tirto.id - Kartu Jakarta Pintar (KJP) pertama kali diluncurkan ketika Joko Widodo menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, pada 10 November 2012. Kartu tersebut bertujuan untuk peningkatan akses pendidikan bagi pelajar Jakarta. Akan tetapi tak lama setelah Anies Baswedan menjadi Gubernur DKI Jakarta, aliran dana ke KJP beberapa pelajar Jakarta mendadak lenyap.
Sulaiman, warga Karet Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan mengaku heran dengan sistem KJP saat ini. Sebab anaknya tak lagi mendapatkan manfaat dari kartu tersebut setelah lulus dari SD pada pertengahan 2017 lalu.
"Padahal anak saya kelas 3 SD, sampai kelas 6 SD [dapat KJP]. Eh pas SMP, masuk MTS enggak dapat lagi," keluh Sulaiman kepada reporter Tirto, Rabu (12/9/2018).
Muhammad Djafar Al Zikir, anak Sulaiman, kini duduk di bangku kelas 8 MTS Darul Muttaqim, Jakarta Selatan. Karena aliran dana KJP macet, Sulaiman harus mencari uang tambahan dengan menjadi sopir ojek daring. Jika hanya mengandalkan upah kerjanya sebagai satpam di perusahaan swasta, tak akan cukup untuk membeli keperluan sekolah anaknya.
"Istri di rumah saja, enggak kerja. Kalau saya shift malam ya siangnya narik [ojek daring]," ujar Sulaiman.
Hal serupa juga disampaikan oleh Runtiyati, warga Kampung Sedikit, Jakarta Selatan. Kepada reporter Tirto, ia menyampaikan kegusaran lantaran kerap diberi harapan kosong oleh pejabat tata usaha di sekolah anaknya.
Tiap pergantian semester, ibu dua anak itu selalu mengisi formulir pendaftaran penerima KJP di sekolah anaknya. Namun hingga kini, anak sulung Runtiyati yang bernama Dwiki Aryan dianggap tak layak mendapatkan KJP.
"Waktu kelas 2 SMA dapat, tapi, pas naik kelas 3, sudah saya daftarin, malah enggak ada uang lagi yang masuk," imbuhnya.
Bahkan, kata Runtiyati, di periode awal ketika anaknya baru mendapat KJP, uang yang bisa dicairkan tidak sesuai dengan besaran yang telah ditetapkan pemerintah. Sesuai dengan program pemerintah Provinsi DKI Jakarta harusnya anak Runtiyati mendapat dana KJP sebesar Rp 375 ribu per bulan pada medio 2017 dan Rp 420 ribu untuk KJP Plus sejak awal 2018.
"Waktu ditarik, kan buat belanja, cuma Rp 200 ribu. Terus pas ditarik lagi enggak ada. Sampai bulan-bulan seterusnya kayak gitu. Baru ada lagi malah pas mau naik kelas 3 itu," ujar Runtiyati.
Sementara anak bungsu Runtiyati bernama Cinta Tityan yang kini duduk di bangku kelas 3 SD Negeri 01 Pagi Karet Kuningan, tak pernah menerima KJP. Meski tiap tahunnya, kata Runtiyati, "Saya daftar terus. Sampai saya ngadu juga ke DPRD."
Anggaran Naik Tapi Penerima Dana KJP Berkurang
Keluhan beberapa warga Jakarta terkait KJP direspons Ketua Fraksi PDI-Perjuangan DPRD DKI, Gembong Warsono. Dia menuturkan, di zaman Anies Baswedan menjadi Gubernur DKI Jakarta, KJP di era Jokowi dibubuhi atribusi “Plus”. Jumlah uang yang diberikan pada setiap pemegang KJP pun ditambah.
"Sampai hari ini plusnya itu belum kelihatan,” tegas Gembong, Rabu (12/9/2018). Kritik tersebut ia lontarkan dalam rapat Badan Anggaran di DPRD DKI Jakarta.
Berdasarkan data dari Unit Pelaksana Teknis Pusat Pelayanan Pendanaan Personal dan Operasional Pendidikan (UPT P4OP) yang diterima reporter Tirto, tercatat hingga kini sudah ada 927.380 orang tua siswa yang mendaftar sebagai calon penerima KJP. Angka calon penerima ini lebih banyak dibandingkan jumlah penerima dan anggaran yang dialokasikan untuk penerima KJP Plus 2018.
Dari data Dinas Pendidikan DKI Jakarta, didapati anggaran untuk KJP Plus tahun ini sebesar Rp 3,9 triliun untuk 872.024 siswa dari jenjang sekolah dasar hingga menengah atas.
Untuk siswa tingkat SD atau MI, KJP yang disalurkan sebesar Rp 250 ribu per bulan, siswa SMP atau MTS menerima Rp 300 ribu per bulan, dan siswa SMA akan menerima Rp 420 ribu per bulan.
Pada semester 1 tahun anggaran 2018, realisasi anggaran untuk KJP sebesar Rp 1,8 triliun. Pelajar yang mendapatkan aliran dana itu sebanyak 805.015 siswa.
Jika pendaftaran untuk para orang tua mengajukan KJP ditutup hari ini, maka perkiraan jumlah siswa yang tak bisa menerima KJP sebanyak 55.356 siswa. Angka tersebut didapat dari selisih antara jumlah pendaftar sebanyak 927.380 siswa dengan kuota yang diberikan Dinas Pendidikan yaitu 872.024 siswa.
“Plusnya yang muncul, yang dirasakan oleh masyarakat adalah,” lanjut Gembong Warsono, “penurunan jumlah penerima KJP.”
Dalih Selisih Tahun Anggaran
Plt Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Bowo Irianto, menepis anggapan berkurangnya penerima manfaat KJP Plus. Menurutnya jumlah penerima manfaat kartu tersebut memang fluktuatif atau kerap berubah-ubah.
Hal tersebut kata Bowo, tak lepas dari perbedaan masa tahun anggaran dengan tahun ajaran peserta didik. Jika tahun anggaran dimulai pada Januari hingga Desember, tahun ajaran baru dimulai pada pertengahan tahun atau bulan Juni. Risikonya data penerima KJP harus diperbarui setiap semesternya.
Selain itu, kata Bowo, data siswa penerima manfaat KJP saat ini juga berbeda karena tak lagi berasal dari Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Melainkan data mutakhir yang diolah secara mandiri oleh instansinya.
Problemnya, kata Bowo, "KJP ini harus diperjuangkan, orang tua yang kemudian harus memperbarui 6 bulan sekali, melakukan pendaftaran di sekolah. Jadi bukan sekali terima pasti langsung seumur-umur akan terima KJP."
Lantaran itu lah, Bowo berharap para orang tua siswa segera mendaftarkan anak-anaknya untuk menerima KJP Plus hingga batas waktu pendaftaran 19 September tahun ini.
"Bagi masyarakat yang masih memenuhi syarat dan belum terakomodir, silakan datang ke sekolah, karena pendaftarannya hanya satu pintu melalui sekolah," ujar Bowo.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Dieqy Hasbi Widhana