tirto.id - “I make 1 minute videos. Daily.”
Kalimat tersebut tertera pada bagian ‘pengalaman’ laman LinkendIn Nuseir Yassin: travel vlogger (atau bisa juga disebut konten kreator) asal Israel yang populer lewat akun Facebook, Nas Daily.
Belum lama ini, rencana kedatangannya ke Indonesia ditolak oleh pemerintah. Belum jelas apa penyebabnya, tapi besar kemungkinan karena paspor Israelnya. Sebagaimana diketahui, Indonesia dan Israel memang tidak memiliki hubungan diplomatik. Yassin pun mengumumkan hal tersebut lewat Facebook Nas Daily pada 31 Agustus 2017 lalu.
Tautan ini hanya dapat dilihat oleh kalian. Dengan berat hati saya memberitahu bahwa saya ditolak masuk oleh negara kalian. Saya datang dari Singapura untuk mendaftarkan visa ke Indonesia sebab Indonesia adalah satu-satunya negara yang paling ingin saya kunjungi.
Untuk seorang Palestina-Israel seperti saya, semua tidak mudah. Anda harus melewati proses yang rumit dan mengisi berlembar-lembar perizinan. Saya mengikuti seluruh prosesnya, selangkah demi selangkah. Persis sebagaimana yang diperintahkan.
Hanya untuk kemudian diberitahu bahwa permohonan saya ditolak.
Saya tidak tahu kenapa, tapi sepertinya ini berhubungan dengan kepemilikan paspor Israel saya, meskipun saya sendiri seorang muslim. Saya tetap tidak diizinkan masuk.
Semoga status ini dapat menjadi pemberitahuan bagi mereka yang sudah berbaik hati untuk bertanya.
Saya sungguh ingin mengunjungi Indonesia. Saya ingin memperlihatkan kepada dunia keindahan Indonesia dengan cara seapolitis dan semurni mungkin. Sayangnya, hal tersebut tidak dapat muncul di Nas Daily. Setidaknya tidak dalam keadaan seperti sekarang.
Ini bukan perpisahan. Ini adalah sampai jumpa nanti. Saya yakin suatu saay kita akan berjumpa.
Status tersebut mendapatkan 17 ribu like, 2,9 ribu komentar, dan dibagikan hingga sebanyak 6,3 ribu kali. Banyak netizen Indonesia turut memberinya dukungan. Bahkan tak sedikit yang menautkan akun Presiden Joko Widodo di komentar mereka, hingga Yassin pun mengingatkan:
"Saya melihat banyak orang menautkan akun Presiden. Haha, kalian sangat baik. Saya tidak ingin membuat ini menjadi sesuatu yang politis, sebab memang bukan. Saya hanya merasa sedih tidak dapat membuat video di negara kalian dan saya tidak ingin menutup-nutupi semuanya."
Siapa Nuseir Yassin?
Yassin lahir pada 9 Februari 1992. Pria keturunan Arab-Israel ini tumbuh besar di Arraba, sebuah daerah di distrik Lower Galilee, utara Israel, yang mayoritas penduduknya warga Arab. Ia adalah anak kedua dari empat bersaudara. Ibunya seorang guru, sementara ayahnya berprofesi sebagai psikolog. Kendati memiliki 1% keturunan Yahudi-Eropa, Yassin dibesarkan sebagai muslim.
Usai lulus dari Harvard sebagai Sarjana Ekonomi, Yassin bekerja sebagai software developer untuk Venmo, perusahaan mobile payment sekaligus anak perusahaan PayPal. Di sana, sebagaimana dikutip dari Business Insider, ia berpenghasilan 100 ribu dolar per tahun. Meski memiliki penghasilan sebesar itu, Yassin memutuskan keluar dari Venmo pada 2016 dengan alasan jenuh terhadap rutinitas. Ia pun memutuskan keliling dunia dengan bermodalkan tabungan sebesar 60 ribu dolar.
“Pekerjaan saya gajinya terlalu besar. Tak terlalu memuaskan. Saya merasa seperti menjual diri kepada uang. Hidup saya lebih berharga dari 120.00 dolar per tahun,” ujarnya kepada CNBC.
Pada saat yang bersamaan, Yassin pun membuat akun Nas Daily. Lazimnya, para konten kreator berbasis video membuat konten berdurasi panjang dan cenderung berkutat di Youtube. Namun Yassin menempuh jalan lain: membuat video pendek dan bertahan di Facebook. Atas hal ini, ia memiliki alasan tersendiri:
“Harus satu menit karena orang-orang selalu sibuk dan di Facebook karena teman-teman saya tidak ada yang di Youtube.”
‘Nas’ sendiri adalah kata dalam bahasa Arab yang berarti ‘Orang’. Nama ‘Nas Daily’ ia pilih karena ia berkomitmen akan membuat video dokumenter berdurasi singkat mengenai keseharian warga setempat selama 1.000 hari. “Saya membuat video mengenai cerita sehari-hari tiap orang lewat cara pandang yang lebih manusiawi. Kita hidup dalam kehidupan yang super sibuk, tapi tiap orang punya waktu luang.”
Video tujuan pertamanya adalah Kenya. 18 hari setelah video tersebut tayang, beberapa media termasuk AJ+, kemudian menawarinya pekerjaan lepas untuk membuat bermacam konten video dan mengisi sederet lokakarya. Yassin setuju, ia pun mendapat bayaran cukup tinggi: 3.000 dolar per bulan.
Salah satu konten yang ia buat berisi kegiatannya mengajari lima orang Nigeria membuat video. Uang tersebut amat berguna bagi Yassin untuk terus melanjutkan perjalanan dan membuat video. “Saya mendapat tawaran pekerjaan setelah 18 hari: 3000 US Dollar per bulan, bekerja di Nigeria untuk mengajari lima orang membuat video,” sebut Yassin.’’
Hingga kini, Yassin sudah berkeliling nyaris ke 70 negara di dunia selama lebih dari 800 hari dan akun Nas Daily juga sudah disukai lebih dari tujuh juta orang. Yassin pun sempat bertemu dengan Mark Zuckerberg, pendiri Facebook. Usai pertemuan tersebut, akun Nas Daily diberi tanda “show” di lamannya.
Dengan tingkat popularitas yang terus meningkat, pundi-pundi penghasilan Yassin pun turut bertambah. Juli 2018 lalu, Yassin pernah membuat video pendapatannya pada bulan Juni yang sebesar 80.000 US Dollar. Setengah jumlah tersebut didapat dari iklan di Facebook (pre-roll dan mid-roll ads) yang dipasangnya pada video-video berdurasi panjang yang dibatasi hanya empat video per bulan.
Pendapatan lainnya berasal dari merek-merek yang mensponsorinya, juga penjualan kaos. Jumlah tersebut lebih dari cukup bagi Yassin untuk mempekerjakan orang untuk membantu dirinya di setiap perjalanan. Namun demikian, pria yang selalu mengenakan kaos bergambar baterei ponsel itu tetap mengingatkan kepada khalayak:
“Kebahagiaan tidak berkorelasi dengan jumlah pendapatan (uang). Itu hanya memberikan keamanan finansial yang memang saya butuhkan. Selebihnya, itu semua hanyalah angka….”
Aneka Kontroversi Video-Video Nas Daily
Dengan profesinya sebagai travel vlogger, amat mungkin video Yassin mengundang kontroversi. Salah satunya ketika ia tiba di Singapura belum lama ini dan membuat seri video mengenai sisi positif negara tersebut. Dalam video berjudul ‘Why I Hate Singapore’, misalnya, Yassin memperlihatkan bagaimana “kecemburuannya” terhadap kehidupan harmonis di Singapura, ragam kuliner yang sedap, hingga kualitas kelas dunia bandara Changi.
Ia juga membuat video ‘Crazy Poor Asians’ yang memperlihatkan kehidupan sederhana berkualitas orang-orang di Singapura. Video tersebut secara halus “menyindir” konten ala ‘Crazy Rich Asians’: stereotipe mengenai anak-anak konglomerat di Asia bergaya hidup jetset yang kerap dipamerkan via sosial media.
Satu video lain yang menimbulkan kontroversi berjudul ‘How Singapore Cleans’. Video tersebut menunjukkan level kebersihan Singapura yang dianggap jauh melampaui negara lain. Namun karena video itu, banyak netizen, terutama yang justru berasal dari Singapura, menuduh Yassin dibayar oleh pemerintah untuk mengampanyekan hal-hal positif dari negara mereka.
Yassin pun menampik tuduhan tersebut. Seperti dilansir The Straits Times, Yassin sempat menjelaskan di kolom komentar video tadi bahwa seluruh video yang ia buat tentang Singapura murni berasal dari kantong pribadinya.
"Video-video saya di Singapura 100 persen tidak didanai oleh siapapun. Saya datang kesini sendiri, memakai uang pribadi untuk membuat video tentang negara kalian. Dan saya perlu memastikan hal tersebut.”
Akhir bulan lalu, Yassin juga ditolak masuk Malaysia dengan alasan yang serupa ia alami di Indonesia: berasal dari Israel. Namun respons Yassin terhadap Malaysia sedikit lebih keras dibanding saat ia mengumumkan penolakan di Indonesia. Ia bahkan sempat membuat video yang menyatakan bahwa Malaysia merupakan ‘Tanah Terlarang’.
“Negara yang kalian lihat di belakang saya ini, susah sekali untuk dimasuki, sebagaimana Korea Utara. Dengan paspor Israel saya, nyaris tidak mungkin saya memasuki negara mereka dan tambah mustahil karena persoalan politik. Malaysia dan Israel tidaklah berteman,” kata Yassin dalam video tersebut seperti dilansir The Star.
Di antara sekian konten yang dibuat Yassin, video-videonya mengenai relasi antara Israel dan Palestina (dan tentunya Muslim-Yahudi) adalah yang mengundang kritikan paling keras. Beberapa video tersebut berjudul ‘Israel and Palestine (The Positive Version)’ dan ‘A Moslem and a Jew’ yang tayang tahun lalu.
Video pertama berdurasi agak panjang dari yang biasanya, yakni 7:25 menit. Namun narasi kedua video ini serupa: seruan perdamaian antara kedua pihak. Bahwa konflik yang terjadi selama ini “hanya” karena politik dan sudah saatnya diakhiri. Secara garis besar, Yassin sekadar menyampaikan pesan positif, namun justru karena hal itu ia dianggap terlalu menyepelekan apa yang selama ini terjadi.
Hal tersebut dikemukakan oleh Sarah Tawashy, seorang aktivis kemanusiaan, melalui opininya berjudul ‘Nas Daily Misconstrues Conflict Between Israel, Palestine’ yang tayang pada 19 April 2018 di The Cougar, situsweb komunitas mahasiswa University of Houston. Tawashy menganggap video-video Yassin adalah “propaganda” untuk “menormalisasi” konflik antara Israel dan Palestina, serta “secara sengaja tidak memahami fakta yang terjadi selama ini”.
“Banyak video Yassin yang dibuat dengan narasi palsu mengenai konflik antara orang Israel dan Palestina. Video-videonya kerap menyebut latar belakang konflik kedua pihak adalah mengenai agama dan hasrat untuk memiliki kota Yerusalem. Bagi Yassin, seluruh masalah ini dapat diselesaikan jika kedua pihak menyingkirkan perbedaan ada, sebab masalah utamanya hanyalah politik,” tulis Tawashy.
Tawashy juga menyebut bahwa Yassin tidak pernah menyebut ada banyak sekali orang Israel yang merupakan, "Zionis jahat dan ingin mendirikan negara Yahudi kulit putih. Fakta bahwa ia keturunan Palestina yang membuatnya otomatis menjadi ‘orang Arab’ dan memungkinkannya untuk menyebar propaganda sekaligus menormalisasi penjajahan Israel.”
“Menampilkan video dengan latar musik yang menyenangkan tidaklah mendidik orang-orang dalam topik sensitif seperti ini. Sangat kontra produktif. Terutama jika Anda mengabaikan pemukiman ilegal Israel dan perlakuan tidak manusiawi yang dialami warga Palestina di tangan tentara Zionis.”
“Saya tidak menentang perdamaian dan kasih sayang. Tetapi jika hal tersebut digunakan untuk melemahkan perjuangan mereka yang tertindas, itu adalah masalah. Tidak ada diskusi antara ‘kedua belah pihak’ dalam kasus penjajah dan yang terjajah.”
Hingga kini, kritikan keras Tawashy tersebut tak pernah direspon Yassin.
Editor: Nuran Wibisono