Menuju konten utama
Seni Budaya

Mengenal Pakaian Adat Minangkabau, Jenis, dan Maknanya

Banyak jenis pakaian adat Minangkabau yang sarat makna filosofis. Berikut beberapa baju adat Minangkabau dan penjelasannya.

Mengenal Pakaian Adat Minangkabau, Jenis, dan Maknanya
Pasangan pengantin, Mizwar dan Ines merapikan masker saat resepsi pernikahan Minang atau Baralek, di Lubukbuaya, Padang, Sumatera Barat, Minggu (5/7/2020). ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/aww.

tirto.id - Minangkabau mempunyai ragam pakaian adat yang beraneka jenisnya. Selain jenis dan bentuknya yang bermacam-macam, pakaian adat Minangkabau juga sarat akan makna.

Salah satu ciri khas pakaian Minangkabau adalah penutup kepala yang berbentuk seperti segitiga meruncing. Bentuk penutup kepala ini terlihat seperti atap rumah gadang atau tanduk kerbau. Bentuk tanduk kerbau ini menjadi ciri khas dari suku Minangkabau.

Jenis pakaian dengan penutup kepala khas ini disebut sebagai pakaian Limpapeh Rumah Nan Gadang atau Bundo Kanduang. Pakaian adat dengan penutup kepala khas ini hanya dikenakan oleh para wanita yang sudah menikah.

Selain Bundo Kanduang, masih banyak jenis pakaian adat Minangkabau yang lain. Simak sejumlah jenis baju adat Minangkabau dan penjelasannya berikut ini.

Jenis-Jenis Pakaian Adat Minangkabau

Beberapa jenis pakaian adat Minangkabau sudah cukup populer. Tak terbatas di Sumatra Barat, tapi juga hingga level nasional. Sejumlah baju adat Minangkabau tersebut meliputi pakaian wanita dan laki-laki.

Macam-macam pakaian adat Minangkabau beserta penjelasan tentang desain dan makna filosofinya adalah sebagai berikut:

1. Baju Adat Kurung Basiba

Baju adat Kurung Basiba
Contoh pakaian adat Minangkabau - baju adat Kurung Basiba. wikimedia commons/Ahmad Fadhil92

Baju Kurung Basiba adalah pakaian adat Minangkabau untuk wanita. Di Sumatra Barat, baju adat Minangkabau ini dikenakan di acara adat maupun kehidupan sehari-hari.

Desain baju Kurung Basiba menyerupai pakaian muslimah berlengan panjang yang dapat menutup seluruh badan hingga kaki. Atasan baju Kurung Basiba cenderung longgar serta memanjang hingga lutut. Bagian kaki lainnya tertutup oleh bawahan yang umumnya batik khas Sumatra Barat.

Atasan pakaian adat Minangkabau ini memiliki siba di bagian samping, kiki di ketiak, dan tanpa kerah leher. Baju dengan lengan memanjang hingga pergelangan tangan ini dapat dipadu dengan jilbab atau penutup kepala. Dalam tradisi di Sumatra Barat, pakaian adat Minangkabau ini biasanya dikenakan bersama tingkuluak (penutup kepala serupa tanduk kerbau) dan kain jao (bawahan).

Pakaian adat Minangkabau ini disebut Kurung Basiba atau Kuruang Basiba karena secara bentuk ia seperti mengurung badan pemakai. Jika ingin melepaskan baju Kurung Basiba, si pemakai hanya bisa membukanya melalui kepala.

Sebabnya, baju Kurung Basiba tidak memiliki belahan yang dikancingkan atau dikatupkan dengan resleting. Cuma ada belahan pendek di bagian dada dengan fungsi memudahkan lubang baju bagian atas melewati kepala si pemakai.

Mengutip dari situs Kebudayaan Kemdikbud, desain baju adat Kurung Basiba dipengaruhi oleh perkembangan Islam di Sumatra Barat. Sebagai masyarakat yang memegang teguh falsafah Adat Basandi Syara Syara Basandi Kitabullah, baju Kurung Basiba menjadi pilihan utama para muslimah Minangkabau karena pakaian tersebut dapat menutup aurat.

Baju Kurung Basiba pun memiliki makna khusus dalam kebudayaan Minangkabau. Filosofi baju adat Minangkabau Kurung Basiba, seperti dikutip dari "Limpapeh Pada Baju Kuruang Basiba" dalam Jurnal Besaung (2018), tercermin pada bagian-bagian khasnya, yakni:

a. Kikik (kikiek)

Di bagian ketiak baju Kurung Basiba ada kikik, sehelai kain yang dibalut antara badan dan leher. Kikik berguna memudahkan gerak lengan pemakai baju Kurung Basiba.

Kikik di baju Kurung basiba melambangkan bahwa wanita Minangkabau harus punya sifat malu, sopan- santu, serta raso jo pareso atau rasa dan periksa (bijak dalam berhubungan dengan orang lain).

b. Siba

Siba merupakan sebutan buat sambungan kain yang membuat baju tidak memperlihatkan lekuk tubuh pemakaianya. Di baju Kurung Basiba, siba berupa 3 jahitan yang mengaitkan sepotong kain memanjang di sisi samping kiri-kanan gaun.

Adanya siba di baju Kurung Basiba menandakan wanita Minangkabau adalah muslimah yang taat beragama sehingga memakai pakaian yang tidak menampakkan lekuk tubuh.

Selain itu, siba melambangkan kemampuan kaum wanita Minang jadi mediator untuk dua kelompok yang bertolak belakang.

c. Bagian lengan

Lengan baju Kurung Basiba didesain lepas dan lapang sampai pergelangan tangan agar memudahkan wanita menjalankan kegiatan dalam kegiatan sehari-hari. Ini menunjukkan bahwa wanita Minangkabau adalah kaum perempuan yang aktif.

d. Bagian leher

Bagian leher baju Kurung Basiba tak disertai krah. Di bagian ini, ada semacam potongan krah yang disebut oleh warga Minang sebagai gunting tampuak siriah.

2. Pakaian Adat Bundo Kanduang

 pakaian adat Bundo Kanduang

Pakaian adat Minangkabau pakaian adat Bundo Kanduang. Wikimedia commons/Lathifah Arsyi

Pakaian adat Minangkabau untuk wanita ini bernama Limpapeh Rumah Nan Gadang atau disebut juga pakaian Bundo Kanduang. Pakaian adat Minang ini lambang kebesaran bagi para perempuan yang sudah menjadi istri.

Pakaian Bundo Kanduang memiliki makna pentingnya peran seorang ibu dalam mengatur keharmonisan dan kerukunan keluarga.

Ciri unik baju adat Bundo Kanduang ada di hiasan kepala seperti tanduk kerbau yang dua ujungnya runcing. Bentuk ini juga menyerupai bagian atap rumah gadang.

Tengkuluk tanduk melambangkan rumah gadang (besar) atau rumah adat Minangkabau, karena anggota masyarakat beranggapan bahwa rumah adat itu milik kaum wanita atau kaum ibu.

Pakaian adat Minangkabau Bundo Kanduang dilengkapi oleh baju kurung yang umumnya berwarna hitam, merah, biru, atau lembayung. Gaun ini pun dihiasi dengan benang emas. Di pinggir lengan kiri dari kanan serta bawah baju, diberi minsia atau jahitan tepi dengan benang emas.

Pakaian Bundo Kanduang memiliki desain berbeda di setiap sub suku Minangkabau. Selain itu, baju adat Minangkabau Bundo Kandunag memiliki sejumlah perlengkapan berikut:

  • Tingkuluak (tengkuluk): penutup kepala berbentuk menyerupai kepala kerbau atau atap rumah gadang
  • Baju batabue: baju kurung (naju) yang dihiasi dengan taburan pernik benang emas. Bajau batabue ini memiliki empat varian warna, yaitu merah, hitam, biru dan lembayung.
  • Pada tepi lengan dan leher terdapat hiasan disebut minse yang merupakan sulaman sebagai simbol bahwa seorang perempuan Minang harus taat pada aturan adat yang berlaku.
  • Lambak atau sarung: bawahan sebagai pelengkap Baju Batabue. Jenisnya ada yang berupa songket dan berikat
  • Salempang: selendang terbuat dari kain songket dan diletakkan di pundak wanita. Salempang ini menyimbolkan welas asih pada anak dan cucu, serta simbol kewaspadaan dalam berbagai kondisi
  • Perhiasan: beragam aksesoris yang melengkapi pakaian adat seperti galang (gelang), dukuah (kalung), serta cincin. Dukuah menyimbolkan bahwa seorang perempuan harus mengerjakan berbagai hal dengan dasar kebenaran.

3. Baju Adat Koto Gadang

baju adat Koto Gadang
Contoh pakaian adat Minangkabau baju adat Koto Gadang. wikimedia commons/publik domain

Pakaian adat Minangkabau Koto Gadang berupa baju kurung yang dilengkapi dengan kain penutup kepala. Baju adat Minangkabau ini dikenakan oleh para pengantin.

Sesuai namanya, baju adat Minang ini berasal dari nagari Koto Gadang, wilayah setingkat desa di Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Baju penganting Koto Gadang juga menjadi salah ikon budaya nagari tersebut.

Dari penampakan, baju Koto Gadang berbeda dengan pakaian adat Minangkabau untuk pengantin pada umumnya. Baju ini tidak dilengkapi mahkota, melainkan tudung bernama tingkuluak talakuang untuk para mempelai wanita.

Bagian ini terbuat dari kain segi empat dari bahan beludru yang diperindah dengan sulaman perak dan tembaga. Kain ini mencerminkan adopsi nilai-nilai Islam dalam pakaian adat Minangkabau tersebut.

Dari segi bahasa, tingkuluak bermakna penutup kepala. Sementara itu, talakuang merupakan sebutan untuk busana mulimah Minang saat sholat (mukena). Maka itu, keberadaan tingkuluak talakuang menunjukkan penerapan nilai-nilai keislaman pada baju Koto Gadang.

Kekhasan lainnya, bagian penutup badan dari pakaian adat Koto Gadang berupa baju kuruang batabua atau baju kurung bertabur. Baju kurung batabue di pakaian Koto Gadang biasanya berkelir hitam dan berhias taburan perak berlapis emas. Baju ini juga dilengkapi kain tenun bernama balapak. Ada juga salempang yang dipakai menyamping di badan pengantin wanita.

Sementara itu, pakaian mempelai pria Koto Gadang (baju marapulai atau baju gadang deta ameh) juga dilengkapi penutup kepala unik. Bernama Deta Ameh, penutup kepala ini berupa lilitan gulungan kain yang melingkar di kepala dan terbuat dari emas atau logam berlapis emas. Ada simpul menghadap ke bawah dan atas di satu sisi gulungan kain tersebut.

4. Pakaian Adat Penghulu

Pakaian Adat Penghulu
Pakaian adat Minangkabau - Pakaian Adat Penghulu. instagram/pemkablimapuluhkota's profile picturepemkablimapuluhkota

Baju penghulu merupakan baju adat Minangkabau laki-laki. Pakaian adat Minangkabau ini terdiri dari atasan berbahan dasar kain beludru dan celana panjang, yang dilengkapi oleh penutup kepala bernama saluak.

Baju ini biasa dikenakan seorang ninik mamak atau penghulu yang memegang peranan penting. Penghulu merupakan pemimpin suku yang mengatur anggota keluarga dalam sukunya. Oleh karena itu, ninik mamak (penghulu) di Minangkabau mengenakan pakaian kebesaran yang juga dikenal sebagai pakaian adat Penghulu.

Seperti di daerah Batipuh X Koto merupakan salah satu daerah tempat penyebaran suku Minangkabau dari Pariangan Padang Panjang. Di daerah ini seorang penghulu dalam mengikuti upacara-upacara adat harus memakai pakaian kebebasan adat.

Baju adat penghulu didominasi warna hitam. Dalam tradisi Minang, warna hitam memiliki makna filosofi simbol kepemimpinan suatu kelompok dan sosok yang dihormati.

Baju hitam penghulu ini melambangkan keterbukaan pemimpinan dan kelapangan dadanya menerima segala umpat-puji sepanjang hari dari masyarakat. Baju adat penghulu juga dilengkapi dengan tongkat atau sasamping yang untuk menggambarkan kharisma dari sosok yang dihormati tersebut.

Pakaian adat Minangkabau untuk pria bernama penghulu. Pakaian ini hanya digunakan oleh para tetua adat atau orang-orang yang memang berhak memakai pakaian adat itu.

Berikut ini sejumlah bagian dan kelengkapan pakaian Penghulu beserta filosofi baju adat Minangkabau tersebut:

a. Deta atau destar

Penutup kepala terbuat dari kain berwarna hitam gelap. Cara memakainya dengan dililitkan agar membentuk kerutan.

Kerutan ini melambangkan bahwa seorang tetua ketika memutuskan sebuah perkara harus mengerutkan dahinya terlebih dahulu agar bisa mempertimbangkan segala sesuatunya dengan adil.

Deta dibagi menjadi :

  • Deta Raja untuk Raja
  • Deta Gadang
  • Deta Saluak Batimbo untuk penghulu
  • Deta Ameh
  • Deta Ciliang Manurun

b. Baju hitam

Penghulu di Minangkabau biasanya mengenakan baju hitam. Baju penghulu terbuat dari kain beludru. Warna hitam melambangkan kepemimpinan yang tetap setia dan tetap pada pendiriannya, walaupun ada hal-hal lain yang menggodanya.

c. Sarawa

Celana penghulu berwarna hitam. Ukurannya besar pada betis dan paha. Ukuran ini menyimbolkan seorang pemimpin yang memiliki jiwa besar terutama saat melaksanakan tugas sebagai pemimpin serta saat mengambil keputusan.

d. Sasampiang

Selendang merah berhias benang makau berwarna warni. Selendang ini diletakkan di bahu si laki-laki. Merah melambangkan keberanian, dan hiasan benang melambangkan ilmu dan kebijaksanaan.

e. Cawek atau ikat pinggang

Cawek berbahan sutra untuk menguatkan ikat celana sarawa yang longgar. Sutra melambangkan seorang penghulu harus cakap dan lembut saat memimpin.

f. Sandang

Kain merah yang diikatkan di pinggang. Kain merah ini melambangkan seorang penghulu harus tunduk pada hukum adat yang ada

g. Keris dan tongkat

Keris diselipkan di pinggan dan tongkat berguna untuk petunjuk jalan. Keris dan tongkat melambangkan kepemimpinan adalah amanah dan tanggung jawab besar.

Baca juga artikel terkait PAKAIAN ADAT atau tulisan lainnya dari Lucia Dianawuri

tirto.id - Edusains
Kontributor: Lucia Dianawuri
Penulis: Lucia Dianawuri
Editor: Dhita Koesno
Penyelaras: Addi M Idhom