Menuju konten utama

Mengenal Arti Sistem Proporsional Terbuka Terbatas dalam Pemilu

Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat mengusulkan sistem pemilu proporsional terbuka terbatas pada 2029, apa artinya?

Mengenal Arti Sistem Proporsional Terbuka Terbatas dalam Pemilu
Ilustrasi pemilu Indonesia. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Mahkamah Konstitusi (MK) telah sepakat bahwa Indonesia akan tetap mengadopsi sistem pemilu proporsional terbuka pada pemilu mendatang.

Namun, di tengah keputusan tersebut ada pendapat berbeda (dissenting opinion) dari salah satu hakim MK bernama Arief Hidayat. Melalui pernyataannya, Arief Hidayat menyampaikan usul bahwa negara sebaiknya mempertimbangkan sistem proporsional terbuka terbatas.

Usulan ini disampaikan Arief karena ia menilai bahwa tuntutan oleh pemohon layak dikabulkan sebagian.

“Saya berpendapat bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian oleh karenanya harus dikabulkan sebagian,” kata Arief dalam rilis di laman Makamah Konstitusi RI.

Ia juga mengungkapkan bahwa penetapan sistem pemilu proporsional terbuka terbatas ini akan dilaksanakan pada Pemilu tahun 2029.

“Dalam rangka menjaga agar tahapan Pemilu tahun 2024 yang sudah dimulai tidak terganggu dan untuk menyiapkan instrumen serta perangkat regulasi yang memadai," lanjut dia.

Sebelumnya MK telah menolak permohonan untuk pengujian Undang-undang (UU) Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 yang diajukan oleh dua kader partai politik dan empat warga negara Indonesia.

Adapun permohonan pengujian itu diajukan oleh Demas Brian Wicaksono (pengurus PDI-P), Yuwono Pintadi (anggota Partai Nasdem), Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto.

Namun, permohonan mereka ditolak oleh MK yang menyebutkan bahwa sistem pemilu proporsional dengan daftar terbuka lebih dekat kepada sistem pemilu yang diinginkan oleh UUD 1945.

Apa Itu Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Terbatas?

Sistem pemilu proporsional terbuka terbatas sebelumnya sempat diusulkan jelang penyelenggaraan pemilu 2019. Sistem ini bahkan masuk dalam draf Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu yang dibahas pada 2017.

Selain itu, sistem ini juga sudah pernah diselenggarakan di Indonesia pada tahun 1999 dan 2004. Namun, pada 2008 sistem pemilu terbuka terbatas ini dicabut oleh MK melalui Keputusan Nomor 22-24/PUU-VI/2008 karena dinilai tidak sesuai konstitusi.

Lantas, apa itu sistem pemilu proporsional terbuka terbatas?

Menurut Kharisma Aulia Firdausy dalam Jurnal Res Publica (2019) sistem pemilu proporsional terbuka terbatas adalah sistem pemilu dengan penentuan calon terpilih berdasarkan nomor urut partai yang memperoleh suara terbanyak.

Setelah dicabutnya sistem pemilu proporsional terbuka terbatas, Indonesia resmi mengadopsi sistem pemilu terbuka penuh.

Ada beberapa alasan mengapa saat itu sistem ini dinilai tidak sesuai dengan konstitusi. Menurut Firdausy alasan pertama adalah karena sistem pemilu proporsional terbuka terbatas terkesan kamuflase dari sistem proporsional tertutup.

Hal ini karena penentuan calon legislatif dalam sistem ini lagi-lagi ditentukan oleh jumlah suara yang diterima partai politik mirip seperti sistem proporsional tertutup.

Alasan lain adalah karena sistem ini dipandang tidak mengedepankan sisi keterwakilan pemilih. Hal ini karena aspirasi masyarakat akan dibatasi mengingat penentuan pemenang bukan dari suara terbanyak, melainkan partai politik di urutan teratas.

Sementara itu, alasan lainnya adalah rentan terjadinya bias definisi dalam pelaksanaan sistem pemilu terbuka terbatas. Firdausy menyebutkan bahwa sistem terbuka terbatas ini cenderung hanya dipahami oleh para pihak yang menyelenggarakan pemilu dan masyarakat yang aktif mencari tahu informasi secara detail.

Di sisi lain, masyarakat awam kemungkinan besar mengira bahwa sistem ini sama saja dengan sistem proporsional terbuka. Ini kemudian akan menimbulkan polemik setelah hasil penghitungan dipublikasikan.

Baca juga artikel terkait AKTUAL DAN TREN atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy

tirto.id - Hukum
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Yantina Debora