tirto.id - Pada 13 Juni 2019, melalui akun @madebygoogle, Google mengunggah cuplikan pendek produk yang hendak dirilisnya, Pixel 4.
“Nah, karena tampaknya ada yang berminat, ini dia! Tunggu sampai Anda lihat apa yang bisa dilakukannya. #Pixel4,” kicau Google.
Cuitan Google tak biasa. Apalagi, Pixel 4, ponsel pintar dari Google penerus Pixel 3 dan Pixel 3A, direncanakan akan dirilis pada Oktober nanti. Umumnya, cuplikasi pendek atau bocoran soal produk yang hendak dirilis perusahaan teknologi dilakukan oleh pihak ketiga, bukan si pencipta.
Ini menimpa produk-produk Apple. Sebagaimana diwartakan CNET, pada 2011 lalu, prototipe iPhone 5 milik salah seorang karyawan Apple tertinggal di sebuah bar di San Francisco, Amerika Serikat. Untuk mengamankan produk yang belum waktunya dipamerkan, Apple lantas menghubungi pihak kepolisian setempat, meminta agar “produk yang tak ternilai” selamat kembali ke tangan mereka.
Tak lama kemudian, produk purwarupa itu kemudian muncul di internet dan dijual seharga $200 melalui Craiglist. Sebagian kecil rincian produk pun menyebar.
Bocoran purwa rupa pun bisa muncul karena ketidaksengajaan. Misalnya seperti yang terjadi pada Samsung. Pada Agustus 2018, perusahaan asal Korea Selatan itu tak sengaja mengunggah iklan Samsung Galaxy Note 9 ke kanal Youtube Samsung Selandia Baru. Video iklan yang tak dilengkapi dengan judul yang wajar serta rinciannya itu, sukses membuat media-media dunia tahu: Note 9 akan dilengkapi S-Pen berwarna kuning, dengan berbagai rincian lainnya.
Samsung segera menurunkan iklan itu dan memerintahkan beberapa kanal Youtube yang mengunggah ulang untuk melakukan hal serupa.
Lantas, mengapa Google melakukan hal berbeda?
Jawabannya, ialah strategi pemasaran bernama controlled leaks. Dalam tulisannya di Techobuffalo, dditor teknologi CNBC Todd Haselton menyebut bahwa controlled leaks alias kebocoran terukur bukanlah strategi pemasaran baru. Idenya sederhana, yakni menciptakan hype atau kehebohan seputar produk yang hendak dirilis, tanpa menyebutkan informasi rinci.
Controlled leaks pada dasarnya mirip trailer yang membocorkan sedikit informasi film agar orang-orang datang ke bioskop.
Ada beberapa jenis kasus kebocoran informasi produk yang hendak dirilis. Accidental leaks, misalnya, seperti yang menimpa Apple. Ada pula supply chain leaks, seperti yang menimpa Samsung. Jenis lainnya adalah broken embargoes yakni kebocoran karena jurnalis tak menepati janji dengan pihak perusahaan soal kapan informasi boleh dirilis. Terakhir, government leaks terjadi karena proses sertifikasi yang dilakukan pemerintah.
Mengutip Fast Company, kebocoran informasi sebetulnya terjadi karena hal sepele: terlalu banyak orang terlibat dalam penciptaan produk. Ketika pertama muncul, Apple membutuhkan 74 hari untuk menjual satu juta iPhone perdana. Namun, kini, satu juta iPhone adalah jumlah penjualan per hari. Akibatnya, Apple perlu menambah banyak orang dan infrastruktur.
Selain itu, penciptaan sebuah produk tak hanya dilakukan si perusahaan, tapi juga bekerjasama dengan perusahaan lainnya. iPhone, misalnya, memerlukan bagian-bagian tertentu yang diproduksi Samsung.
“Tidak ada cara untuk menghentikan bisik-bisik produk,” kata Flexport, perusahaan logistik internasional. “Jika perusahaan ingin memastikan rahasia produk aman, mereka wajib mengirimkan (pengawas) ke Cina."
Namun, controlled leaks berbeda dari jenis kebocoran lainnya. Informasi bocor karena kemauan si pencipta produk. Bentuknya pun bisa menyaru sebagai accidental leaks, supply chain leaks, hingga government leaks.
Masih merujuk Haselton, @evleaks, akun yang rajin membagikan bocoran-bocoran produk, pernah mengaku bahwa Nokia dan HTC sering mengundangnya untuk makan, dan memberikan bisikan soal produk yang sedang digarap.
Tak Main-Main
Tentu ada perusahaan yang menentang kebocoran informasi produk yang akan dirilis. Yang paling vokal adalah Apple.
Sebagaimana dilansir The Outline yang memperoleh bocoran presentasi Apple, perusahaan yang berbasis di Cupertino itu secara khusus menciptakan tim “anti-kebocoran”. Tim itu, beranggotakan mantan agen dari National Security Agency, FBI, hingga Secret Service.
“Tim investigasi anti-kebocoran ini telah bekerja sangat lama,” kata Lee Freedman, kepala tim anti-kebocoran Apple dalam bocoran presentasi Apple. “Kami tidak memiliki mentalitas orang yang kalah dan berkata, 'Oh, ini akan bocor.'” Klaim itu bukan sesumbar belaka. Apple bahkan pernah selama tiga tahun berusaha mencari si pembocor rahasia.
Apple mendelegasikan kerja-kerja manufaktur ke Cina, tepatnya di Foxconn. Agar kerahasiaan produk terjamin, Apple meminta pekerja Cina untuk digeledah saat mereka masuk dan keluar pabrik tempat produk Apple dibuat. Dalam rekaman itu, seorang pejabat Apple menyombongkan diri bahwa Apple menyaring lebih banyak orang daripada Transportation Security Administration (TSA).
“Volume puncak (penggeledahan yang dilakukan TSA di bandara) adalah 1,8 juta per hari. Pabrik kami, yang jumlahnya 40 di China, adalah 2,7 juta sehari.”
Editor: Windu Jusuf