Menuju konten utama

Menjaga Terumbu Karang dari Tangan Jahil

Terumbu karang sering dianggap sebagai benda mati, sehingga tak jarang menjadi objek sentuhan bagi para wisatawan yang menyelam atau sebatas snorkeling. Padahal di balik sentuhan--menyimpan masalah besar bagi kehidupan terumbu karang.

Menjaga Terumbu Karang dari Tangan Jahil
terumbu karang.foto/shutterstock

tirto.id - Kegiatan snorkeling dan diving menjadi pengalaman yang menyenangkan bagi sebagian orang termasuk mereka yang awam. Pengalaman bisa menyaksikan langsung keindahan terumbu karang dengan mata sendiri, tak jarang seorang penyelam melakukan swafoto sambil menyentuh terumbu karang.

Bagi kebanyakan orang barangkali menganggap terumbu karang sebagai benda mati seperti batu sehingga seenaknya menyentuh. Padahal, terumbu karang bisa mengalami “shock” akibat satu sentuhan yang dampaknya buruk.

Sentuhan, dapat menyebabkan kerusakan fisik pada terumbu karang dan menghambat proses perkembangan sehingga pada akhirnya mengakibatkan kematian terumbu karang. Satu sentuhan memang terlihat tak berdampak, tapi menyebabkan berkurangnya kualitas terumbu karang.

Ocean Awareness Community melakukan penelitian di Key West National Park, Teluk Meksiko sekitar Pulau Key West Florida, AS sejak 1990 dalam kurun waktu lima tahun. Hasilnya, karang berdimensi 2x3 meter yang berada di kedalaman kurang lebih dari 3 meter di bawah permukaan laut mati karena terlalu banyak menerima sentuhan oleh orang-orang memegang saat snorkeling atau diving.

Kerusakan ini dimulai dari luar karang hingga meningkat pada jumlah polip yang mati pada setiap bagian tubuh karang dan pada akhirnya semua bagian terumbu karang benar-benar mati.

Infografik Terumbu Karang

Kenapa sentuhan berefek negatif bagi terumbu karang?

Tubuh manusia mengandung banyak residu reaksi kimia yang secara tidak sengaja terserap atau menempel di kulit. Sentuhan, sekecil apapun, dapat mentransfer sejumlah kecil residu kimia yang merupakan racun bagi kehidupan terumbu karang.

Dikutip dari situs divein.com, karang tak memiliki imun sama sekali terhadap sentuhan, polip karang memiliki struktur jaring-jaring yang sangat halus yang disebut Necmatocysts mikroskopis untuk menjaring makanan saat arus bergerak.

Struktur luar yang sangat tipis dan rapuh pada terumbu karang--akan langsung mencerna residu kimia atau kontaminasi dari kulit seseorang, sehingga menimbulkan infeksi kecil, mengganggu proses metabolisme karang, dan kemudian membunuh karang secara perlahan yang berakibat pada kerusakan. Kerusakan terumbu karang terjadi di berbagai bawah laut dunia, tak kecuali di Indonesia.

Pengumpulan data soal soal kondisi terumbu karang pada periode 1993-2015 di Indonesia dilakukan oleh LIPI dengan mengambil sampel 93 daerah dan 1.259 lokasi. Hasilnya menyatakan kondisi terumbu karang semakin menurun terutama di wilayah Indonesia Timur. LIPI mencatat hanya 4,64 persen terumbu karang di Indonesia berstatus sangat baik, 21,45 persen baik, 33,62 persen buruk, dan 40,29 persen jelek.

Sedangkan, kondisi paling baik ada di Indonesia bagian tengah dengan 5,48 persen kategori sangat baik, 29,39 persen baik, 44,38 persen buruk, dan 20,75 persen jelek. Sementara untuk status Indonesia bagian barat 4,94 persen sangat baik, 28,92 persen baik, 36,68 persen buruk, dan 29,45 persen jelek.

Temuan ini tentu mengkhawatirkan, karena ekosistem terumbu karang Indonesia yang diperkirakan mencapai 75 ribu kilometer persegi ini mewakili 15 persen terumbu karang dunia.

Terumbu karang memang ekosistem yang jauh dari jangkauan manusia dari kegiatan keseharian orang kebanyakan. Namun peran mereka yang vital bagi kehidupan biota laut termasuk ikan-ikan laut yang selama ini jadi santapan makhluk hidup termasuk manusia--tak salahnya bisa melakukan hal sekecil apapun untuk menjaga terumbu karang.

Anda bisa memulainya dengan memberikan komentar atau imbauan “Jangan sentuh karang!” pada teman-teman Anda yang mengunggah foto-foto snorkeling-diving mereka di media sosial.

Baca juga artikel terkait TERUMBU KARANG atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Suhendra