tirto.id - Siapapun menginginkan pernikahannya terekam dengan bagus dalam foto atau video. Hal ini membuat fotografer atau videografer harus memutar otak agar visual pernikahan yang dihasilkan enak dipandang mata. Bagi Hary Prasojo, 25 tahun, cara membuat foto atau video yang cantik adalah dengan memanfaatkan efek bokeh pada lensa.
Hary berprofesi sebagai fotografer pernikahan lepas sejak tahun 2014. Ia mengatakan bahwa ia kerap menggunakan efek bokeh untuk memuaskan keinginan klien.
“Untuk fotografi pernikahan itu sering dipraktikkan karena [bokeh] itu menambah kesan kalau fotonya indah, lembut, dan enak dilihat,” katanya saat dihubungi Tirto.
Selain fotografer lepas, ia menerima pekerjaan lain sebagai videografer pernikahan dan fotografer makanan serta produk. Saat Hary memotret makanan atau barang, ia juga memanfaatkan efek bokeh pada lensa. Menurut Hary efek bokeh tidak hanya dipakai pada foto pernikahan tapi juga foto lain yang melibatkan elemen kecantikan.
“Aku membandingkannya dengan wedding photography. Kalau foto pernikahan selalu mengandalkan latar yang bercahaya dan indah, mainan bokehnya di situ. Sementara di fotografi makanan dan produk, mainannya itu enggak cuma di bokeh aja tapi lebih ke ketajaman tekstur dari objeknya sendiri supaya bisa menggugah penonton,” katanya.
Hary biasa memakai lensa fiks dengan bukaan diafragma maksimal f/1.4 dan panjang fokus 35 mm dan 50 mm ketika bekerja. Selain karena dapat menghasilkan bokeh, lensa fiks dipilih sebab harganya lebih terjangkau dan selalu tersedia.
Serupa dengan Hary, ketika Devi Ayu (21) menerima pekerjaan memotret orang wisuda, ia selalu menggunakan lensa kamera fiks. Alasannya, lensa jenis tersebut dapat menghasilkan bokeh yang detail. Apalagi, menurut Devi, orang yang ia potret lebih menyukai foto dengan latar belakang buram (blur).
“Jadi kebanyakan orang sekarang itu pada suka kalau difoto itu background-nya bokeh begitu. Semakin bokeh biasanya semakin senang,” katanya kepada Tirto.
Untuk menghasilkan efek bokeh, mahasiswa Institut Seni Yogyakarta itu biasa memakai lensa dengan bukaan diafragma maksimal f/1.8 dan panjang fokus 50 mm dan 85 mm. Ia menilai efek bokeh bisa membuat sebuah latar sebuah foto lebih menarik dan tidak polos.
Menurut The Telegraph, bokeh adalah fenomena optik yang menjadi ciri khas sebuah lensa di mana unsur titik bercahaya yang berada di luar area fokus membentuk lingkaran kurang jelas tapi menarik perhatian dalam foto. Singkat kata, bokeh adalah cara lensa melukiskan titik-titik cahaya di luar area fokus.
Bokeh berasal dari bahasa Jepang boke yang secara harafiah berarti blur atau buram. Sumber lain mengatakan asal kata bokeh adalah boke-aji (Jepang) yang memiliki arti kualitas blur atau blur quality.
Bisma Fabio Santabudi, pengajar di Universitas Multimedia Nusantara, mengatakan bokeh pertama kali dipopulerkan oleh Mike Johnston, editor majalah Photo Techniques pada 1997. Menurut situs luminous-landscape.com, Johnston pertama kali belajar tentang bokeh dari seorang teman bernama Carl Weese. Ia bercerita bahwa Weese mempelajari bokeh dari Oren Grad, lulusan doktor yang paham bahasa Jepang. Karena kemampuannya ini, Grad dapat membaca majalah foto Jepang dan berkenalan dengan efek bokeh.
Johnston kemudian menerbitkan tiga artikel tentang bokeh pada Majalah Photo Techniques edisi Maret/April 1997. Masing-masing artikel ditulis oleh John Kennerdell, Oren Grad, dan Harold Merklinger. Menurut Johnston, majalah edisi tersebut terjual habis. Oleh Johnston, kata boke kemudian ditambahkan dengan huruf “h” sebab orang kerap mudah salah ketika mengucapkan “boke”. Jadilah kata boke dikenal dengan bokeh hingga sekarang.
Bentuk bokeh bisa bermacam-macam tergantung pada bilah (blades) pada diafragma lensa. Nasim Mansurov, fotografer profesional asal Colorado, mengatakan lensa yang memiliki tujuh bilah lurus di diafragma akan menghasilkan bokeh berbentuk segi tujuh (heptagon). Sementara itu, lensa yang mempunyai sembilan bilah pada diafragma bakal menciptakan bokeh berbentuk bulat.
Mansurov berkata bahwa bokeh dibedakan menjadi dua, yakni bokeh baik dan buruk. Menurutnya, bokeh yang baik adalah blur yang terbentuk lembut dengan lingkaran-lingkaran cahaya tanpa tepian kasar. Bokeh jenis ini enak dilihat dan menambah keindahan komposisi sebuah foto. Sebaliknya, bokeh yang buruk terdiri dari lingkaran cahaya dengan tepian tajam sehingga tak sedap dipandang mata.
Menurut Mario Wibowo dan Wahyu Dharsito dalam Travel Photography: Menguasai Fotografi Perjalanan (2014), terciptanya bokeh ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain bokeh gampang muncul jika fotografer menggunakan bukaan diafragma lebar.
Enche Tjin dalam Kamera DSLR Itu Mudah! (2011) mengatakan diafragma (aperture) adalah bukaan lensa kamera yang berfungsi untuk mengatur banyak cahaya yang masuk dan mengendalikan ruang tajam pada foto (Depth of Field atau DOF). Bukaan besar pada diafragma membuat kedalaman ruang menjadi tipis sehingga latar belakang menjadi buram. Sebaliknya, bukaan diafragma yang kecil membikin latar dan subjek atau objek pada foto menjadi tajam karena berada dalam ruang fokus.
Bukaan diafragma di kamera dilambangkan dengan simbol huruf “f”. Di bagian badan lensa, pengguna kamera akan menemukan angka diafragma seperti f/1, f/1.4, f/2, f/4, f/5.6, f/8, f/16, f/22, dan seterusnya. Enche Tjin menjelaskan ada perbedaan mencolok antara angka dan ukuran bukaan diafragma. Ia mengatakan, angka kecil pada diafragma (misal f/1) merujuk pada bukaan yang besar pada lensa. Sebaliknya, angka besar diafragma (misal f/22) menunjukkan bukaan kecil pada lensa.
Selain bukaan diafragma, bokeh semakin mudah tercipta pada lensa dengan jarak fokus (focal length) panjang. Mario dan Wahyu mencontohkan lensa dengan jarak fokus 200 mm menghasilkan bokeh yang lebih dominan dibanding lensa dengan jarak fokus pendek (misal 18 mm).
Bokeh juga lebih banyak muncul pada foto jika subjek atau objek berada lebih dekat dengan lensa. Terakhir, Mario dan Wahyu berkata ukuran sensor kamera menentukan bokeh yang ada dalam foto. Untuk lebar sudut pandang yang sama, bokeh semakin dominan muncul pada kamera dengan ukuran sensor yang besar.
Meski begitu, Mansurov menjelaskan bahwa bokeh yang apik biasanya muncul pada lensa fiks atau lensa yang memiliki panjang fokus tetap berkualitas unggul. Selain itu, bokeh juga dominan ada pada foto jika fotografer menggunakan lensa zoom profesional dengan penamaan angka diafragma kecil (bukaan semakin lebar). Berbeda dengan lensa fiks, lensa zoom adalah lensa yang mempunyai rentangan panjang fokus, misalnya 18-55 mm atau 80-200 mm.
Penulis: Nindias Nur Khalika
Editor: Windu Jusuf