tirto.id - Seorang pria tewas bunuh diri di Jagakarsa, Jakarta Selatan Jumat (17/3) kemarin. Ia menyiarkan secara langsung detik-detik bunuh dirinya melalui Facebook sebagai ‘kenang-kenangan’ untuk isterinya.
Beberapa bulan sebelum peristiwa tragis itu terjadi, sang pria memang kerap membuat pesan-pesan galau di Facebook-nya. Dari pesan-pesan itu, si pria nampak depresi ditinggalkan sang istri.
“Gue cinta mati sama dia, ya nggak tau kenapa emang pun jodohnya juga kali sekarang. Jadi sekarang dia pergi nggak tau ke mana ninggalin gue sama anak-anak. Susah juga sih jelasinnya gue. Gue sekarang pun nggak tau mau apa, gue juga bimbang," ujar si pria.
Tidak diketahui apakah pria itu belum atau sudah pernah mencurahkan kegalauannya, tekanan hidupnya, dan depresi yang ia alami kepada psikolog. Kesehatan mental memang sering dianggap remeh, diposisikan tidak segenting kesehatan fisik lainnya. Akan tetapi, melihat angka dan statistik bunuh diri, perkara kesehatan mental ini sangat tidak bisa dianggap remeh. Bunuh diri hanyalah puncak dari problem kesehatan mental, juga dampak paling buruk dari kejiwaan yang tidak stabil. Ada banyak dampak buruknya kesehatan mental yang tidak seekstrim bunuh diri.
Sedikit yang menyadari bahwa persoalan kesehatan mental juga telah diakomodasi dalam layanan kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Pemerintah sebenarnya telah memfasilitasi warga Indonesia yang galau atau depresi berkonsultasi dengan psikolog melalui BPJS. BPJS telah meng-cover layanan konsultasi kesehatan mental, misalnya depresi.
Kepala Departemen Informasi dan Komunikasi Antarlembaga BPJS Kesehatan Pusat, Irfan Humaidi, memastikan bahwa BPJS telah menjamin penderita kesehatan mental mendapatkan pelayanan medis sebaik-baiknya.
“Selama ini yang masuk dalam sakit jiwa dan segala macamnya itu kita jamin juga. Jadi intinya selama sesuai dengan indikasi medis, sesuai prosedur, dan diagnosanya ada di Permenkes 59 tahun 2014,” kata Huaidi kepada Tirto, September tahun lalu.
Dalam praktik di lapangan, layanan BPJS untuk konsultasi kesehatan mental seperti depresi memang sudah berjalan. Konsultasi seperti gangguan depresi juga bisa dilayani di Puskesmas-puskemas terdekat.
Dokter umum di Puskesmas Kotagede II Yogyakarta, dr. Atika Anggiasih memastikan hal ini. "Bisa, yang penting sesuai dengan faskesnya,” kata dr. Atika saat dihubungi Tirto, Sabtu (18/3).
Menurut Atika, pasien yang mengalami gangguan kesehatan mental akan diperiksa dan diberikan assestmen awal oleh psikolog atau dokter di Puskesmas. Bila memang pasien tidak bisa ditangani di Puskesmas akan dirujuk ke dokter spesialis kejiwaan di rumah sakit.
“Cuma kadang jarang banget pria yang konsultasi ke psikolog. Mungkin entah malu atau nggak tahu kalau dia punya masalah psikis,” kata Atika.
Kendati demikian, Atika mengakui saat ini memang belum semua Puskesmas terdapat psikolog. Namun ia memberikan gambaran umum, di Puskesmas perkotaan tenaga psikolog sudah tersedia.
“Kalau di Puskesmas kota, warga sudah banyak yang tahu bahwa ada layanan psikolog di Puskesmas,” ujarnya.
Atika menambahkan, di Puskesmas kota ada program layanan psikolog yang wajib dilakukan pada kasus tertentu misalnya semua pasangan calon pengantin yang datang ke Puskesmas saat mau melakukan vaksin TT, biasanya dikonsultasikan juga ke psikolog untuk dilakukan edukasi persiapan perkawinan
“Terus pada ibu-ibu hamil di awal dan akhir kehamilan juga dikonsultasikan ke psikolog untuk menilai kesiapan mental si ibu dalam masa kehamilan dan persalinan,” ujarnya.
Memanfaatkan BPJS Demi Kesehatan Mental
Tak hanya di Yogyakarta, di Jakarta, BPJS sebenarnya cukup banyak membantu penderita kesehatan mental. Johan Kristantoro, seorang warga Jakarta, rutin mengantarkan kakak kandungnya memeriksakan diri ke RSJ Soeharto Heerdjan di Grogol.
“Kakak saya penderita schizophrenia sudah bertahun-tahun. Dulu memang kami membiayai secara mandiri. Tapi semenjak ada JKN/KJS/BPJS, semua keperluan kontrol dan berobatnya ditanggung pemerintah,” katanya.
Sejauh ini tidak pernah ada keluhan atau hambatan terkait pelayanan BPJS terkait gangguan kesehatan mental yang diderita kakaknya.
Johan menyebut ada proses yang mesti dilalui agar dapat menikmati layanan BPJS. “Memang, setiap beberapa bulan, kakak saya harus ngurus perpanjangan surat rujukan, tapi nggak sulit. Bahkan, atas rekomendasi dokter, dia bisa memilih RS yang dia suka. Kakak saya tinggal di Jakarta Timur, tapi selalu kontrol ke RSJ Soeharto Heerdjan di Grogol,” katanya.
Tidak hanya jaminan pelayanan konsultasi dan obat BPJS juga menyediakan pelayanan rehabilitatif yang ditanggung penuh negara.
Di RSJ Suharto Heerdjan misalnya, ada layanan daycare, di situ pasien menjalani terapi okupasi melalui kegiatan-kegiatan yang menyenangkan (seni, sosial, kerajinan, kerohanian) sejak pagi sampai sore.
Sejalan dengan itu Irfan Humaidi, mengatakan bahwa pelayanan kesehatan kejiwaan sejatinya sudah ada di seluruh Indonesia. “Saya pernah ke Gorontalo, itu di kabupaten ada menangani itu dan dijamin. Tergantung rumah sakitnya soal tenaga kesehatannya. Tentu itu kan berbeda-beda satu rumah sakit dengan yang lain,” katanya.
Untuk proses pelayanan setiap rumah sakit menyandarkan diri pada aturan yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Permenkes 59 tahun 2014. Dedi Suryadi, Humas Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo, menyebutkan sejak 1 September sudah ada kerja sama BPJS dengan Pemprov DKI Jakarta.
“Tapi posisinya dibayar pemerintah itu kan tidak ada kelas I dan II, adanya kelas III. Itu khusus provinsi DKI,” katanya.
Untuk gangguan kesehatan mental, kata Dedi Suryadi, pasien harus membuat punya keanggotaan setidaknya BPJS JKN-Kiss. Nantinya kalau ada kendala-kendala terkait kesehatan jiwa dan gangguan mental, pasien akan dirujuk ke psikiatri.
“Jadi sebulan sekali biasanya kontrol. Kemudian ke rumah sakit dengan rujukan dari berbagai Faskes. Faskes primer dulu kan itu wajib, baru rumah sakit yang dituju. Apalagi sekarang sudah sistem regionalisasi, sistem mapping daerah maka (Jakarta) Timur ya Timur, (Jakarta) Utara ya Utara, dan sebagainya kecuali di daerah tersebut tidak bisa dirujuk ke tempat itu,” katanya.
Meski demikian, ada keluhan tentang layanan kesehatan yang disediakan pemerintah terkait kesehatan mental. Sejauh ini pemerintah hanya menjamin dan melayani penderita gangguan kesehatan mental di rumah sakit atau klinik yang ditunjuk.
Namun, pada praktiknya ada penderita gangguan kesehatan mental yang tidak bisa mengakses rumah sakit itu. Beberapa masih belum ter-cover. Seperti Yayasan Galuh Panti Rehabilitasi Disabilitas Mental.
Suhanda ketua yayasan itu mengaku tidak menerima bantuan dari BPJS secara langsung tapi ia mendapatkan bantuan secara informal. “Cuma kalau ada orang dinas atau warga biasa memberi bantuan,” katanya.
Beberapa penderita juga mengeluhkan layanan psikiater yang disediakan BPJS yang dianggap hanya memberikan obat tanpa memperdulikan kondisi pasien secara utuh. Tomo Hartono, pasien penderita gangguan bipolar, menyebutkan pasien bisa ketagihan jika dokter tidak ketat memberikannya. Kepedulian dokter terhadap pasien terkadang kurang.
“Kalau sekadar anti depresan gampang banget dapetnya di Fatmawati, tinggal minta rujukan aja bilang stres atau gimana. Tapi kan enggak sehat kalau begitu, diagnosa malas-malasan bisa berbahaya buat penyakit mental,” ungkap dia.
Versi awal naskah ini tayang pertama kali pada 8 September 2016 dan diperbaiki kembali dengan konteks terbaru.
========================
Jika Anda merasakan tendensi untuk melakukan bunuh diri, atau melihat teman atau kerabat yang memperlihatkan tendensi tersebut, amat disarankan untuk menghubungi dan berdikusi dengan pihak terkait, seperti psikolog atau psikiater maupun klinik kesehatan jiwa. Salah satu yang bisa dihubungi adalah Into the Light yang dapat memberikan rujukan ke profesional terdekat (bukan psikoterapi/ layanan psikofarmaka) di intothelight.email@gmail.com.
Editor: Agung DH