Menuju konten utama

Mengapa Jerman Tetap Juara Walau dengan Pemain Muda?

Joachim Low mengecewakan penyelenggara Piala Konfederasi karena membawa para pemain muda. Kini siapa yang bisa menyangkal keputusan Low?

Mengapa Jerman Tetap Juara Walau dengan Pemain Muda?
Para pemain Jerman saat menjuarai Piala Dunia 2014. FOTO/Getty Images

tirto.id - Ini musim panas yang sibuk untuk Jerman. Tim nasional U-20 bertanding di Piala Dunia, tim nasional U-21 di Piala Eropa, dan tim nasional senior di Piala Konfederasi. Solusi Joachim Low, pelatih kepala tim nasional senior, adalah: istirahatkan para pemain andalan, dan sertakan sembilan pemain U-21 di Piala Konfederasi walau itu berarti tim nasional U-21 bertanding tanpa kekuatan penuh.

Misi Jerman di Rusia 2018 adalah mempertahankan gelar yang mereka raih di Brasil 2014. Keputusan Low untuk menurunkan tim lapis kedua di Piala Konfederasi, kejuaraan pemanasan untuk Piala Dunia, terhitung berani.

Termasuk di antara empat belas pemenang Piala Dunia 2014 yang disertakan oleh Low di Piala Konfederasi adalah penjaga gawang utama dan peraih penghargaan penjaga gawang terbaik di Brasil 2014, Manuel Neuer. Mario Gotze, pencetak gol kemenangan di final juga ditinggal di Jerman.

Begitu juga pasangan bek tengah andalan, Jerome Boateng dan Mats Hummels, serta para pemain utama lain seperti Sami Khedira, Toni Kroos, Mesut Ozil, Thomas Muller, Benedikt Howedes, dan Andre Schurrle. (Kevin Grosskreutz, Ron-Robert Zieler, Erik Durm, dan Christoph Kramer adalah nama-nama pemenang lain yang tidak disertakan dalam tim untuk Piala Konfederasi, namun sewajarnya demikian karena di Brasil 2014 pun mereka hanya figuran.)

Mengistirahatkan para pemain andalan berarti mendaftarkan 23 nama minim pengalaman (Low mendaftarkan 23 nama tapi pada akhirnya hanya membawa 21; Leroy Sane dan Diego Demme cedera dan Low tidak mengganti keduanya). Sembilan di antara semua pemain yang Low daftarkan masih memenuhi syarat usia untuk bertanding di Piala Eropa U-21. Mereka adalah Matthias Ginter, Emre Can, Leon Goretzka, Niklas Sule, Joshua Kimmich, Timo Werner, Julian Brandt, Benjamin Henrichs, dan Leroy Sane.

Di dalam skuat Piala Konfederasi terdapat pula tujuh nama baru. Semuanya belum pernah membela tim nasional hingga Low memberi mereka kesempatan membuktikan diri di pertandingan persahabatan terakhir sebelum Piala Konfederasi, melawan Denmark, 6 Juni lalu. Mereka adalah Kerem Demirbay, Sandro Wagner, Amin Younes, Diego Demme, Kevin Trapp, Marvin Plattenhardt, dan Lars Stindl. Tidak semuanya berusia muda. Stindl dan Wagner, yang tertua di antara semuanya, berusia 28 dan 29 tahun.

Selebihnya adalah pemain-pemain yang sudah beberapa kali membela tim nasional, namun masih minim pengalaman. Shkodran Mustafi dan Antonio Rudiger, keduanya bek tengah, praktis masih berstatus pelapis Boateng dan Hummels. Jonas Hector baru menjadi pemain utama pada Piala Eropa 2016. Bernd Leno dan Marc-Andre ter Stegen masih harus bersabar untuk menggantikan posisi Neuer sebagai penjaga gawang utama. Sebastian Rudy baru membela tim nasional sebanyak lima belas kali. Julian Draxler, pemilik jumlah penampilan terbanyak di antara semua pemain Piala Konfederasi, bahkan baru tampil dalam tiga puluh pertandingan untuk tim nasional.

“Hati penggemar sepak bola terluka ketika juara bertahan Piala Dunia bermain tanpa bintang-bintangnya,” kata pimpinan panitia penyelenggara Piala Dunia 2018, Alexei Sorokin. “Karena merekalah penggemar datang ke stadion menonton pertandingan. Namun kami harus menerimanya.”

Tapi Low tetap pada keputusannya. Ia tetap menurunkan tim yang kurang berpengalaman dengan alasan “[...] tujuan (Jerman) di Piala Konfederasi ini bukan hasil, tetapi perkembangan pemain.”

Berkembang atau tidaknya para pemain untuk menyambut Piala Dunia 2018 baru akan terlihat dalam setahun ke depan. Yang sudah jelas terlihat adalah: mereka tidak mengecewakan.

Stindl dan Brandt langsung membayar kepercayaan Low pada pertandingan pertama Jerman di Piala Konfederasi, melawan Australia (19/6). Di menit kelima, Stindl mencetak gol pertamanya untuk tim nasional dengan assist dari Brandt. Seperti Stindl, Goretzka juga mencetak gol pertamanya untuk tim nasional di pertandingan ini.

Goretzka tidak hanya mencetak gol. Ia terlibat aktif dalam semua proses gol Jerman dalam pertandingan yang berakhir dengan kedudukan 3-2 ini. Ia pengumpan terakhir kepada Brandt dalam proses gol Stindl. Ia yang dilanggar sehingga Jerman mendapat penalti di menit ke-44, penalti yang dieksekusi oleh Draxler.

“Ia (Goretzka) sangat tangguh, sebagaimana ia biasanya sejak bergabung dengan kami,” ujar Low dalam konferensi pers usai pertandingan. “Ia memenangi duel saat bertahan dan mengancam saat menyerang. Ia dalam performa yang baik dan memberi pengaruh yang baik.”

Jerman yang mencetak gol cepat di pertandingan pertama kebobolan cepat di laga kedua. Melawan Chile (22/6), gawang Jerman sudah bobol di menit keenam. Alexis Sanchez mencetak gol memanfaatkan blunder Mustafi. Jerman terhindar dari kekalahan berkat gol yang dicetak Stindl di menit ke-41. Dua pertandingan Piala Konfederasi, dua gol untuk Stindl yang baru bergabung dengan tim nasional.

“Lars membuktikan kehebatannya di pertandingan melawan Denmark padahal ia baru menjalani satu hari latihan,” ujar Low mengenai Stindl pasca pertandingan melawan Chile. “Ia adalah pemain yang berpengalaman dan mampu membaca permainan dengan baik dan ia tahu caranya memanfaatkan ruang. Ia begitu penting untuk kami dan selalu berusaha melibatkan diri dalam serangan. Ia sangat meyakinkan sejauh ini.”

Pada pertandingan ketiga, melawan Kamerun (25/6), giliran Demirbay dan Plattenhardt yang diberi kesempatan bermain. Keduanya bermain sejak babak pertama, bersama Werner yang juga tampil sebagai starter untuk kali pertama (Werner sudah tampil sebelumnya, namun hanya sebagai pemain pengganti, sementara Demirbay dan Plattenhardt baru tampil di pertandingan ini).

Setelah babak pertama berakhir tanpa gol, Demirbay memecah kebuntuan dengan golnya di menit ke-48. Werner sendiri mencetak dua gol, masing-masing di menit ke-61 dan ke-81. Jerman menang 3-1 dan mengakhiri fase grup di peringkat pertama, dengan tujuh poin dari tiga pertandingan.

“(Plattenhardt dan Werner) sama-sama bermain dengan baik,” ujar Low. “Marvin sangat tangguh ketika bertahan melawan serangan yang sangat cepat dan tampil kokoh sepanjang pertandingan. Timo banyak berlari. Kami kesulitan membangun serangan jadi ia tidak banyak membahayakan lawan pada awalnya. Namun setelah turun minum ia dapat menunjukkan seberapa berbahaya dirinya dan membuktikan insting dan kemampuan mencetak gol yang ia miliki.”

Pada pertandingan semifinal melawan Meksiko (29/6), Goretzka kembali mencuri perhatian. Ia membobol gawang Meksiko di menit keenam, dan kembali mencetak gol 109 detik berselang, dengan assist dari Werner. Werner sendiri mencetak satu gol di menit ke-59. Younes, yang masuk menggantikan Draxler pada menit ke-81, mencetak gol sepuluh menit berselang.

“Leon Goretzka luar biasa di awal pertandingan dan ia beberapa kali membahayakan,” ujar Low. “Performanya sedang luar biasa dan ia adalah seorang pemain yang hebat. Saya memberi kesempatan kepada Benjamin Henrichs hari ini dengan alasan yang kuat. Ia telah bekerja sangat keras dalam latihan dan mencetak satu assist melawan Kamerun.”

Jerman mengalahkan Meksiko 4-1 dan lolos ke final Piala Konfederasi untuk pertama kali. Low pun tak kuasa menyembunyikan kebahagiaannya. “Sebagai pelatih, tentu kita menjelang kejuaraan dengan harapan mencapai final, dan mencapainya dengan tim semuda ini jelas tidak bisa dianggap biasa. Para pemain telah berjuang dengan sangat keras dan benar-benar pantas mencapai final,” ujarnya.

Kebahagiaan Low tidak berhenti di situ. Sehari setelah membawa timnya ke final, kabar baik datang dari Krakow. Tim nasional U-21 menjuarai Piala Eropa setelah mengalahkan Spanyol, kandidat terkuat juara, 1-0. Low langsung mengirim ucapan selamat kepada pasukan Stefan Kuntz.

Kehilangan sembilan pemain terbukti tak melemahkan tim U-21. Low hanya perlu menang di finalnya sendiri untuk membuktikan bahwa keputusannya mengenai Piala Konfederasi tepat.

Infografik Panser Muda Menatap Dunia

Di final (2/7), lawan Jerman adalah Chile, satu-satunya tim yang tak mampu mereka kalahkan sepanjang perjalanan ke laga pamungkas. Chile, debutan Piala Konfederasi yang berambisi menjadi juara, tampil agresif seperti pada pertemuan pertama. Gaya main Chile membuat Jerman kesulitan membangun serangan karena terus-terusan mempertahankan gawang dari gempuran serangan Chile yang datang bergelombang. Catatan statistik pada menit ke-15 menunjukkan Chile telah melepas lima tembakan, sementara Jerman baru satu.

Namun, Jerman tidak membutuhkan banyak peluang. Di menit ke-20 Marcelo Diaz melakukan blunder. Werner mencuri bola dan menciptakan situasi dua melawan satu, bersama Stindl, melawan Claudio Bravo, penjaga gawang Chile. Saat Bravo maju untuk menutup ruang, Werner menyodorkan bola kepada Stindl. Sang penerima, tanpa kawalan dan gangguan lawan, hanya perlu mendorong bola ke gawang kosong untuk mencetak gol termudah sepanjang kariernya.

Kedudukan berubah tetapi pendekatan Chile tidak. Begitu pula dengan Jerman. Chile terus menyerang dan Jerman terus menyerang balik. Begitu terus sampai pertandingan berakhir, tanpa ada gol lain yang tercipta.

Jerman juara Piala Konfederasi untuk kali pertama. Para pemainnya meraih penghargaan pribadi. Draxler meraih Golden Ball, penghargaan untuk pemain terbaik. Werner menerima Golden Boot, penghargaan untuk pencetak gol terbanyak. Dengan tiga gol, koleksi Werner sebenarnya sama banyak dengan Stindl dan Goretzka, namun Werner mencetak lebih banyak assist ketimbang Stindl dan Goretzka.

“Saya sangat bahagia,” ujar Joachim Low selepas pertandingan. “Perasaan ini luar biasa. Saya sangat bangga kepada tim ini. Kami beberapa kali mengalami kekecewaan dan kegagalan musim ini namun dalam tiga setengah pekan tampil luar biasa. Kami agak gugup di awal pertandingan namun itu wajar dengan tim muda. Ada sesuatu yang magis mengenai final ini karena untuk banyak pemain, ini adalah yang pertama. Mereka akan mengenang hari ini sepanjang hidup mereka.”

Eksperimen Low terbukti sukses di tingkat Piala Konfederasi. Ia punya satu tahun untuk memastikan kesuksesan yang sama terulang di Piala Dunia 2018. Untuk saat ini peluangnya tampak cukup baik karena keberhasilan di Piala Eropa U-21 dan di Piala Konfederasi berarti satu hal: untuk tim nasional Jerman, tidak ada lapis kedua.

Baca juga artikel terkait PIALA KONFEDERASI atau tulisan lainnya dari Taufiq Nur Shiddiq

tirto.id - Olahraga
Reporter: Taufiq Nur Shiddiq
Penulis: Taufiq Nur Shiddiq
Editor: Zen RS