Menuju konten utama

Menilik Kans Khofifah di Pilgub Jawa Timur 2018

Dukungan agar Khofifah Indar Parawansa maju Pilgub Jawa Timur 2018 terus mengalir. Bagaimana peluangnya?

Menilik Kans Khofifah di Pilgub Jawa Timur 2018
Sejumlah mahasiswa berfoto bersama Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa di sela-sela kunjungan kerja di UMM, Malang, Jawa Timur, Rabu (19/7). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto.

tirto.id - Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa didorong agar kembali maju untuk yang ketiga kalinya dalam pemilihan gubernur (Pilgub) Jawa Timur 2018. Khofifah sendiri tidak menjawab dengan tegas dirinya ikut berlaga, ia hanya mengatakan masih berupaya menyamakan frekuensi agar semuanya kondusif.

Meski demikian, dorongan agar perempuan kelahiran Surabaya itu maju pada Pilgub Jawa Timur 2018 terus mengalir. Misalnya, dukungan dari Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, KH Sholahudin Wahid (Gus Solah). Menurutnya, jika Khofifah sudah memutuskan untuk maju, maka ia kemungkinan akan dipasangkan dengan tokoh dari luar Nahdlatul Ulama (NU).

Gus Solah mengatakan, dukungan kepada Khofifah untuk kembali berlaga di Pilgub Jatim memang cukup besar, dan tidak bisa diabaikan. Namun, ia tidak bisa berbuat banyak, sebab Khofifah adalah seorang menteri dan jika ingin maju pilkada harus mendapatkan izin dari Presiden Joko Widodo.

“Ini menampung dari bawah dan permintaan kuat tidak bisa diabaikan. Tinggal sekarang apakah Presiden mengizinkan atau tidak. Tidak mungkin maju jika tidak dapat izin dari Presiden,” ujarnya, seperti dikutip Antara, Senin (14/8/2017).

Sebelumnya, Aliansi, Santri, Pemuda, Ekonom dan Kiai Madura (Aspek) juga mendorong agar menteri sosial itu kembali maju pada Pilgub Jawa Timur tahun depan. Dukungan dari sejumlah tokoh Madura tersebut tentu sangat berarti mengingat pada Pilgub Jatim 2008 yang berlangsung hingga tiga putaran itu, pemenangnya ditentukan dalam pemungutan ulang di Sampang dan Bangkalan.

Peluang Khofifah

Berdasarkan hasil survei Poltracking Institute, misalnya, Khofifah dinilai masih memiliki elektabilitas cukup tinggi, yaitu 17,97 persen. Namun, ia masih kalah jika dibandingkan dengan Wakil Gubernur Jawa Timur, Saifullah Yusuf (31,27 persen), dan Walikota Surabaya, Tri Rismaharini (24,05 persen).

Selain ketiga nama tersebut, dalam survei yang dirilis Poltracking Institute, pada awal Juni lalu, terdapat nama-nama lain yang juga berpeluang maju pada Pilgub Jawa Timur 2018, yaitu Azwar Anas dengan 8,22 persen, dan Abdul Halim Iskandar yang juga kakak dari Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar yang berada di urutan kelima dengan 2,41 persen.

Survei yang dirilis Charta Politika juga menempatkan Khofifah di urutan ketiga. Dalam survei yang digelar pada 15-20 Juni 2017 tersebut, elektabilitas Saifullah Yusuf mencapai 32,3 persen. Di bawahnya ada nama Risma (25,0 persen), dan Khofifah (16,8 persen). Sementara Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas (3,7 persen) dan Agus Yudhoyono (2,1 persen).

Sejauh ini baru Gus Ipul yang dipastikan sudah mendapat kendaraan partai politik sebagai kandidat cagub dari PKB yang memiliki 20 kursi di DPRD Jawa Timur. Sementara calon-calon yang lain masih masih menunggu rekomendasi partai dan perkembangan politik terkait peta koalisi pada Pilgub Jawa Timur mendatang.

Sebab berdasarkan Peraturan KPU No. 9 tahun 2016 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota, syarat pertama bagi partai yang ingin mengusung calon sendiri adalah harus memiliki jumlah perolehan kursi di DPRD sebanyak 20 persen atau 25 persen perolehan akumulasi suara sah dalam pemilihan legislatif terakhir.

Berdasarkan data KPUD Jawa Timur, total kursi di DPRD sebanyak 100 kursi, antara lain: PKB (20 kursi), PDI Perjuangan (19 kursi), Gerindra (13 kursi), Demokrat (13 kursi), Partai Golkar (11 kursi), PAN (7 kursi), dan PKS (6 kursi). Sementara PPP hanya memiliki 5 kursi, Nasdem 4 kursi, dan terakhir Hanura 2 kursi.

Artinya, jika melihat perolehan kursi di atas, maka selain PKB, partai yang cukup potensial untuk mengajukan calon adalah PDIP, Gerindra, Demokrat dan Golkar. Itu pun dengan catatan mereka harus berkoalisi dengan partai lain.

Sejauh ini, partai yang melirik Khofifah di antaranya Golkar, PPP, dan Nasdem.

Jika ketiga partai tersebut berkoalisi mengusung Khofifah, maka kemungkinan besar ia bisa mendapatkan tiket untuk maju pada Pilgub mendatang. Akan tetapi, jika tidak ada partai yang mengusung, maka jalan satu-satunya adalah melalui jalur independen.

Apalagi, Golkar dan PPP juga masih melirik Gus Ipul untuk diusung pada Pilgub Jatim. Sekjen Golkar, Idrus Marham menyebut baik Khofifah maupun Gus Ipul sebagai "sama-sama teman" dan Golkar belum memutuskan akan mengusung siapa.

Hal yang samak juga terjadi pada PPP. Dalam Pilgub Jawa Timur 2018, partai berlambang Ka'bah itu hanya mempertimbangkan dua nama, yaitu Khofifah dan Gus Ipul. “PPP masih mengikuti perkembangan. Tapi dari nama yang dipertimbangkan tidak lepas dari dua nama, yaitu ibu Khofifah Indar Parawansa dan Gus Ipul,” kata Ketua Umum PPP, Romahurmuziy, Senin (14/8/2017) seperti dikutip Antara.

Khofifah Maju, PKB Khawatir

Namun demikian, dukungan sejumlah tokoh NU agar Khofifah maju pada Pilgub Jawa Timur 2018 membuat PKB khawatir. “Tentu ini sangat eman [sayang] karena warga NU yang kami harapkan bulat ke satu calon gubernur,” kata Sekjen PKB, Abdul Kadir Karding.

Menurut Karding, hal itu karena perintah para kiai di Jawa Timur agar suara warga NU bulat mendukung Syaifullah Yusuf yang sudah pasti diusung PKB. Sedangkan, dengan majunya Khofifah, akhirnya suara nahdliyyin bisa pecah.

Baca juga: Khofifah Direshuffle, PKB Khawatir Suara Gus Ipul Pecah

Sebelumnya, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar juga berharap agar Khofifah tidak maju dalam Pilgub Jawa Timur 2018. Muhaimin bahkan berpandangan jika Khofifah sudah tidak memiliki kekuatan lagi untuk menjadi calon gubernur Jawa Timur, setelah dua kali kalah dalam Pilgub sebelumnya.

Kekhawatiran PKB cukup beralasan. Di satu sisi, ia tidak mau dukungan warga NU terpecah, namun di sisi lain bisa juga karena PKB tidak mau mengulangi kegagalan dalam dua Pilgub Jawa Timur 2008 dan 2013. Sebab, pada dua pilgub sebelumnya, calon yang diusung PKB selalu kalah karena warga NU tidak satu suara mendukung kandidat yang diusungnya.

Pada Pilgub Jatim 2008, misalnya, pasangan calon yang diusung PKB, yaitu Achmady-Suhartono (Achsan) hanya memperoleh 8,21 persen suara. Hal tersebut tidak lepas dari beberapa tokoh NU, seperti Saifullah Yusuf, Khofifah Indar Parawansa, dan Ali Maschan Moesa yang ikut maju dalam pemilihan kepala daerah yang diusung oleh lawan politik PKB.

Hal yang sama juga terjadi pada Pilgub Jawa Timur 2013. PKB yang mengusung pasangan Khofifah Indar Parawansa - Herman S Sumawiredja lagi-lagi kalah karena tokoh NU lain juga maju pada gelaran pilkada tersebut.

Berdasarkan Surat Keputusan KPU Jawa Timur, pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf menang dalam Pilgub Jatim 2013. Pasangan petahana tersebut meraih 8.195.816 suara atau 47,25 persen. Posisi kedua yakni pasangan Khofifah-Herman (Berkah) meraih 6.525.015 suara atau 37,62 persen.

Kemudian pasangan Bambang-Said yang diusung PDI Perjuangan di urutan ketiga dengan raihan 2.200.069 suara atau 12,69 persen. Dan terakhir pasangan Eggi-Sihat (jalur independen) dengan perolehan 422.932 suara atau 2,44 persen.

Baca juga artikel terkait PILGUB JATIM 2018 atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Politik
Reporter: Abdul Aziz
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti