Menuju konten utama
Antropologi

Mengenal Kebudayaan Suku Minangkabau: Sistem Religi dan Adat

Alam dan adat Minangkabau dibentuk dengan adanya kepemimpinan penghulu dalam wadah Kerapatan Adat Nagar (KAN).

Mengenal Kebudayaan Suku Minangkabau: Sistem Religi dan Adat
Dua orang anak menampilkan kesenian "Silek" di halaman Balai Adat Nagari Kandang Baru, Sijunjung, Sumatera Barat, Jumat (17/2). Pemerintah daerah setempat mendorong warga di daerah itu untuk rutin menggelar kegiatan budaya sebagai upaya pelestarian kesenian tradisi Minang di kalangan anak muda. ANTARAFOTO/Iggoy el Fitra/foc/17.

tirto.id - Minangkabau merupakan salah satu suku di Provinsi Sumatera Barat dengan cerita rakyatnya yang melegenda di tanah air.

Dilansir dari Badan Pusat Statistik Indonesia, suku Minang terletak di sepanjang pesisir pulau Sumatera.

Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari empat juta jiwa ini memang didominasi oleh masyarakat suku Minang, karena itu wajar jika Sumatera Barat banyak dikenal melalui suku Minangkabau.

Melirik sejarah singkat Minangkabau dalam Jurnal berjudul "Asal Usul Sumatera Barat-Sejarah Minangkabau", terdapat salah satu desa yang berada di Kecamatan Sungayang, Tanah Datar, Sumatera Barat.

Desa yang mulanya merupakan tanah lapang itu, kemudian digunakan sebagai tempat adu kerbau karena adanya isu bahwa Kerajaan Pagaruyung akan diserang Kerajaan Majapahit.

Kerbau dianggap mewakili peperangan dari dua kerajaan. Kata Minangkabau kemudian muncul karena kerbau Minang berhasil memenangkan perkelahian.

Untuk mengenang peristiwa tersebut, penduduk Pagaruyung mendirikan sebuah rumah loteng (rangkiang) yang atapnya berbentuk seperti tanduk kerbau.

Masyarakat Minangkabau yang mulanya didominasi agama Budha berangsur-angsur memeluk islam karena hubungan dengan Aceh yang semakin intensif melalui kegiatan ekonomi sejak pemerintahan Raja Adityawarman.

Hingga saat ini, dalam sistem religi masyarakat Minangkabau sebagian besar memeluk agama Islam.

Menurut laman resmi Pemerintah Kota Bukittinggi Provinsi Sumatera Barat, alam dan adat Minangkabau dibentuk dengan adanya kepemimpinan penghulu dalam wadah Kerapatan Adat Nagar (KAN) sehingga pada tahun 1947 dibentuk sebuah majelis tertinggi Kerapatan Adat Alam Minangkabau (MTKAAM).

Selanjutnya, ketika masa orde baru tahun 1966 dibuat sebuah lembaga kerapatan alam di Minangkabau yang menghimpun dana, melestarikan ,dan membina adat Minangkabau disebut dengan LKAAM.

LKAAM berpusat di provinsi dengan akar di nagari-nagari (KAN). Tahun 1983 Kerapatan Adat Nagari ditetapkan dan diatur dengan peraturan daerah tingkat I Sumatera Barat.

Kepemimpinan Ninik Mamak

Situs sumbarprov.go.id menerangkan, Ninik Mamak atau yang dikenal dengan nama penghulu merupakan pemimpin adat di Minangkabau.

Kepemimpinan Ninik Mamak secara tradisional, sesuai dengan pola yang telah digariskan oleh adat dalam suku dan nagari.

Ninik Mamak terpilih karena ‘tinggi tampak jauh, gudang tampak dakek, tinggi karena disertakkan gadang dilintang pungkam’ dia tinggi bukan karena diganjal jadi tinggi, dia tinggi karena ruasnya yang menyentak.

Maksudnya adalah pribadinya yang terus berkembang, ia berilmu dan memiliki wawasan yang luas, memiliki kemampuan dan kapabilitas, berwibawa, dan memiliki pendirian yang teguh.

Ninik Mamak berpijak pada undang-undang dan hukum adat. Jabatannya sebagai pemegang sako datuk secara turun-temurun menurut garis keturunan ibu dalam sistem mitrilineal.

Tugasnya menuruti alur yang lurus, serta mengawasi, mengurusi, dan menjalankan seluk beluk adat. Ninik Mamak harus memimpin kaumnya atau anak kemenakannya agar menurut kepada adat.

Pemilihan seorang pemimpin di Minangkabau dilakukan melalui proses yang panjang. Ninik Mamak dipertimbangkan dengan masak-masak dan diteliti dengan seksama.

Seorang Ninik Mamak di samping arif bijaksana juga harus pintar mengambil keputusan atas permasalahan yang teradi di kalangan anak dan kemenakan atau masyarakatnya.

Prinsip kepemimpinannya yakni setiap persoalan yang tumbuh di dalam kaum, suku, dan nagari dapat dicari pemecahannya melalui musyawrah dan mufakat.

Baca juga artikel terkait MINANGKABAU atau tulisan lainnya dari Nirmala Eka Maharani

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Nirmala Eka Maharani
Penulis: Nirmala Eka Maharani
Editor: Dhita Koesno