tirto.id - Mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebentar lagi menghirup udara bebas. Setidaknya demikian jika kita menghitung masa pidana dan hal-hal lain semisal remisi serta pengajuan pembebasan bersyarat disetujui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Mari kita telaah bersama.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis kepada Ahok pada Selasa, 9 Mei 2017. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu dianggap terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penodaan agama dan dihukum dua tahun penjara terhitung sejak pembacaan vonis oleh Majelis Hakim yang dipimpin Dwiarso Budi Santiarto.
Dari sini, dalam kondisi semua serba statis (misalnya tak ada remisi), kita sudah bisa memprediksi kalau Ahok bakal bebas pada 9 Mei 2019.
Faktanya, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham memberikan Ahok remisi atau pengurangan hukuman sebanyak 15 hari pada 23 Desember 2017, atau dua hari menjelang Natal. Ahok mendapatkan itu bersama 2.338 napi Nasrani lain.
Ia dapat remisi karena memenuhi sejumlah syarat administratif dan substantif. Di antaranya berkelakuan baik dalam kurun waktu enam bulan terakhir serta telah mengikuti program pembinaan dengan predikat baik.
Kita ingat-ingat dulu 15 hari ini. Sekarang kita bakal membahas apa yang disebut dengan pembebasan bersyarat, atau dalam KUHP Pasal 15 disebut "pelepasan bersyarat." Per definisi, pembebasan bersyarat adalah keluarnya napi lebih cepat dari vonis hakim karena syarat-syarat tertentu.
Pasal 14 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyebut kalau pembebasan bersyarat dapat diajukan keluarga napi jika yang bersangkutan telah melewati dua pertiga masa pidana, dengan ketentuan dua pertiga itu tidak kurang dari sembilan bulan.
Menurut Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2018, syarat pengajuan pembebasan bersyarat bakal lebih berat pada tiga kategori kejahatan: tindak pidana terorisme, narkotika, dan korupsi. Ahok tidak termasuk.
Dengan asumsi pengajuan pembebasan bersyarat disetujui, hitung-hitungannya jadi begini: Ahok dapat bebas setelah melewati masa kurungan kurang lebih satu tahun tiga bulan. Sebagai catatan, dalam KUHP satu tahun itu tidak sama dengan 12 bulan. 12 bulan berarti 360 hari, sementara satu tahun artinya 365 hari.
Itu artinya, selekas-lekasnya Ahok dapat bebas 455 hari setelah vonis hakim atau tepatnya pada 7 Agustus 2018. Maka, dengan menguranginya lagi dengan masa remisi yang telah didapat selama 15 hari tadi, perkiraan Ahok bakal bebas paling cepat pada 23 Juli nanti atau lebih dulu dari yang diperkirakan (beberapa media massa menyebut Ahok kemungkinan bebas pada Agustus).
Namun sekali lagi perlu digarisbawahi, tanggal-tanggal yang disebut di atas masih sebatas perkiraan. Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) Ade Kusmanto mempertegas ini.
Kepada Tirto, Selasa (10/7/2018) malam, Ade menegaskan kalau sejauh ini pembebasan bersyarat masih dalam proses. Belum ada keputusan final.
"Nanti belum tentu juga apakah bebas bersyarat, apakah bebas murni. Itu masih dalam pertimbangan. Berkas beliau akan disidang [dan bakal diputus] memenuhi syarat atau tidak," kata Ade.
Penulis: Rio Apinino
Editor: Mufti Sholih