Menuju konten utama
Kampanye COVID-19

"Mengapa Nekat Mudik Itu Membahayakan Diri Sendiri dan Keluarga?"

Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati mengatakan ada bahaya yang mengintai bagi para pemudik yang nekat menerobos barikade penyekatan.

Foto udara pemudik sepeda motor terjebak kemacetan saat melintasi posko penyekatan mudik di jalur Pantura Patokbeusi, Subang, Jawa Barat, Selasa (11/5/2021). ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar.

tirto.id - Selama masa larangan mudik Lebaran 2021, ribuan pemudik yang mengendarai sepeda motor nekat melalui barikade penyekatan di jalaur Pantura Kedungwaringin, perbatasan Kabupaten Bekasi-Karawang, Minggu kemarin.

Atas peristiwa ini, Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati mengatakan ada bahaya yang mengintai bagi para pemudik yang nekat menerobos barikade penyekatan.

Adita menjelaskan alasan mudik Lebaran 2021 dikeluarkan oleh pemerintah, pertama, mobilitas massa yang sifatnya masif dan dilakukan dalam kurun waktu bersamaan itu memicu lonjakan kasus COVID-19.

“Hal ini yang terus diamati oleh kami, bahwa dari pola-pola saat libur panjang jika ada pergerakan massa yang masif akan menjadi tempat penularan dan memicu lonjakan,” jelasnya saat “Live Streaming Serba-Serbi COVID-19 #1: KENAPA BAIKNYA #TIDAKMUDIK?” melalui kanal Youtube BNPB, Selasa (11/5/2021).

Hal yang membahayakan lainnya, kata Adita, saat pemudik yang nekat sudah sampai di kampung halaman, belum tentu tersedia fasilitas tes COVID-19 dan tracing yang memadai. Dengan data yang dihimpun Kemenhub per kemarin, ada sekitar 138 ribu per hari kendaraan pribadi baik mobil maupun motor yang keluar dari Jakarta, hal ini menjadi keprihatinan.

“Yang paling menantang memang transportasi darat, terutama kendaraan pribadi, karena masyarakat ada yang memilih jam-jam tertentu untuk menghindari petugas,” jelasnya.

Adita mengingatkan potensi warga yang akan ikut mudik menuju hari H Lebaran ini masih ada, dan meminta agar menahan diri tidak mudik. “Kita meminta bagi masyarakat, bisa lebih sadar kalau efeknya itu ke diri sendiri dan orang-orang terdekat (jika nekat mudik),” tegasnya.

Selain itu, pemudik yang akan kembali bisa melakukan tes baik itu rapid antigen atau swab PCR setidaknya untuk mencegah penularan dan menjaga keluarga di rumah.

Kedua, bagi masyarakat yang sudah telanjur mudik dan sampai di kampung halaman, Adita meminta agar memperketat protokol kesehatan. “Tetap memakai masker, menjaga jarak dan tidak melakukan kontak fisik jika bertemu keluarga di kampung,” jelas Adita.

Mengubah Pola Pikir soal Larangan Mudik

Selain itu, anggota Sub Bidang Mitigasi Satgas Penanganan Covid-19, dr Falla Adinda, juga menegaskan soal kesadaran yang harus digalakkan terkait larangan mudik.

“Bukan melarang orang untuk sekedar pulang dan bertemu keluarga, tapi paradigma bahwa pergerakan masyarakat dalam jumlah besar ini memicu penularan COVID-19 tinggi dan jika angka melonjak, fasilitas kesehatan kolaps, negara akan susah,” jelas dr Falla.

Apalagi sebelumnya, terjadi peningkatan zona kuning di beberapa daerah. Satgas Penanganan COVID-19 meminta pemerintah daerah (Pemda) segera mengantisipasi meningkatnya jumlah zona kuning karena ini menjadi sebuah peringatan.

Dari data peta zonasi risiko per 2 Mei 2021, jumlah kabupaten/kota di zona kuning (rendah) mengalami kenaikan sebanyak 27 kabupaten/kota, dari 146 menjadi 173 kabupaten/kota. Padahal jumlah kabupaten/kota di zona merah (risiko tinggi) menurun dari 19 menjadi 14 kabupaten/kota. Hal yang sama juga terjadi di zona oranye (risiko sedang) dari 340 menjadi 318 kabupaten/kota.

"Kenaikan di zona kuning harus menjadi alarm bagi kita semua untuk segera mengantisipasi agar jumlahnya menurun bukan berpindah ke zona merah atau kuning, melainkan berpindah ke zona hijau," tegas Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito dalam keterangan pers Perkembangan Penanganan COVID-19 di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis lalu.

Banner BNPB Info Lengkap Seputar Covid19

Banner BNPB. tirto.id/Fuad

Baca juga artikel terkait KAMPANYE COVID-19 atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Maya Saputri
Editor: Agung DH