tirto.id - Air mata Luis Milla Aspas menetes di ruang ganti Stadion Wibawa Mukti, Cikarang, Jumat (24/8/2018) malam itu. Pria asal Spanyol ini teramat sedih karena langkah Timnas Indonesia U-23 yang dibesutnya terhenti di babak 16 besar dalam cabang sepakbola Asian Games 2018. Garuda Muda disingkirkan Uni Emirat Arab (UEA) lewat drama adu penalti.
Bima Sakti, asisten pelatih Timnas U-23, mengungkapkan betapa pilunya perasaan mentornya itu. Milla pernah terluka karena gagal juara La Liga dan dua kali kandas di final Liga Champions. “Tapi,” ungkap Bima, “sedihnya tidak seperti malam ini, lalu beliau menangis.”
Luis Milla sendiri menyesalkan terdepaknya Indonesia lebih cepat. “Bisa dibayangkan bagaimana perasaan kami. Sangat mengecewakan kalah dengan cara seperti ini, anak-anak sudah bekerja dengan sangat keras. Saya sempat emosi karena merasa kami tidak pantas tereliminasi,” tukasnya.
Evan Dimas dan kawan-kawan memang tampil cukup baik menghadapi lawan sekuat UEA. Sempat dua kali tertinggal, Indonesia mampu memaksakan hasil imbang 2-2 kendati tumbang di fase tos-tosan. Milla menyebut wasit Shaun Evans asal Australia sebagai biang keladi skuad asuhannya tersingkir.
“Buat saya, wasit tidak punya level sama sekali dan tidak pantas lagi untuk memimpin pertandingan di Asian Games. Saya masih tidak bisa menerima situasi ini,” geram pelatih berusia 52 tahun ini.
Milla langsung pulang kampung tak lama setelah kekalahan Timnas Indonesia U-23 itu. Kontraknya dengan PSSI memang hanya hingga Asian Games 2018 usai. Target semifinal telah gagal, dan kelanjutan masa depan Milla lantas menjadi tanda tanya.
Banyak pihak yang mendesak agar kontrak Milla dilanjutkan, akan tetapi tidak sedikit pula yang tak sependapat lantaran gaji mantan gelandang Barcelona, Real Madrid, dan Valencia ini terbilang amat besar.
Setara Gaji Pelatih Inggris
Status Luis Milla mengambang selama beberapa waktu pasca-Asian Games 2018. Sempat tersiar kabar bahwa PSSI belum membayar gaji Milla selama 3 bulan sebesar 6,9 miliar rupiah. Selain itu, dikabarkan pula Milla harus menalangi uang pembayaran sewa rumah selama pemusatan latihan di Bali dari Februari hingga Agustus 2018.
PSSI memang harus merogoh kocek yang cukup dalam untuk mengupah Milla yang digaji lebih dari 2 miliar rupiah tiap bulannya. Jumlah ini jauh lebih besar dari gaji Alfred Riedl yang “hanya” menerima 200 juta rupiah per bulan.
Gaji bulanan Milla juga paling tinggi di kawasan Asia Tenggara. Yang paling mendekati adalah pelatih tim nasional Thailand, Milovan Rajevac, yang dibayar 1,48 miliar rupiah saban bulan.
Jika dibandingkan dengan upah para pelatih tim nasional di Piala Dunia 2018 lalu, gaji Milla tidak terpaut terlalu jauh. Dikutip dari Mirror.co.uk, Gareth Southgate, pelatih Inggris, digaji 1,69 juta euro setahun atau setara dengan 2,9 miliar rupiah per bulan. Nominal yang sama juga diterima Carlos Queiroz, pelatih Iran. Keduanya menduduki peringkat ke-7 pelatih bergaji paling besar di event akbar yang diikuti 32 negara itu.
Upah Milla bahkan lebih banyak dari pelatih yang membawa Belgia juara ketiga di Rusia, Roberto Martinez, juga Zlatko Dalic yang sukses mengantarkan Kroasia menembus final Piala Dunia 2018. Martinez, menurut data yang dihimpun Totalsportek.com, dibayar 1,45 miliar rupiah/bulan, sedangkan Dalic cuma menerima 694 juta rupiah tiap bulannya.
Besaran gaji yang terbilang tinggi inilah yang kemudian membuat masa depan Milla di Timnas Indonesia menjadi perdebatan di internal PSSI hingga ke ranah publik. Bahkan, sempat beredar sejumlah calon pelatih yang dikabarkan bakal menggantikan posisi Milla.
Saat Timnas Indonesia melakoni laga uji coba melawan Mauritius pada 11 September 2018 lalu, Kurniawan Dwi Yulianto duduk sebagai pelatih kepala lantaran Bima Sakti masih terkena sanksi.
Hingga akhirnya, Rapat Exco PSSI tanggal 17 September 2018 memutuskan bahwa Luis Milla dipertahankan. Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi menilai kinerja Milla sejauh ini cukup memuaskan.
“Luis Milla telah memberikan kultur yang berbeda dan mengubah warna pesepakbolaan kita, sehingga kita tahu persis ke arah mana nanti kita melakukan pembinaan untuk pemain sepakbola Indonesia,” ujar Edy Rahmayadi, dikutip dari situs resmi PSSI.
Yang menjadi pertanyaan, apakah publik pencinta sepakbola Indonesia bisa bersabar dengan proses yang sedang dijalani timnas bersama Luis Milla? Terlebih dengan gaji besar yang harus dikeluarkan?
Jejak Kemilau Lulusan La Masia
PSSI memboyong Luis Milla pada awal Januari 2017 untuk menggantikan posisi Alfred Riedl. Milla datang ke Jakarta dengan seabrek prestasi yang cukup memukau, baik semasa ia masih menjadi pemain maupun pelatih.
Pria kelahiran Teruel, 12 Maret 1966 ini adalah jebolan akademi Barcelona, La Masia, satu angkatan di atas generasi Pep Guardiola dan kawan-kawan. Sempat menghuni skuad utama Barca hingga akhir dekade 1980-an, Milla membuat keputusan yang mengejutkan: membelot ke Real Madrid.
Bersama El Real selama 7 musim, Milla yang sebelumnya turut menyumbangkan sejumlah trofi saat masih memperkuat Barcelona semakin menambah pundi-pundi prestasinya. Dalam periode itu, ia juga sempat masuk ke skuad tim nasional Spanyol.
Sejak 1997, Milla bergabung dengan Valencia yang ternyata menjadi klub terakhir dalam kariernya. Di klub berlogo kelelawar ini, Milla sempat mengalami kepedihan luar biasa. Setelah gagal juara La Liga musim 1999/2000, Valencia juga dua kali beruntun kandas di final Liga Champions yakni pada 2000 dan 2001.
Luis Milla melanjutkan karier sebagai pelatih setelah gantung sepatu. Ia pernah membesut tim nasional usia muda, dari level U-19, U-20, U-21, hingga U-23. Milla juga sempat membesut klub UEA, Al Jazira, serta menukangi Real Zaragoza sebelum diboyong PSSI ke Indonesia.
Prestasi tertinggi Milla sebagai pelatih sejauh ini adalah membawa skuad muda Spanyol meraih juara Piala Eropa U-21 2011 usai mengalahkan Swiss di final dengan skor 2-0. Kala itu, Spanyol U-21 diperkuat nama-nama yang kini menjadi pesepakbola kelas dunia, termasuk David de Gea, Javi Martínez, Juan Mata, Thiago Alcantara, dan Ander Herrera.
Ekspektasi vs Kesabaran Publik
Pengalaman dan jejak prestasi itulah yang menjadi harapan PSSI ketika mendatangkan Luis Milla untuk menangani Timnas Indonesia meskipun dengan anggaran yang besar. Semula, Milla diproyeksikan melatih timnas senior, namun pada akhirnya merangkap sebagai pelatih Timnas Indonesia U-23 untuk Asian Games 2018.
Sosok Milla sendiri jauh lebih “bersahabat” dan membumi ketimbang pendahulunya, Alfred Riedl yang terkesan dingin serta kaku. Milla seringkali mengunggah foto-foto bersama anak-anak Garuda Muda di sosial media, berbeda dengan Riedl yang lebih tertutup.
Lantas, bagaimana kinerja Milla sejauh ini? Ada 6 laga yang telah dilaluinya bersama Timnas Indonesia senior. Dari 6 laga di bawah bimbingan Milla itu, pasukan Merah-Putih menang dua kali, imbang dua kali, serta kalah dua kali, termasuk saat dihantam Islandia dengan skor 1-4.
Sedangkan bersama Timnas Indonesia U-23 di Asian Games 2018, torehan Milla relatif lebih baik. Hansamu Yama Pranata dan kawan-kawan menjalani 5 pertandingan, 3 laga di antaranya berhasil dimenangkan, yakni mengalahkan Taiwan (4-0), Laos (3-0), dan Hong Kong (3-1).
Sementara 2 kekalahan dialami Timnas Indonesia U-23 ketika takluk dari Palestina (1-2) dan disingkirkan UEA melalui babak adu penalti.
Memang, secara hasil belum terlalu memuaskan. Namun, banyak pihak yang menilai, permainan Timnas Indonesia sudah mengalami peningkatan sejak ditangani Luis Milla, dan publik pecinta sepakbola nasional tentunya harus lebih bersabar.
Problema sepakbola nasional, terutama timnas, tidak hanya soal menang atau kalah, tapi lebih dari itu Masalah mental, pembinaan berkelanjutan, infrastruktur, gaya hidup, transparansi, dan lain-lain juga harus dibenahi. Tentunya kondisi di Indonesia berbeda dengan saat Milla membawa Spanyol U-21 juara Eropa.
Ekspektasi boleh tinggi, tapi juga harus tetap realistis. Kesabaran diperlukan kendati keputusan PSSI memperpanjang kontrak Milla dengan dana besar bisa saja menjadi bumerang apabila ternyata prestasi yang didambakan tidak kunjung diraih.
Nasib Luis Milla kini dihadapkan pada pertaruhan besar selanjutnya: Piala AFF 2018. Indonesia belum pernah menjuarai ajang bergengsi sepakbola kawasan ASEAN ini. Jika nantinya kembali gagal, bukan tidak mungkin Milla benar-benar harus mengucapkan selamat tinggal, dan Timnas Indonesia harus mulai dari nol lagi.
Editor: Ivan Aulia Ahsan