Menuju konten utama

Menimbang Untung & Rugi Akal Imitasi DeepSeek di Indonesia

Sebelum buka pintu untuk DeepSeek, pemerintah baiknya memperkuat dulu aspek keamanan dan tata kelola pengembangan AI.

Menimbang Untung & Rugi Akal Imitasi DeepSeek di Indonesia
Ilustrasi DeepSeek. tirto.id/iStockphoto

tirto.id - Artificial intelegentalias akal imitasi (AI) DeepSeekyang dikembangkan oleh perusahaan teknologi asal Cina mendapatkan penolakan dari berbagai negara. Penolakan itu dipicu kekhawatiran bahwaPemerintah Cina bisa mengakses data pengguna dari perusahaan teknologi pembuat DeepSeek.

Parlemen Amerika Serikat, misalnya, tengah membuat rancangan undang-undang untuk memblokir DeepSeek dari semua perangkat milik pemerintah. Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) bahkan telah memblokir DeepSeek dari sistem dan perangkat milik karyawan sejak 31 Januari 2025 lalu.

Angkatan Laut AS juga telah memperingatkan anggotanya untuk tidak menggunakan DeepSeek dengan alasan potensi masalah keamanan dan etika.

Pemerintah Australia juga mengambil langkah serupa. Mereka telah memblokir akses ke DeepSeek di semua perangkat pemerintah dengan alasan risiko keamanan data. Semua lembaga Pemerintah Australia pundilarang menggunakan DeepSeek, baik aplikasi maupun website.

Beberapa negara lain yang ikut menolak DeepSeek di antaranya adalah Italia, Korea Selatan, dan Taiwan. Alasan ketiga negara tersebut tak beda jauh, yakni menyangkut masalah keamanan dan kurangnya informasi tentang bagaimana DeepSeek menggunakan data pribadi yang diberikan oleh pengguna.

Berbagai penolakan tersebut datang bukan tanpa dasar. Hasil penelitian Unit 42,divisi penelitian Palo Alto Networks, mengungkapkan bahwa large language model(LLM) DeepSeek sangat rentan terhadap ancaman jailbreaking.

Sebagai informasi, jailbreaking adalah teknik yang digunakan untuk menerobos batasan yang diterapkan pada LLM. Pada LLM di aplikasi chatbot AIbatasan dibuat agar ia tidak memproses prompt yang meminta pembuatan atau penyediaan konten berbahaya.

Misalnya, seseorang menulis prompt yang meminta AI memberinya langkah-langkah membuat surel phising. Batasan pada LLM akan menghentikan AI tersebut untuk mengerjakan prompt semacam itu. Nah, metode jailbreaking digunakan untuk menerobos batasan itu sehingga AI bisa menghasilkan konten tentang langkah-langkah membuat surel phising.

Unit 42 melakukan pengujian dengan menerapkan tiga metode jailbreaking terhadap LLMDeepSeek. Hasilnya menunjukkan bahwa LLM DeepSeek amat mudah di-jailbreak, bahkan tanpa menggunakan keahlian khusus.

Hasil pengujian Unit 42 menunjukkan bahwa LLM DeepSeek yang telah di-jailbreak amat berisiko digunakan oleh pelaku kejahatan siber.

Meski aspek keamanannya dipertanyakan dan ditolak di banyak negara, Pemerintah Indonesia rupanya masih mengkajimengenai manfaat dan potensi ancaman akal imitasi DeepSeek. Pasalnya, hingga saat ini belum ada laporan permasalahan serius terkait penggunaan DeepSeek.

"Jadi, kami mencoba mempelajari lagi apa yang harus kami lakukan terhadap DeepSeek ini," kata Pelaksana Tugas Kepala Pusat Kebijakan Strategis Kementerian Komunikasi dan Digital, Oki Suryowahono.

Saat ini, pemerintah akan berhati-hati dalam merespons maraknya penggunaan model AI DeepSeek. Kemkomdigi, menurut Oki, tidak akan mengeluarkan kebijakan tanpa terlebih dulu mengkaji manfaat dan potensi ancaman dari pemanfaatan model akal imitasi tersebut.

"Jangan sampai kita juga terlalu gegabah gitu ya, tiba-tiba memblokir DeepSeek. Mungkin ada banyak juga orang yang terbantu dengan DeepSeek," katanya.

Meski begitu, pemerintah sebagai regulator yang berpegang pada beberapa UU—seperti UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), UU Pelindungan Data Pribadi (PDP), serta Perpres Keamanan Siber—harus tegas dan taat apabila memang ada privacy policy dari Deepseek yang dianggap merugikan negara.

Dalam hal ini, potensi risiko yang menjadi kekhawatiran utama pemerintah berkaitan dengan kebocoran data rahasia negara dan kebocoran data pribadi.

Jika DeepSeek Diblokir Indonesia

Dosen ekonomi dari Sekolah Bisnis dan Ekonomi Universitas Prasetya Mulya, Reinardus Suryandaru, menilai DeepSeek memiliki performa yang lebih moncer dibandingkan dengan kompetitor sejenis. Biaya pengoperasiannya juga diklaim jauh lebih murah ketimbang pesaing sejenis.

Dengan hanya menghabiskan dana sekitar US$6 juta (sekitar Rp97 miliar) dalam waktu dua bulan, DeepSeek berhasil menciptakan dua model AI, yaitu DeepSeek-V3 dan DeepSeek-R1, yang disebut lebih efisien dan ekonomis.

Menurut laporan TeamGPT, biaya pengembangan DeepSeek jauh lebih “murah” daripada ChatGPT-4 yang mencapai US$63 juta (sekitar Rp1 triliun).

Hanya saja, menurut Reinardus, kelebihan tersebut bersifat semu. Pasalnya, akal imitasi berperforma tinggi tapiberbiaya rendah akan memiliki risiko tinggi. Di antaranyaia lebih rentan terhadap serangan siber dan masalah perlindungan data konsumen.

Mengingat DeepSeek ini bukan dibuat serta dikembangkan oleh Indonesia, kita perlu cermat dalam mengelola kehadirannya di Indonesia dalam konteks ancaman cyber attacks serta penyebaran disinformasi. Perlu diingat kalau Indonesia merupakan negara ke-3 terbesar pengguna AI terbanyak di dunia,” jelas pria yang akrab disapa Daru itu kepada Tirto, Jumat (14/2/2025).

Dari sisi bisnis dan ekonomi, lanjut Daru, peluang diblokirnya DeepSeek di Indonesia tentu akan memperkuat "natural monopoly" pemain AI lama yang sudah beroperasi di Indonesia—seperti Google dan chatGPT).

Meski demikian, jika DeepSeek pada akhirnya diblokir di Indonesia, alternatif pilihan AI bagi masyarakat memang menjadi minim. Terlebih, sudah banyak perusahaan yang memanfaatkan AI untuk produktivitasnya.

Kalau saya pribadi, untuk jangka pendek, memang sebaiknya kita mengikuti langkah-langkah negara lain yang ikut memblokir sembari memperkuat ekosistem keamanan serta tata kelola pengembangan AI di Indonesia agar selaras dengan kebutuhan serta karakteristik bisnis-ekonomi kita,” jelas Daru.

Menurutnya, memblokir DeepSeek untuk sementara waktu mungkin akan lebih membawa keuntungan di jangka panjang dari sisi faktor keamanan data serta kesiapan kita dalam menampung ekosistem AI yang semakin dinamis.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Institute, Heru Sutadi, mengatakan bahwa penggunaan aplikasi AI tentu harus mempertimbangkan kontribusinya bagi Indonesia. Baik dari aspek investasi, pembukaan lapangan kerja, kontribusi ekonomi, maupun alih teknologi.

Kalau yang tidak memberikan kontribusi bagi Indonesia ya kita blokir saja,” ujar Heru kepada Tirto, Jumat (14/2/2025).

Di sisi lain, CEO Phire Studio, Henke Yunkins, justru khawatir Indonesia justru akan merugi jika DeepSeek diblokir. Alasannya, biaya penggunaan DeepSeek jauh lebih rendah dibandingkan dengan produk AI besar lainnya. Dengan harga yang terjangkau, banyak pihak dapat melakukan eksperimen lebih banyak dalam mengembangkan aplikasi tersebut.

Dan ini bisa membantu percepatan AI benefits di Indonesia. Dan juga kita bisa mengembangan sendiri karena DeepSeek membuka model mereka dengan lengkap, bahkan dilengkapi dengan researchpaper mereka,” ujar Henke kepada Tirto, Jumat (14/2/2025).

Oleh karenanya, keputusan pemerintah untuk memblokir DeepSeek perlu dipertimbangkan secara matang. Meski ada aspek regulasi yang perlu diatur, langkah ini tidak boleh dilakukan tanpa memperhitungkan potensi kerugian yang dapat menghambat pengembangan dan adopsi AI di Indonesia.

Dengan harga yang terjangkau, akses model AI yang lengkap, dan peluang untuk pengembangan teknologi lokal, pemblokiran DeepSeek bisa memperlambat kemajuan Indonesia dalam pengembanganakal imitasi. Pemerintah diharapkan untuk menimbang dampak ini secara lebih komprehensif sebelum mengambil keputusan akhir.

Baca juga artikel terkait KECERDASAN BUATAN atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - News
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Fadrik Aziz Firdausi