Menuju konten utama

Siklus Instan Pelatih Timnas Indonesia

Tidak banyak pelatih yang sanggup bertahan lebih dari 2 tahun di Timnas Indonesia. Apakah kebiasaan PSSI yang gemar berganti pelatih timnas akan kembali terulang pada pelatih baru nanti?

Siklus Instan Pelatih Timnas Indonesia
Pelatih Timnas Indonesia, Alfred Riedl. FOTO/affsuzukicup.com

tirto.id - Masa depan Alfred Riedl di Timnas Indonesia akan terkuak di Bandung setelah 8 Januari 2017 mendatang, saat PSSI menggelar kongres tahunan. PSSI memang belum menjanjikan apapun kepada Riedl kendati pelatih asal Austria itu mampu membawa tim Garuda ke final Piala AFF 2016 dengan segala kendala dan keterbatasan.

Peluang Riedl untuk tetap membesut pasukan Merah-Putih bahkan boleh dibilang cukup kecil. Pasalnya, PSSI menyatakan sudah mengantongi 10 kandidat pelatih yang nantinya bakal menangani dua skuad sekaligus yakni Timnas Indonesia senior dan tim nasional U23 di SEA Games 2017.

Yang menarik sebenarnya bukan hanya pada sosok siapa yang akan menjadi nahkoda armada Garuda nanti. Kebiasaan PSSI yang gemar bergonta-ganti pelatih timnas –yang terkadang didasari oleh “kepentingan” tertentu– juga cukup menggelitik untuk dikulik.

Setahun Dipakai, Buang!

Sejak era kemerdekaan Republik Indonesia, ada 37 nama yang pernah membesut tim nasional senior. Namun, dari semua sosok yang pernah menukangi Timnas Indonesia itu, hanya segelintir pelatih saja yang sanggup bertahan lebih dari 2 tahun.

Sebagian besar pelatih yang ditunjuk untuk mengawal Timnas Indonesia hanya dipakai dalam jangka waktu sewarsa saja. Bahkan, selama satu dekade pada 1974 hingga 1984, hampir tiap tahun timnas berganti pelatih, baik lokal maupun asing.

Tercatat, ada 10 orang yang silih-berganti memegang kendali tim Merah Putih selama satu dekade itu. Dari Aang Witarsa, lalu berturut-turut lanjut ke Wiel Coerver, Suwardi Arland, Frans van Balkom, Bernd Fischer, Harry Tjong, Sinyo Aliandoe, hingga trio Muhammad Basri, Iswadi Idris, dan Abdul Kadir.

Wabah pelatih instan melanda lagi sejak 1996. Kali ini, Danurwindo yang menjadi korban pertamanya, disusul Henk Wullems, Rusdy Bahalwan, Bernhard Schumm, Nandar Iskandar, Benny Dollo, hingga Ivan Kolev yang didatangkan pada 2002.

Beruntung, Kolev mampu mengantarkan Indonesia ke final Piala Tiger (Piala AFF) di tahun debutnya sehingga ia masih dipertahankan di tahun berikutnya. Pelatih asal Bulgaria ini baru dilengserkan pada 2004 setelah timnas tersingkir dari Piala Asia 2004, terhenti di babak penyisihan grup.

Melewatkan 3 tahun bersama top skor Liga Inggris 1980/1981, Peter Withe, dengan menjadi runner-up Piala AFF 2004, PSSI kembali menunjuk Kolev di Piala Asia 2007 yang digelar gotong-royong oleh Indonesia, Malaysia, Thailand, serta Vietnam. Kolev langsung dipecat karena Firman Utina dan kawan-kawan gagal lolos dari babak penyisihan grup di ajang sepakbola terakbar se-Asia itu.

Benny Dollo sempat menukangi timnas senior selama 2 tahun pasca periode Kolev. Setelah itu, memasuki dekade kedua abad ke-21, Timnas Indonesia kembali bongkar-pasang pelatih sampai saat ini. Polemik di tubuh PSSI, dengan munculnya dualisme kepengurusan bahkan dua timnas, menjadi alasan utama mengapa tim Merah-Putih seolah berjalan tanpa arah saat itu.

Periode 2010-2016 atau dalam tempo 6 tahun, timnas senior mendapat belaian dari 8 orang pelatih. Alfred Riedl bahkan 3 kali menukangi tim Garuda dalam 3 kesempatan yang berbeda, yakni 2010, 2013, dan 2016. Selain itu, ada sejumlah pelatih yang hanya bertahan beberapa bulan dalam periode ricuh itu, seperti Aji Santoso, Rahmad Darmawan dan Jacksen F. Tiago, Benny Dollo, serta Pieter Huistra.

Infografik Pelatih Timnas Terlama

Dari Guus Hiddink Sampai Indra Sjafri

Setelah Indonesia kandas di final Piala AFF untuk ke-5 kalinya pada akhir 2016 lalu, Menpora Imam Nahrawi kembali menggaungkan wacana perlu direkrutnya pelatih kelas dunia untuk membesut pasukan Garuda. Menpora menyebut nama Guus Hiddink, dan sebelumnya juga pernah mengusulkan Jose Mourinho sebelum The Special One asal Portugal itu resmi menangani Manchester United.

Imam Nahrawi bahkan menyatakan, pemerintah siap mendukung penuh apabila PSSI serius mendatangkan pelatih top. Namun, pihak PSSI hanya menjawab diplomatis terkait usulan Menpora tersebut. PSSI yang kini dipimpin oleh Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) Edy Rahmayadi tampaknya sudah punya rencana sendiri.

Setidaknya ada 10 nama yang diakui sudah dikantongi oleh PSSI. Kabarnya, ada 2 pelatih yang akan ditunjuk, satu pelatih bertugas menangani dua level usia timnas, yakni timnas senior dan U23 serta Timnas U19 dan U16.

Spekulasi pun mencuat terkait siapa 10 kandidat pelatih itu. Alfred Riedl masih masuk perhitungan, juga dua asisten setianya di Piala AFF 2016 lalu, yakni Wolfgang Pikal dan Hans Peter Schaller. Riedl sendiri pernah menyatakan masih tertarik kembali membesut Indonesia dengan ambisi tinggi: menghentikan dominasi Thailand di Asia Tenggara.

Selain trio petahana, terdapat pula sang pembesut PSM Makassar, Robert Rene Alberts. Pria asal Belanda ini pernah mengantarkan Arema juara Liga Indonesia dan sempat menjadi kandidat calon pelatih tim nasional Malaysia usai mundurnya Dollah Salleh pada 2015 lalu.

Nama Pieter Huistra juga mencuat lagi. Mantan asisten pelatih Ajax Amsterdam ini pernah menjadi Direktur Teknik PSSI dan sempat ditunjuk sebagai pelatih timnas senior senior meskipun nyaris tidak bekerja lantaran Indonesia terkena sanksi skorsing dari FIFA.

Mendekati waktu pengumuman, ada dua calon baru yang muncul, yaitu Raddy Avramovic dan Luis Fernandez. Nama pertama adalah pelatih gaek berusia 67 tahun asal Serbia yang sudah cukup berpengalaman menukangi tim nasional di negara-negara Asia, termasuk Asia Tenggara. Avramovic pernah membesut Oman, Kuwait, Singapura, dan Myanmar.

Sedangkan Luis Fernandez terbilang baru di kancah sepakbola Asia meskipun sempat menjadi pelatih klub Qatar, Al-Rayyan. Namun, pria Spanyol berpaspor Perancis ini memiliki portofolio yang cukup mentereng dalam karier kepelatihannya. Fernandez adalah mantan pelatih Cannes, Paris Saint Germain (PSG), Espanyol, Beitar Jerusalem, Real Betis, Reims, juga tim nasional Israel dan Guinea.

Guus Hiddink dan Mourinho? Lupakan!

Untuk pelatih lokal, para kandidat juru taktik timnas mengerucut pada 4 nama, yakni Indra Sjafri, Nil Maizar, Rahmad Darmawan, dan Rudy Eka Priyambada. Indra Sjafri dan Rudy Eka Priyambada disebut-sebut bakal bersaing sengit untuk memperebutkan posisi sebagai pelatih Timnas U19 sekaligus U16.

Indra Sjafri tentunya lebih familiar ketimbang Rudy Eka Priyambada. Pelatih yang kini berada di Bali United ini merupakan aktor utama yang sukses mengorbitkan Evan Dimas dan kawan-kawan semasa menukangi Timnas Indonesia U19 beberapa tahun silam.

Sedangkan Rudy Eka Priyambada adalah pelatih Celebest FC di kompetisi Indonesia Soccer Championship B (ISC B) 2016. Meskipun pamornya belum terlalu naik, namun jangan salah, eks asisten pelatih Mitra Kukar ini pernah cukup gemilang saat menangani klub Bahrain, Al Najma, sebelum pulang ke tanah air tahun lalu.

Berharap Bukan Pelatih Kilat Lagi

Perhatian lebih utama pastinya tertuju pada kandidat pelatih timnas senior. Tim Garuda selama ini selalu sulit mempersembahkan trofi bergengsi. Alih-alih bermimpi masuk putaran final Piala Dunia atau setidaknya bersaing di tataran Asia, untuk level Asia Tenggara pun Indonesia kini kepayahan, selalu gagal menjadi juara Piala AFF.

Di era baru PSSI pimpinan Edy Rahmayadi, ada baiknya untuk memberikan kesempatan yang lebih panjang lagi bagi arsitek timnas senior terpilih nanti, bukan cuma pelatih kilat, sekali pakai langsung dibuang.

Timnas Indonesia selama ini selalu bermasalah dengan semua hal yang serba mepet, dari persiapan, penunjukan pelatih, pemilihan pemain, dan seterusnya. Maka, kali ini pelatih terpilih nanti perlu dijajal lebih lama lagi dengan kontrak yang tidak hanya berdurasi pendek atau per event saja.

Riedl tentunya sudah paham betul segala hal tentang persepakbolaan Indonesia dan Asia Tenggara pada umumnya karena ia juga pernah menukangi Vietnam dan Laos. Oleh sebab itu, bukan sesuatu yang memalukan jika PSSI kembali menunjuk Riedl untuk membesut timnas senior.

Namun, bukan Riedl atau Pikal dan Schaller pun, seharusnya pelatih terpilih nanti bisa memberikan sesuatu yang lebih untuk Timnas Indonesia karena negeri ini memang kaya talenta sepakbola. Hanya diperlukan tangan yang tepat dan sedikit kesabaran untuk mewujudkan tim nasional yang bisa dibanggakan.

Prestasi terbaik Timnas Indonesia adalah ketika meraih medali emas SEA Games 1991. Kala itu, Widodo C. Putro dan kawan-kawan dibesut oleh pelatih asal Rusia, Anatoli Polosin. Dan prestasi tertinggi itu diraih di tahun terakhir Polosin yang menukangi Timnas Indonesia sejak 1987. Usai mengantarkan kejayaan Garuda di Manila kala itu, Polosin tidak lagi berada di timnas dan digantikan oleh Ivan Toplak yang ternyata gagal total.

Berkaca pada pada era Polosin, Timnas Indonesia rasa-rasanya memang memerlukan sentuhan yang lebih lama dari seorang pelatih, terlepas dari siapapun itu, entah Alfred Riedl, Nil Maizar, atau yang lain. Dan tentunya publik pencinta timnas harus lebih bersabar jika ingin melihat tim Garuda terbang tinggi meraih prestasi. Benar begitu?

Baca juga artikel terkait OLAHRAGA atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Olahraga
Reporter: Iswara N Raditya
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Zen RS