Menuju konten utama

Menilik Potensi Kerugian Andai Danau Toba Didepak UNESCO

Baru tiga tahun menyandang status UNESCO Global Geopark, Kaldera Toba mendapat kartu kuning dan terancam didepak dari daftar jika tidak segera berbenah.

Menilik Potensi Kerugian Andai Danau Toba Didepak UNESCO
Ilustrasi Kaldera Toba. tirto.id/Fuad

tirto.id - Setelah melewati proses panjang, Kaldera Toba akhirnya terdaftar dalam UNESCO Global Geoparks pada medio 2020. Tiga tahun berselang, gelar itu terancam ditarik. Alasannya karena minim aksi. Setelah diganjar yellow card, Indonesia punya waktu dua tahun untuk berbenah.

Kaldera Toba adalah kompleks geologi yang menyuguhkan panorama danau vulkanik terluas di muka bumi, Danau Toba. Lokasinya berada di Sumatera Utara. Sejak 2021, ia ditetapkan sebagai satu di antara lima Kawasan Strategis Pariwisata Nasional Super Prioritas.

Sesuai predikatnya, Danau Toba mengemban misi penting: menarik wisatawan dan menyetor pundi-pundi devisa kepada negara. Ia termasuk andalan pemerintah untuk mendatangkan 8,5 juta turis asing pada tahun ini, yang hingga pertengahan 2023, target belum tercapai .

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia berjumlah 6,3 juta orang. Artinya, masih kurang sekitar 2,2 juta lagi.

Sejak Kaldera Toba berstatus geopark dunia, sektor pariwisata di Sumatera Utara kembali merangkak setelah roboh dihantam pandemi. Jumlah wisatawan mulai bertambah seiring kebijakan pemerintah membuka lagi keran masuk bagi kedatangan turis asing.

Berdasarkan catatan BPS, kondisi mulai membaik sejak Mei 2022 lalu. Memasuki 2023, rata-rata kunjungan sudah mencapai 16 ribu turis per bulan. Walau begitu, jumlahnya belum benar-benar kembali ke level semula.

Sebelum pandemi merebak, Sumatera Utara sanggup mendatangkan total 258.822 turis pada 2019. Saat keadaan memburuk, jumlahnya anjlok drastis jadi 45.906 orang pada 2020. Titik terendah terjadi sepanjang 2021, wisatawan asing yang berkunjung hanya 237 orang.

Pelonggaran aktivitas mendorong sektor pariwisata bangkit. Pada 2022, total turis asing yang datang ke Sumatera Utara tercatat 74.498 orang. Tren positif itu berlanjut pada tahun ini. Hingga Juli 2023, jumlahnya mencapai 112.408 orang.

Meski bukan faktor tunggal, gelar prestisius yang disandang suatu destinasi berperan penting membantu pemulihan sektor pariwisata. Hasil penelitian membuktikan bahwa predikat UNESCO Global Geopark ampuh untuk memikat lebih banyak pengunjung.

Efektivitasnya sudah teruji di Jepang, Korea Selatan dan Vietnam. Keberhasilan mereka dirangkum Yu Jin Lee dalam studi berjudul Economic Impact of UNESCO Global Geoparks on Local Communities: Comparative Analysis of Three UNESCO Global Geoparks in Asia (2020).

Predikat UNESCO Global Geoparks yang dikantongi Itoigawa di Jepang mampu menggandakan jumlah pengunjung museum dan mengakselerasi perekonomian masyarakat. Geosite mereka diperkirakan menyetor JPY418 juta ke pendapatan negara pada 2019 lalu.

Begitu pula di Pulau Jeju, Korea Selatan. Pengakuan UNESCO membantu negara menciptakan 286.000 lapangan kerja pada 2018. Jumlah wisatawan yang berkunjung konsisten meningkat, yakni dari 13,6 juta orang pada 2015 menjadi 15,2 juta orang pada 2019.

Sedangkan penetapan Dataran Tinggi Karst Dong Van sebagai geosite dunia berkontribusi USD56,5 juta bagi pendapatan provinsi di Vietnam pada 2019. Penetapan UNESCO Global Geopark berperan meningkatkan infrastruktur dan menyediakan lowongan kerja.

Menurut penelitian L. H. Deng berjudul Geotourism and geoparks for sustainable rural development and poverty alleviation: Huanggang Dabieshan UNESCO Global Geopark, China (2021), UNESCO Global Geopark juga terbukti mampu mengentaskan kemiskinan di Tiongkok.

Manfaat dari konsep geopark terhadap sisi perekonomian disinggung dalam penelitian Neda Torabi Farsani yang berjudul Geotourism and Geoparksa as Novel Strategies for Socio-Economic Development in Rural Areas (2011).

Selain mengembangkan geowisata, pendirian geopark dapat menciptakan lapangan kerja dan kegiatan ekonomi baru serta sumber pendapatan tambahan, terutama di kawasan pedesaan. Hal ini mendorong produksi produk kerajinan lokal.

Banyaknya keuntungan yang ditawarkan untuk sektor perekonomian membuat negara berbondong-bondong mendaftarkan kekayaan alam mereka ke UNESCO. Saat ini, terdapat 195 situs geopark yang sudah diakui dunia. Sebanyak 10 di antaranya ada di Indonesia.

Potensi Wisata & Investasi Kaldera Toba

Kaldera Toba adalah kawasan yang dihuni sekitar 260 ribu penduduk dari tujuh kabupaten di Sumatera Utara. Yakni Samosir, Toba, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Simalungun, Dairi dan Karo. Di sini, terdapat 16 geosite. Mereka dikelola oleh suatu badan otorita.

Sebelum diakui dunia dan masih berstatus geopark nasional, Kaldera Toba sudah berkontribusi untuk masyarakat. Itu terbukti dari hasil penelitian Geiz Charita Sinaga berjudul Kontribusi Kawasan Geopark Kaldera Toba Sebagai Destinasi Wisata Unggulan Nasional Bagi Masyarakat Kota Balige (2017).

Upaya pemerintah pusat mengembangkan pariwisata Kaldera Toba turut mengerek geliat perekonomian lokal, mulai dari segmen mikro hingga menengah. Seperti usaha souvenir, tour guide, restoran dan hotel. Ujungnya, pendapatan asli daerah meningkat.

Semenjak berstatus global geoparks sekaligus destinasi pariwisata super prioritas, triliunan rupiah sudah digelontorkan demi membangun Danau Toba. Pada 2020 saja, pemerintah mengalokasikan anggaran infrastruktur lebih Rp2,4 triliun, dua kali lipat dari dana 2019.

Menurut Melani Dwi Astuti dalam penelitian Pengaruh Perkembangan Infrastruktur Terhadap Arus Wisatawan Menuju Objek Wisata di Kawasan Kaldera Toba (2022), pembangunan sarana dan prasarana berpengaruh terhadap peningkatan arus wisatawan ke kawasan Kaldera Toba. Dalam hal ini, infrastruktur yang telah di bangun antara lain jalan tol, terminal, dermaga dan bandar udara.

Kaldera Toba juga menjadi ladang investasi unggulan. Di sini, pemerintah menawarkan proyek pembangunan resort dengan nilai mencapai USD1,75 miliar atau setara Rp26 triliun (kurs Rp14.800 per USD) dengan masa konsesi 30 tahun dan dapat diperpanjang lagi hingga 15 tahun.

Kaldera Toba Resort atau Toba Caldera Resort menyediakan lahan seluas 386,72 hektare. Lokasi berada di Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba. Ada bermacam proyek yang ditawarkan. Mulai dari pembangunan taman, MICE, area komersil hingga fasilitas umum.

Melalui siaran resminya, Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) melaporkan jumlah total wisatawan yang berkunjung ke Toba Caldera Resort sudah mencapai 250 ribu orang. Ia diproyeksikan menarik 22 ribu pelancong per hari pada 30 tahun mendatang.

Sejak menjadi Badan Layanan Umum pada 2021, BPODT telah menyetor senilai Rp5,6 miliar. Pendapatan ini diperoleh dari sektor Penerimaan Negara Bukan Pajak seperti parkir, beltent dan wahana permainan.

Tak sekadar pembangunan resort, BPODT juga menyodorkan peluang investasi berupa wahana cable car. Saat ini, mereka telah bekerja sama dengan PT Industri Kereta Api untuk menyusun Pra Feasibility Study.

Dalam rangka menarik perhatian dunia, Danau Toba menyuguhkan ajang-ajang bertaraf internasional. Misalnya F1 Powerboat. Danau ini menjadi tuan rumah pertama di Indonesia. Ia diproyeksikan menjadi agenda tahunan di Danau Toba hingga 2027 mendatang.

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mencatat ada setengah juta wisatawan nusantara (wisnus) yang berkunjung ke Danau Toba pada 2022. Ke depan, seiring dengan pengembangan Kaldera Toba, jumlah pergerakan wisnus ditargetkan mencapai 1,2-1,4 miliar. Selain itu juga diharapkan mampu membuka 4,4 juta lapangan kerja baru pada 2024.

Infografik Kaldera Toba

Infografik Kaldera Toba. tirto.id/Fuad

Tantangan Pengelola

Diraihnya status UNESCO Global Geopark berarti Kaldera Toba tidak hanya menarik secara fisik dan budaya, tetapi juga menjadi bagian penting secara geologis bagi dunia.

Menyandang status tersebut membawa sejuta manfaat, tidak hanya bagi ekonomi lokal tapi Indonesia. Alhasil, wajar saja jika terdapat banyak kewajiban yang harus dipenuhi oleh pengelola.

Situs yang masuk daftar UNESCO ini harus memenuhi standar peningkatan layanan wisata, keselamatan dan keamanan, serta pemeliharaan infrastruktur. Tidak mudah memenuhi semua tuntutan tersebut, terlebih lagi bagi BPODT yang notabenenya “masih baru.”

Bahkan kawasan Batur Geopark yang sudah menyandang status sejak 2012 masih menghadapi banyak tantangan dan belum mampu memaksimalkan potensi yang ada. Jadi sepertinya wajar saja jika akhirnya “yellow card” melandai ke pengelola Danau Toba, yakni BPODT.

Sebuah studi yang menganalisa manfaat dan kendala penglolaan area Batur Geopark di Bali menyerukan bahwa pengelolaan dan penerapan kebijakan untuk pengembangan kawasan umumnya terhambat karena banyaknya stakeholders yang terlibat dalam area geopark.

Kehadiran beberapa lembaga atau institusi, selain pengelola utama, yang juga memiliki ranah tugas dalam kawasan tersebut, menyebabkan adanya pedoman dan kebijakan yang saling tumpang tindih. Oleh karena itu penting untuk menetapkan peraturan yang fokus pada perbaikan koordinasi antara pengelola lokal, kabupaten, provinsi, hingga pusat.

Tidak hanya itu pengelola Batur Geopark juga kesulitan untuk mengatur pertumbuhan pedagang dan akomodasi ilegal di area-area yang rentan merusak ekosistem kawasan. Hal yang sama terjadi di kawasan Kaldera Toba

Jadi penulis menyarankan untuk memberdayakan masyarakat dan pelaku bisnis lokal melalui seminar, pelatihan, dan partisipasi aktif dalam perencanaan pembangunan.

Dilansir dari situs resmi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada tahun 2022 terdapat 1.414 objek Indikasi Pelanggaran Pemanfaatan Ruang di Sekitar Kawasan DAS Asahan Toba, serta 19 dugaan kasus pelanggaran pemanfaatan ruang setelah penetapan Perda RTRW.

Mempertimbangkan penjabaran di atas terlihat bahwa pengelolaan geopark membutuhkan upaya dan koordinasi yang kuat dari pemerintah kabupaten hingga pusat, serta didukung partisipasi aktif masyarakat.

BPODT dapat bercermin dari manajemen pengelolaan geopark lainnya di Indonesia dan segera mengambil aksi, agar hadiah “yellow card” dari UNESCO bisa berubah menjadi “green card” di tahun 2025.

Baca juga artikel terkait INSIDER-TIRTO atau tulisan lainnya dari Nanda Fahriza Batubara

tirto.id - Insider
Penulis: Nanda Fahriza Batubara
Editor: Dwi Ayuningtyas