tirto.id - Varian baru virus corona berlabel "delta" pertama kali tercatat di India, di mana dorongan vaksinasi yang lambat dan rasa puas diri tentang aturan pandemi membantu memicu lonjakan kasus yang memecahkan rekor pada saat ini.
Sejak itu variannya telah menyebar, dan ketika kasus baru meningkat di Inggris, varian ini menjadi dominan, meskipun program vaksinasi sukses dijalankan.
Pada hari Senin (7/6/2021), Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock mengatakan pemerintah masih mengevaluasi data untuk melihat apakah negara itu dapat membuka kembali penguncian wilayah sepenuhnya pada 21 Juni seperti yang direncanakan, dengan tenggat waktu untuk diputuskan pada Senin depan.
"Saya tahu bahwa pembatasan ini tidak mudah, dan dengan program vaksinasi, kami bergerak dengan kecepatan seperti itu, saya yakin suatu hari nanti kebebasan akan kembali," katanya seperti dikutip The Washington Post, Selasa (8/6/2021).
Saat ini, Inggris telah memvaksinasi penuh lebih dari 41 persen populasinya, sementara lebih dari 60 persen telah menerima setidaknya satu suntikan.
Tetapi selama beberapa minggu terakhir, jumlah kasus baru yang tercatat setiap hari telah meningkat perlahan tapi pasti, sementara otoritas kesehatan mengkonfirmasi minggu lalu bahwa varian delta mendominasi infeksi baru.
Situasi ini dapat berdampak signifikan pada vaksinasi dan rencana pembukaan kembali di seluruh dunia, termasuk di Amerika Serikat, di mana tingkat vaksinasi telah melambat meskipun pemerintah Biden menargetkan 70 persen warga negara tersebut divaksinasi pada 4 Juli.
Apa itu Delta, Varian Baru Virus Corona?
Delta juga dikenal dengan nama ilmiah B.1.617, varian ini pertama kali diidentifikasi di Maharashtra, India, pada bulan Oktober.
Ini menjadi varian "delta" setelah Organisasi Kesehatan Dunia menerapkan sistem penamaan berdasarkan huruf Yunani awal bulan ini.
Meskipun Delta hanya salah satu dari banyak varian yang muncul selama pandemi, tapi tetap dianggap salah satu yang paling mengkhawatirkan. Organisasi Kesehatan Dunia telah melabelinya sebagai variant of concern atau "varian perhatian".
Virus Delta telah terpecah menjadi beberapa subvarian, termasuk satu, B.1.617.2, yang tersebar luas di Inggris.
Sementara para ilmuwan masih mempelajari varian untuk lebih memahaminya, dampaknya dapat dilihat di India, di mana Delta berkontribusi pada lonjakan kasus dalam beberapa bulan terakhir yang menyebabkan angka kematian harian mencapai rekor 4.500 orang.
Hancock mengatakan, pemerintah Inggris percaya bahwa varian delta 40 persen lebih mudah menular daripada varian alfa, juga dikenal sebagai B.1.1.7, yang pertama kali terdeteksi di Inggris dan para ilmuwan masih mempelajari masalah ini.
Sebuah model yang dirilis oleh tim peneliti di University of Warwick bulan lalu memperingatkan bahwa jika varian delta 50 persen lebih mudah menular daripada varian alfa, itu bisa menyebabkan gelombang rawat inap terbesar di Inggris, dengan sekitar 10.000 per hari.
Bagaimana dengan vaksinasi?
Sebuah publikasi pra-cetak oleh Public Health England yang dirilis bulan lalu menemukan bahwa satu dosis vaksin Pfizer-BioNTech atau AstraZeneca hanya 33 persen efektif terhadap varian delta, dibandingkan dengan 50 persen untuk varian alfa. Kesenjangan itu ditutup dengan dosis kedua.
Di Inggris, di mana vaksin dua dosis yang diproduksi oleh Pfizer, Moderna dan AstraZeneca biasa digunakan, pemerintah telah berfokus untuk memberikan suntikan pertama kepada banyak orang, dengan dosis kedua terkadang tersedia beberapa bulan setelah yang pertama.
Kekhawatiran lebih besar, bagaimanapun terjadi di negara-negara yang memvaksinasi kurang cepat daripada Inggris atau menggunakan vaksin dengan tingkat kemanjuran yang lebih rendah, seperti vaksin Sinopharm yang diproduksi China.
Di Mana Varian Delta Ditemukan?
Inggris adalah salah satu pemimpin dunia dalam pengurutan virus, yang merupakan salah satu alasan mengapa begitu fokus pada varian. Negara-negara lain, termasuk Amerika Serikat dan India, tertinggal dalam aspek pelacakan virus ini.
Hingga bulan lalu, menurut WHO, kasus varian delta telah dikonfirmasi di 62 negara. Itu termasuk Amerika Serikat, di mana itu membuat 3 persen dari kasus virus corona pada 8 Mei, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC).
Pejabat WHO telah memperingatkan bahwa varian, dikombinasikan dengan rencana pembukaan kembali, dapat menyebabkan wabah.
“Relaksasi kesehatan masyarakat dan langkah-langkah sosial, peningkatan mobilitas sosial, varian virus, dan vaksinasi yang tidak adil adalah kombinasi yang sangat berbahaya,” Maria Van Kerkhove, pimpinan teknis COVID-19 WHO.
Editor: Iswara N Raditya