tirto.id - Hari Buruh Sedunia (May Day) tahun ini berbeda dari lima tahun lalu. Jika pada 2014 May Day jatuh sebelum pilpres, maka tahun ini sebaliknya.
Lima tahun lalu, May Day jadi ajang kampanye para capres. Ketika itu Prabowo Subianto datang ke Gelora Bung Karno, menghadiri May Day Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) pimpinan Said Iqbal. Di sana Prabowo menegaskan bahwa dia akan memenuhi 10 tuntutan buruh.
Sebagai gantinya, KSPI menyatakan dukungan penuh terhadap bekas Danjen Kopassus dan mantu Soeharto ini.
Sementara Joko Widodo mengundang Komite Aksi Perempuan (KAP) ke rumah dinasnya di Menteng, Jakarta Pusat.
Meski berdasarkan hasil hitung cepat sejumlah lembaga Prabowo-Sandiaga Uno kalah dari Jokowi-Ma'ruf Amin dalam Pilpres 2019, KSPI toh tetap mengundang Prabowo tahun ini. Prabowo dijadwalkan berorasi di GBK.
Dikritik Serikat Lain
Apa yang dilakukan KSPI ini lantas dikritik serikat lain. Ketua Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi) Ellena Ekarahendy mengatakan langkah KSPI sama sekali tak tepat. Sebab, katanya, May Day adalah momentum yang mestinya diisi oleh narasi para pekerja.
Narasi pekerja yang Ellena maksud adalah cerita-cerita tentang bagaimana para pekerja menjalani hidupnya sehari-hari, di tengah "gencatan logika ekonomi [yang] berporos [pada] profit before people".
Memberikan 'panggung' kepada Prabowo atau politikus lain yang menurutnya tak pernah benar-benar berkomitmen terhadap para pekerja sama saja menihilkan narasi yang semestinya muncul itu. Dan itu konyol belaka, katanya.
"Buat apa hari bersejarah bagi pekerja ini harus diisi lagi dengan omong kosong kontestan yang sudah terlalu banyak merebut ruang kita untuk bicara? Biarkan hari pekerja diisi oleh narasi para pekerja. Jangan jadikan May Day sebagai ajang untuk membodohi massa pekerja yang tak kunjung terwakili oleh para politisi—atau bahkan elite serikat itu sendiri," katanya kepada reporter Tirto, Senin (29/4/2019).
Ketua Harian Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Syukur Sapto juga mengatakan kehadiran Prabowo tak lagi relevan, apalagi kemungkinan besar dia akan kalah (lagi).
"Pilpres, kan, sudah selesai. Yang dibicarakan sekarang harusnya kan PP 78 [tentang Pengupahan]," kata Sapto kepada reporter Tirto.
Pada 2014 lalu, KSPSI Syukur Sapto menyatakan dukungan terhadap Jokowi-Jusuf Kalla. Pun dengan tahun ini. Meski jagoannya kemungkinan menang, namun Syukur menegaskan bahwa pada May Day nanti mereka tak akan mengundang Jokowi. Alasannya sama: bahwa kehadiran capres tak lagi relevan karena pilpres sudah selesai.
Meminta Jokowi memenuhi janjinya kepada para buruh tak mesti dilakukan dengan mengundang yang bersangkutan, kata Syukur.
Sementara Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Ilhamsyah, mengatakan pada dasarnya mengundang Prabowo atau politikus lain adalah hak masing-masing serikat. Hanya saja dia berharap kedatangan bekas cawapres Megawati Sukarnoputri pada Pilpres 2009 tak lantas menomorduakan esensi May Day itu sendiri.
"Menyuarakan kepentingan kelas pekerja, kepentingan rakyat kali ini," tegasnya kepada reporter Tirto.
Tetap Dianggap Relevan
Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI, Kahar S Cahyono, menjawab kritik tersebut dengan mengatakan ini adalah bentuk komitmen mereka mendukung Prabowo sampai hasil akhir dari KPU keluar.
Kahar juga bilang Prabowo datang untuk menegaskan janji dia terhadap para pekerja.
"Ini sekaligus memastikan Prabowo masih aware terhadap tuntutan buruh dan rakyat," kata Kahar kepada reporter Tirto.
Menurut Kahar, meski pada akhirnya Prabowo kalah, namun tuntutan dari KSPI tetap bisa diperjuangkan, misalnya oleh Gerindra. Dengan kata lain, kehadiran Prabowo tetap penting terlepas dari bagaimana hasil akhir penghitungan suara nanti.
"Kami tidak menganggap ini kontraproduktif," tegasnya.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino