tirto.id - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membolehkan siswa penerima Kartu Jakarta Pintar (KJP) menerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang didistribusikan pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Hal itu diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kartu Jakarta Pintar Plus yang diteken Anies Baswedan pada 26 Januari 2018. (PDF)
Dalam beleid tersebut, larangan menerima bantuan lain dari pemerintah pusat dan daerah yang sebelumnya diatur dalam Pergub nomor 141 tahun 2016 dihilangkan. Ini sejalan dengan apa yang kerap disampaikan Anies sejak masa kampanye: bahwa dirinya bakal tetap menghadirkan KJP Plus dan KIP bagi warga tak mampu.
“Kalau sekarang, berdasarkan Pergub yang ada dan diinstruksikan sama Pak Gubernur, kan mereka boleh terima bantuan lain. Jadi nanti Kemendikbud bisa distribusikan kartunya masuk ke Jakarta," ujar Sekretaris Dinas Pendidikan DKI Jakarta Susi Nurhati saat dihubungi Tirto, kemarin (28/8/2018).
Susi menjelaskan distribusi KIP dikoordinir langsung di bawah Ditjen Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (PAUD dan Dikmas) serta Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen).
Data siswa yang digunakan untuk distribusi kartu KJP Plus dan KIP juga berbeda. Untuk KJP Plus, Pemprov DKI menggunakan data mutakhir yang diolah secara mandiri, sementara di Kemendikbud, kata Susi, "mereka pakai data pokok dinas pendidikan (Dapodik).” Biasanya, kata Susi, penyalurannya dilakukan langsung ke sekolah-sekolah yang ada di daerah.
Setiap bulan, siswa di DKI menerima bantuan dari KJP Plus secara beragam. Untuk siswa tingkat SD/MI, biaya KJP yang disalurkan sebesar Rp 250 ribu/bulan, siswa SMP/MTS akan menerima Rp 300 ribu/bulan, dan siswa SMA akan menerima Rp 420 ribu/bulan.
Untuk KIP, siswa akan menerima bantuan setiap tahun. Besarannya siswa SD/MI mendapat Rp 450 ribu, siswa SMP/MTS mendapat Rp 750 ribu, dan siswa SMA mendapat Rp 1 juta.
Sekretaris Ditjen PAUD dan Dikmas Kemendikbud Sutanto menyampaikan distribusi KIP di Jakarta untuk siswa baru tahun ajaran 2018-2019 bisa dilakukan setelah surat keputusan pada masing-masing direktorat pendidikan di Kemendikbud terbit.
Namun, instansinya perlu merekap terlebih dahulu data siswa yang berhak menerima kartu tersebut. Data itu berasal dari data pokok siswa (Dapodik) dengan data penduduk miskin Jakarta di Kementerian Sosial (Kemensos) yang telah diselaraskan ke dalam Basis Data Terpadu (BDT) Kemendikbud.
“Data anak-anak miskin di Jakarta kan ada di Kementerian Sosial yang pengumpulannya bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik. Kalau di BDT itu kan data campuran, semua usia, yang sebelumnya kami matching-kan antara [data] Kemensos dengan Dapodik kita,” kata Sutanto saat dihubungi Tirto.
Dalam waktu dekat, Kemendikbud bakal mengkonfirmasi ulang Pergub 4/2018 untuk kemudian menerbitkan SK soal distribusi KIP. SK itu nantinya dikirim ke bank yang menjadi mitra Kemendikbud, Disdik DKI, serta sekolah-sekolah di Jakarta. Jika tak ada aral melintang dan BDT siswa Jakarta sudah siap, distribusi KIP dapat dilakukan dalam waktu dekat.
“Karena dananya sudah ada. Jadi kami menganggarkan itu, ngitungnya se-Indonesia. Jadi di KIP hitungannya anak keluarga miskin yang ada di sekolah, sekolah [daerah]/mana saja,” imbuhnya.
Berpotensi Disalahgunakan
Menurut Sutanto, regulasi yang memperbolehkan KIP diterima siswa Jakarta seharusnya sudah ada sejak lama. Alokasi anggaran untuk Program Indonesia Pintar, termasuk pemberian KIP, cukup besar dan mubazir jika tidak tersalurkan dengan baik.
Lagi pula, kaga Sutanto, jika dibandingkan harga kebutuhan hidup Jakarta yang cukup tinggi, "uang dari KIP ini juga enggak banyak-banyak banget." Meski demikian, ia juga mengakui ada kelemahan dalam sistem pencairan KIP ke rekening siswa tiap tahun sekali, yakni penyalahgunaan uang baik oleh siswa maupun orang tua siswa.
Soal ini juga disoroti Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta Pantas Nainggolan. Politikus PDI Perjuangan ini mengkritisi lemahnya pengawasan terhadap penggunaan uang KIP dan KJP Plus. Ia menyebut, uang dalam jumlah besar yang diberikan secara cuma-cuma kepada siswa tanpa pengawasan justru kontraproduktif dengan tujuan yang hendak dicapai.
Ini justru berpotensi membentuk pola konsumsi siswa yang berlebihan dan kurangnya rasa tanggung jawab siswa atas apa yang diberikan pemerintah. “Apalagi ini dua-duanya bisa dicairkan. Siapa yang bisa jamin kalau uang itu benar-benar dibutuhkan buat [mendukung] belajar mereka,” tuturnya kepada Tirto.
Oleh karena itu, kata Pantas, Gubernur Anies perlu mengubah kembali aturan yang ia keluarkan dan mengembalikannya ke aturan lama. “Yang terjadi ini adalah double penerimaan APBN dan APBD, yang justru mengurangi sebaran KIP dan juga berkurangnya penerima manfaat KIP di luar Jakarta.”
----
Revisi Selasa 28 Agustus 2018 pukul 15.06 WIB. Sebelumnya kami menulis KPI per bulan, padahal seharusnya KIP itu per tahun. Kami mohon maaf atas kekeliruan ini. Judul juga kami revisi, tadinya "Siswa SMA DKI Bakal Dapat "Uang Jajan" Sebesar UMP Jateng dan Yogya".
Penulis: Hendra Friana
Editor: Mufti Sholih