Menuju konten utama

Mengapa Sebaiknya Jokowi Perlu Beri Amnesti untuk Baiq Nuril

Jokowi didesak untuk memberikan amnesti bagi Baiq Nuril tanpa menunggu permohonan.

Mengapa Sebaiknya Jokowi Perlu Beri Amnesti untuk Baiq Nuril
Terpidana kasus pelanggaran UU ITE Baiq Nuril menjawab sejumlah pertanyaan wartawan usai menjalani sidang perdana pemeriksaan berkas memori PK di Pengadilan Negeri Mataram, NTB, Kamis (10/1/2019). ANTARA FOTO/Dhimas B. Pratama/wsj.

tirto.id - Putusan Mahkamah Agung yang menolak Peninjauan Kembali (PK) kasus Baiq Nurul menuai protes. Sejumlah LSM yang tergabung dalam Perempuan Pekerja (PP) bahkan menyebut putusan PK itu bisa melanggengkan pelecehan seksual di tempat kerja.

PP merupakan gabungan dari beberapa LSM yang terdiri dari LSM Perempuan Mahardika, Federasi Buruh Lintas Pabrik dan Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga. Mereka sangat menyayangkan putusan MA dan mendesak Presiden Joko Widodo memberikan amnesti.

“Baiq Nuril telah berjuang dan membela dirinya di tengah situasi kerja yang rentan pelecehan seksual. Jika ia tetap akan dipenjara, maka pelecehan seksual yang dialaminya akan selamanya diingkari, dan tempat kerja akan terus menjadi tempat pelecehan seksual,” kata Sekretaris Nasional Perempuan Pekerja Mutiara Ika, di Gedung YLBHI Jakarta, Sabtu (6/7/2019).

Peneliti dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus A. T. Napitupulu menganggap Jokowi tentunya bisa memberikan amnesti kepada Nuril tanpa harus pikir panjang. Sebab, amnesti bukan sekadar diskresi, karena hal itu sudah merupakan kewenangan Jokowi sesuai konstitusionalnya.

“Itu kewenangan presiden. Ada di Undang-Undang (Pasal 14 UUD 1945),” kata Erasmus kepada reporter Tirto, Sabtu (6/7/2019).

Erasmus menambahkan “berdasarkan penelitian kami tidak ada ketentuan amnesti. Ini masalah kemanusiaan saja. Kalau dia [Presiden Jokowi] mau ikut campur tidak masalah."

Menurut Erasmus, salah satu persyaratan amnesti setelah amandemen UUD 1945 bukan lagi menjadi hak absolut presiden. Namun, kata dia, presiden boleh saja memberikan amnesti itu tanpa menunggu permohonan amnesti.

Dalam beberapa kasus, Presiden Jokowi bahkan sempat melanggar aturan soal pemberian grasi. Erasmus menuturkan grasi seharusnya melalui permohonan, tetapi salah satu terpidana politik, Filep Karma, misalnya, diberikan grasi, padahal menolak mengajukan permohonan.

Dalam hal ini, Erasmus berharap Jokowi melakukan hal serupa. Apalagi amnesti bisa diberikan tanpa permohonan.

Erasmus mendorong Jokowi memberikan amnesti dengan dua pertimbangan. Pertama, Nuril tidak harus mengaku bersalah. Hal ini berbeda dengan grasi yang salah satunya seseorang yang meminta pengurangan hukuman karena mengaku bersalah.

Kedua, kata Erasmus, grasi hanya diberikan pada hukuman minimal dua tahun ke atas atau hukuman mati. Karena itu, dalam minggu ini penasihat hukum Nuril akan memberikan surat untuk amnesti.

“Kalau presiden mau ngasih grasi dengan menilai Bu Nuril bersalah, kami engga mau,” kata Erasmus. “Makanya kami mintanya pertimbangkan amnesti.”

Sedangkan anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP, Masinton Pasaribu mengakui bahwa DPR harus memberikan pertimbangan terhadap permintaan amnesti dari presiden.

Tahapannya adalah Jokowi mengirim surat meminta pertimbangan DPR untuk amnesti. Kemudian, DPR membahas di Komisi III yang membidangi masalah hukum. Ketika seluruh fraksi setuju, nantinya akan ditegaskan melalui rapat paripurna dan amnesti bisa segera diberikan.

“Kalau cepat, pagi sepakat, sore atau besoknya juga sudah bisa diagendakan paripurnanya,” kata Masinton kepada reporter Tirto.

Masalah UU ITE

Baiq Nuril divonis penjara 6 bulan karena menyebar percakapan dengan kepala sekolah tempat ia bekerja yang berbau pelecehan seksual. Akibat rekaman itu, kepala sekolah tempatnya bekerja mendapatkan sanksi.

Tidak terima, dia mengadukan Nuril ke kepolisian dengan UU ITE Pasal 27 ayat (1) terkait menyebarkan informasi elektronik yang menyebabkan pencemaran nama baik. Polisi pun menyelidiki dan mengangkat kasus tersebut sampai ke kejaksaan dan disidangkan.

Singkatnya, di Mahkamah Agung, Nuril dinyatakan bersalah. Kasus ini sejatinya tidak akan ada apabila polisi menghentikannya selama penyelidikan atau penyidikan.

Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menyatakan memang harus ada pedoman sementara selama UU ITE belum dibatalkan atau direvisi.

Pedoman itu, kata Isnur, bisa digunakan oleh kepolisian, kejaksaan, bahkan Mahkamah Agung sehingga mereka tidak menjadi 'tong sampah' kasus ITE, terlebih yang melibatkan pelecehan seksual.

"Yang intinya mencegah kriminalisasi. Jadi enggak sembarangan menggunakan pasal-pasal ini," kata Isnur kepada reporter Tirto.

Pasal ITE yang menjerat Nurul ini memang seringkali menjadi pasal karet. Meski Jokowi memberikan amnesti kepada Nuril, selama pedoman belum ada, Isnur memandang akan ada kemungkinan Nuril-Nuril lainnya.

“Grasi atau amnesti hanya menyelesaikannya kasua Baiq Nuril saja. Tidak menyelesaikan UU ITE-nya," tegas Isnur.

Baca juga artikel terkait KASUS BAIQ NURIL atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Abdul Aziz