tirto.id - Setidaknya 219 Kartu Jakarta Pintar (KJP), salah satu program jaminan sosial dari Pemprov DKI untuk siswa miskin, digadaikan oleh orang tua murid kepada Tanti Andriani, pemilik toko di kawasan Kalideres, Jakarta Barat.
Tanti mengaku memberikan pinjaman uang dengan jaminan KJP karena iba. "Saya tadinya juga berawal dari orang susah, jadi kalau ada yang minta bantu ya ada rasa iba," kata Tanti, dikutip dari Antara, Rabu (16/5/2020).
Tanti bilang ada pula orang tua murid yang hendak menggadai barang lain seperti ponsel dan STNK kendaraan. Tapi ia tidak menerimanya sebab menurutnya akan semakin menyusahkan orang tua murid. Tapi toh masih ada saja yang mendatanginya meminjam uang. Tak semua ia penuhi, tentu. "Apalagi sekarang kalau enggak ada jaminan. Soalnya enggak tahu mereka tinggal di mana," katanya.
Meski kerap meminjamkan uang, dia menegaskan diri bukan rentenir yang memungut bunga besar dari orang-orang kecil. Ia membantu "lebih ke unsur kasihan."
Isu 'jual KJP' mencuat ketika Tanti diancam oleh wartawan dan polisi gadungan. Tanti diminta sejumlah uang dan jika tidak diberi akan dihukum. Untungnya dia tidak mengikuti permintaan itu dan memilih lapor ke Polsek Kalideres, Jakarta Barat. Polisi asli menyatakan Tanti tak menyelewengkan KJP. "Pemilik toko tidak melakukan penyelewengan KJP," kata Kanit Reskrim Polsek Kalideres AKP Syafri Wasdar kepada reporter Tirto, Kamis (16/7/2020).
Sebaliknya, mereka menetapkan polisi dan wartawan gadungan sebagai tersangka, Selasa 14 Juli kemarin.
Setelah polisi memeriksa orang tua murid, baru diketahui kalau KJP belum cair. Itu artinya, mereka tidak bisa menggunakannya untuk membeli perlengkapan sekolah, padahal saat ini sudah memasuki tahun ajaran baru. "Mereka nunggu KJP cair lama, bisa sampai tiga bulan. Lalu toko ini mau menampung. Nanti setelah cair, tinggal dipotong jumlah pemakaiannya, setelah itu dikembalikan."
Hal serupa diungkapkan salah seorang ibu yang anaknya baru masuk SMP kepada reporter Tirto. Ia mengatakan KJP belum cair dan karena itu terpaksa meminjam uang untuk membeli seragam sekolah.
Kepala Suku Dinas Pendidikan I Jakarta Barat Agus Ramdani menegaskan menggadaikan KJP itu melanggar aturan. Sementara Dinas Pendidikan (Disdik) DKI belum mau memberikan komentar perihal kasus ini. Alasannya, mereka masih menunggu hasil pemeriksaan Polsek Kalideres, padahal Polres Jakbar telah memberikan keterangan sejak Selasa (14/7/2020) kemarin, bahwa pemilik toko tidak bersalah.
"Rupanya kasus ini sedang dalam proses penanganan pihak berwajib. Kami tunggu hasil pemeriksaannya," kata Kepala Sub Bagian Humas Disdik DKI Jakarta Sonny Juhersoni kepada reporter Tirto, Rabu (15/7/2020).
Jangan Hanya Menyalahkan
Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP Johny Simanjuntak meminta dinas pendidikan melakukan pengawasan dan mitigasi. Ia menegaskan kalau pemprov harus sejak awal mengedukasi warga kalau KJP digunakan hanya untuk kebutuhan pendidikan, bukan untuk kepentingan lain dengan cara digadaikan.
Laman resmi menyebut dana dari KJP "hanya dapat digunakan untuk belanja di toko perlengkapan pendidikan." Uang dari KJP juga "dapat ditarik tunai untuk uang saku dan transportasi," selebihnya tidak boleh.
"Jadi mereka tercerahkan dan tahu subsidi yang dikasih oleh pemerintah itu untuk kebutuhan pendidikan," kata dia kepada reporter Tirto, Kamis (16/7/2020).
Ia juga meminta agar pencairan KJP jangan sampai telat, sehingga mengakibatkan penanggung siswa pemegang KJP kebingungan. Senin 13 Juli kemarin telah dimulai tahun ajaran baru. Meski kegiatan belajar mengajar belum diadakan, para orang tua murid pasti sudah ancang-ancang mempersiapkan segala kebutuhan sekolah. "Selain untuk sekolah, mereka juga kan butuh untuk kebutuhan sehari-hari. Apalagi kalau mereka yang terdampak COVID-19," tambahnya.
Sementara Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji meminta Pemprov DKI Jakarta tidak sekadar menyalahkan, tapi menyelesaikan pangkal masalahnya: KJP telat cair. "Jika memang mereka gadaikan gara-gara telat cair, maka pemerintah harus koreksi dan ada mekanisme pencairan yang tepat waktu," kata dia kepada reporter Tirto, Kamis (16/7/2020).
Ia juga meminta Pemprov DKI melakukan audit terkait penerima KJP. Menurutnya selama ini banyak siswa kaya menerima KJP, sementara yang kurang mampu justru tidak dapat. Tahun lalu Dinas Pendidikan DKI menyatakan ada 81 ribu penerima KJP memiliki mobil--tanda mereka mampu atau minimal tidak miskin.
"Selama ini tampaknya pemerintah melakukan pembiaran. Akibatnya uang negara tidak tepat sasaran dan pemborosan anggaran," pungkasnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Rio Apinino