Menuju konten utama
Timnas Indonesia

Menguji Kelayakan Bima Sakti sebagai Pelatih Timnas

PSSI menghentikan kerjasama dengan Luis Milla lalu menunjuk Bima Sakti sebagai pelatih Timnas Indonesia untuk Piala AFF 2018.

Menguji Kelayakan Bima Sakti sebagai Pelatih Timnas
Bima Sakti. ANTARA/Puspa Perwitasari

tirto.id - “Saya berharap yang terbaik untuk (Luis) Milla. Kemarin, dia WA (WhatsApp) saya dengan ada tulisan ‘see you’. Mungkin sampai jumpa lagi, tapi tidak tahu bakal bertemu di mana,” ungkap Bima Sakti dalam konferensi pers usai laga Timnas Indonesia vs Hong Kong di Stadion Wibawa Mukti, Cikarang, Selasa (16/10/2018).

Bima Sakti memang tidak tahu kapan akan berjumpa lagi dengan Luis Milla. PSSI -yang sebelumnya mengklaim telah memperpanjang kontrak Milla- akhirnya memutuskan tidak bekerjasama lagi dengan pelatih asal Spanyol itu, dan menunjuk Bima Sakti sebagai juru taktik Timnas Indonesia senior.

Itu artinya, Bima Sakti harus segera bersiap menghadapi Piala AFF 2018. Indonesia kali ini diharapkan juara setelah berkali-kali gagal di final. Persoalannya, apakah Bima Sakti sudah layak menjadi pelatih Timnas Indonesia senior?

Galaksi Sepakbola Bima Sakti

Bima Sakti Tukiman tentunya sudah sangat dikenal di persepakbolaan nasional. Lahir di Balikpapan, Kalimantan Timur, pada 23 Januari 1976, sosok kekar ini ibarat punya galaksi sendiri di pentas sepakbola tanah air. Bima Sakti menjalani kariernya di lapangan hijau profesional dalam tempo yang terbilang panjang, selama 23 tahun.

Ia menjadi bagian dari skuad impian yang tergabung dalam program PSSI Primavera pada awal dekade 1990-an. Bersama Kurniawan Dwi Yulianto, Kurnia Sandy, Eko Purdjianto, Anang Ma’ruf, Yeyen Tumena, Supriono, dan beberapa nama legenda lainnya, Bima Sakti dikirim ke Italia.

Trio Bima Sakti, Kurniawan, dan Kurnia Sandy bahkan berkesempatan menimba ilmu di salah satu tim Liga Italia Serie A, Sampdoria, meskipun bukan di skuad utama. Kini, ketiganya bersatu kembali dalam peran yang berbeda di jajaran kepelatihan Timnas Indonesia.

Dari Sampdoria, Bima Sakti pulang ke tanah air pada 1994 dan langsung bergabung dengan PKT Bontang yang bermarkas di Kalimantan Timur, dekat kampung halamannya. Pemain yang berposisi sebagai gelandang ini memperkuat PKT Bontang yang tampil di Liga Indonesia edisi pertama hasil penggabungan Perserikatan dan Galatama.

Bima Sakti kala itu merupakan salah satu pemain muda paling berbakat yang dimiliki Indonesia. Sejumlah klub luar negeri pun tertarik untuk menjajalnya, termasuk Helsingborgs IF dari Swedia.

Bermain 12 laga dan menyumbangkan 2 gol untuk PKT Bontang, Bima Sakti akhirnya diterbangkan ke Eropa. Sayangnya, ia tidak memperoleh kesempatan merumput bersama Helsingborgs IF dan memilih pulang setahun berselang.

Di Liga Indonesia, karier Bima Sakti justru melesat sejak musim 1996/1997. Ia langsung menjadi tulang-punggung Pelita Jaya di usia muda, 20 tahun. Selanjutnya, Bima Sakti kerap berpindah klub, dari PSM Makassar, PSPS Pekanbaru, Persiba Balikpapan, Persema Malang, Perseba Bangkalan, Mitra Kukar, hingga Persegres Gresik United.

Bima Sakti juga menjadi andalan Timnas Indonesia selama periode itu, termasuk bersama rekan-rekan seangkatannya di skuad PSSI Primavera dulu. Mengemas 58 caps dan 12 gol, kapten tim Garuda ini menyatakan pensiun dari timnas pada 2001.

Di level klub, karier sepakbola Bima Sakti terus berlangsung. Dari 1994 hingga 2017, ia telah tampil dalam 230 laga bersama 10 klub profesional dengan mengoleksi 12 gol. Bima Sakti dikenal sebagai gelandang jangkar yang tangguh serta memiliki tendangan keras bak geledek.

Setelah sempat beberapa kali tertunda, ia akhirnya gantung sepatu pada awal 2017 di Persiba Balikpapan dan sempat menjadi asisten pelatih di klub dari tanah kelahirannya itu. Bima Sakti semakin mantap pensiun sebagai pemain setelah ditunjuk mendampingi Luis Milla di Timnas Indonesia.

Setelah Kepergian Luis Milla

Laga pertama yang dilakoni Timnas Indonesia setelah Luis Milla pulang ke Spanyol usai Asian Games 2018 adalah melawan Mauritius pada 11 September 2018. Namun, Bima Sakti absen karena menjalani sanksi yang didapatnya saat Indonesia menghadapi Uni Emirat Arab (UEA) di babak 16 besar Asian Games 2018 lalu.

Sebagai gantinya, dua rekan seangkatan Bima Sakti di skuad PSSI Primavera dulu, yakni Kurniawan Dwi Yulianto serta Kurnia Sandy, bertugas mendampingi Boaz Solossa dan kawan-kawan dalam laga ujicoba kontra Mauritius tersebut. Hasilnya, Indonesia menang 1-0 berkat gol telat Evan Dimas Darmono.

Bima Sakti akhirnya melakoni “debut” sebagai pelatih Timnas Indonesia –kendati masih berstatus caretaker– ketika tim Merah-Putih menjajal Myanmar pada 10 Oktober 2018, juga dalam pertandingan persahabatan. Indonesia menang dengan skor mantap 3-0.

Yang teranyar, Bima Sakti kembali memimpin skuad Garuda di laga ujicoba berikutnya melawan Hong Kong tanggal 16 Oktober 2018 yang baru lalu. Sayangnya, kali ini Timnas Indonesia batal menang dan hanya meraih hasil imbang 1-1.

Bima Sakti beruntung sempat menjadi asisten pelatih Luis Milla, baik di Timnas U23 maupun senior. Milla memang memiliki jejak rekam yang bagus sebagai pemain juga pelatih, khususnya di level tim nasional muda. Mantan gelandang Barcelona, Real Madrid, dan Valencia ini pernah membawa Spanyol U21 merengkuh gelar juara Piala Eropa 2011.

Tanpa Milla di tiga laga terakhir, penampilan timnas senior tetap relatif enak ditonton, tidak lagi main tanpa arah seperti yang biasanya dipertunjukkan. Duet Bima Sakti dan Kurniawan, juga Kurnia Sandy sebagai pelatih kiper, berupaya melanjutkan pondasi yang telah dibangun Milla selama satu setengah tahun terakhir.

Bima Sakti Atau Tetap Luis Milla?

Sebenarnya, ada beberapa nilai plus jika PSSI menunjuk Bima Sakti sebagai pelatih timnas senior ketimbang terus memainkan saga Luis Milla, kendati tetap saja mengandung risiko.

Nilai lebih yang pertama, Bima Sakti setidaknya sudah mengetahui cara Milla melatih, juga konsep yang diterapkan pelatih asing itu. Dengan demikian, cara main skuad Garuda bisa diharapkan tidak akan jauh-jauh dari apa yang selama ini dirintis Milla.

Pilihan pemain yang dipanggil Bima Sakti ke Timnas Indonesia senior pun mengikuti apa yang Milla lakukan, yakni memadukan pemain berpengalaman dengan pemain muda. Komposisi pemain muda di skuad Garuda saat ini bahkan lebih dominan dan sangat menjanjikan jika ditangani dengan tepat.

Akses bagi jajaran pelatih Timnas Indonesia jika dipimpin Bima Sakti untuk memantau para pemain pun jauh lebih mudah. Di samping itu, tidak ada lagi kendala bahasa seperti yang dialami pada era Luis Milla atau Alfred Riedl.

Kedua, biaya untuk mempertahankan Luis Milla terbilang sangat besar. Upah Bima Sakti dan kawan-kawan tentunya tidak setinggi Milla yang menerima hampir 2 miliar rupiah tiap bulannya, nyaris setara dengan gaji pelatih Inggris, Gareth Southgate.

Infografik Bima Sakti tukiman

Keuntungan ketiga, Bima Sakti, serta Kurniawan dan Kurnia Sandy, tentunya amat paham dengan karakteristik sepakbola Indonesia, juga Asia Tenggara, berkat pengalaman mereka semasa memperkuat tim nasional maupun selama berkarier di klub-klub tanah air.

Keempat, faktor kedekatan batin pastinya juga memengaruhi. Dilatih oleh orang asing resapan nasionalismenya tentu saja kurang mendalam dibandingkan dengan pelatih lokal, terlebih legenda hidup sepakbola tanah air macam Bima Sakti, Kurniawan, atau Kurnia Sandy.

Thailand pernah merasakan kesan patriotik semacam itu saat Kiatisuk Senamuang menangani Teerasil Dangda dan kawan-kawan di tim nasional senior sejak 2014 hingga 2017.

Begitu pula Vietnam kala ditukangi oleh bek legendaris timnas mereka, Nguyen Huu Tang, pada 2016 sampai 2017 lalu.

Singapura di bawah besutan Fandi Ahmad kini sedang mengalaminya. Orang ini adalah legenda hidup persepakbolaan negeri singa dengan catatan 101 caps dan 55 golnya di tim nasional.

Maka, apabila ditanya apakah Bima Sakti pantas menjadi pelatih Timnas Indonesia senior apa tidak, jawaban yang mengiyakan boleh jadi bukan pilihan buruk, terlebih dengan beberapa pertimbangan yang dinilai lebih efektif daripada mempertahankan Luis Milla.

Namun, jika PSSI ternyata tetap memakai Milla seperti yang pernah dijanjikan ketua umumnya, Edy Rahmayadi, itu pun sangat bagus. Bima Sakti, Kurniawan, Kurnia Sandy, atau para pelatih muda lokal lainnya dapat belajar lebih lama dari eks pelatih Real Zaragoza tersebut.

Sekarang, PSSI telah memutuskan bahwa Bima Sakti akan mendampingi Timnas Indonesia di Piala AFF 2018. Terima kasih dan sampai jumpa lagi, Milla!

Baca juga artikel terkait TIMNAS INDONESIA atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Olahraga
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Ivan Aulia Ahsan