian dalam foto.

Bagi Anda yang menggemari foto-foto dengan tema human interest maupun potret-diri, kehadiran efek bokeh sangat membantu. Terlebih, dengan bentang layar yang lega, hasil jepretan pun terasa kian maksimal. “Saat memotret anak-anak yang tengah bermain di reruntuhan keraton Surosowan, misalnya, sebagai pengguna, saya benar-benar merasakan pengalaman berbeda: foto-fotonya terasa hidup dan sedap dipandang," kata Wahyu Winangun, 28 tahun.

Foto Body Anak-anak yang sedang bermain

Foto Body Anak-anak yang sedang bermain di reruntuhan komplek Keraton Surosowan. Tirto.id/Fadrik Aziz Firdausi

Ya, keberadaan puing-puing Keraton Surosowan—pusat pemerintahan Banten Lama—juga Mesjid Agung Banten dengan arsitekturnya yang khas, bakal menggoda Anda untuk mengabadikan semuanya. Lebih-lebih setelah direvitalisasi, keberadaan payung-payung raksasa di halaman mesjid bakal mengingatkan pengunjung pada suasana mesjid Nabawi di Madinah. "Dengan sensor ultra lebar, saat memotret lembayung dan arakan mega-mega, hasilnya terlihat lebih megah dan menarik," tambah Wahyu.

Foto Body Suasan senja di pelataran Masjid Agung Banten

Foto Body Suasan senja di pelataran Masjid Agung Banten. Tirto.id/Fadrik Aziz Firdausi

Selain kamera, kelebihan lain V15 ada pada layar lega Ultimate All Screen. Tanpa “poni” atau notch, rasio screen to body perangkat ini mencapai 90,95%. Dengan ukuran 6,53 inci dan resolusi 1.080 x 2.340 FHD+, terang saja pengalaman bermain smartphone jadi lebih hidup dan menyenangkan.

Di bulan Ramadhan, selain ngabuburit, tradisi lain yang biasa dilakukan orang-orang adalah buka bersama. V15 adalah pilihan tepat untuk menyempurnakan setiap momen gembira Anda bersama orang-orang tercinta.

Keterangan: Semua foto dalam artikel ini diambil melalui V15. Info lebih lengkap mengenai perangkat tersebut sila kunjungi tautan berikut

Baca juga artikel terkait MILD REPORT atau tulisan lainnya dari Advertorial

tirto.id - Mild report
Penulis: Advertorial
Editor: Advertorial