tirto.id - Saat debat calon kepala daerah DKI Jakarta, Jumat (13/01/2017) malam lalu, Anies Baswedan berjanji akan mengusung konsep urban renewal dalam penataan kota. Dia mengatakan konsep ini mengusung semangat peremajaan kota tanpa penggusuran. “Yang akan kami lakukan bukan menghilangkan orang miskin, tetapi kemiskinannya,” kata Anies.
Anies mengatakan urban renewal bukan hal baru. Konsep ini sudah diterapkan di berbagai kota dunia dan terbukti berhasil. "Berbagai daerah di dunia telah berhasil meremajakan kota tanpa menggusur. Maka, Jakarta juga bisa melakukannya," ujar Anies
Dalam situs pemenangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno: jakartamajubersama.com, prinsip utama konsep urban renewal memiliki titik tekan pada transparansi serta pelibatan warga dalam pengambilan keputusan. Peremajaan kota harus dimulai dari pemetaan, perencanaan dan manajemen waktu.
Konsep itu beranjak dari pergeseran luas alokasi lahan di Jakarta. Pada Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Jakarta tahun 2010, alokasi lahan untuk pemukiman seluas 25.477,68 Ha atau 37,21% luas kota Jakarta. Sementara, tahun 2001, luas pemukiman Jakarta telah mencapai 43.475,09 Ha. Selisih itu menjelaskan, pemerintah harus mengurangi luas sebesar 17.997,41 Ha.
“Jika diasumsikan bahwa yang digusur atau dibongkar adalah pemukiman kumuh yang padatnya rata-rata 300 orang per Ha, maka yang tergusur adalah 5,4 juta orang, dan semuanya berasal dari kelas bawah,” demikian dituliskan dalam situs tersebut.
Dalam sejumlah kesempatan Anies memang kerap menolak segala bentuk ketidakadilan di Jakarta, seperti penggusuran dan reklamasi. Dua konsep pembangunan ini dinilai hanya bermanfaat untuk sekelompok orang, tetapi merugikan kelompok lainnya.
Ia berjanji akan memoratorium berbagai rencana penggusuran di wilayah Jakarta. Moratorium ini diharapkan dapat memberi waktu pada pemerintah untuk menimbang ulang rencana pembangunan. “Pemerintah harus berhenti dulu, melihat lagi. Dari lebih 300 titik itu, kita harus melihat satu per satu. Jangan sampai ketidakadilan hadir di kota ini,” ujarnya di kawasan Pedongkelan, Jakarta Timur.
Sepanjang tahun 2016, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta telah menangani 35 kasus pelanggaran HAM, dengan pencari keadilan mencapai 4.120 orang. Dari kasus-kasus tersebut, yang banyak ditangani LBH Jakarta seputar pelanggaran tanah, air dan tempat tinggal.
Menurut Yunita, Kepala Divisi Hukum dan Advokasi LBH Jakarta, pada tahun 2016 Pemprov DKI Jakarta begitu masif melakukan penggusuran paksa. Keadaan semakin memperihatinkan karena mekanisme pemulihan hak warga sangat rendah.
“Pertama, mereka tidak dapat informasi bagaimana memulihkan hak. Mereka berinisiatif sendiri ke pengadilan. Dan, andaikan mereka bertemu dengan proses pengadilan atau kepolisian, biasanya mandek di tengah-tengah atau keputusannya pun tidak membela mereka,” terang Yunita, Sabtu (17/12/2016).
Karenanya, sebagai antisipasi masalah penggusuran, salah satu solusi yang ditawarkan Anies Baswedan adalah dengan membangun kampung deret. Saat ini, pihaknya sedang mengkaji titik-titik di Jakarta yang layak dijadikan kampung deret. “Kami akan laksanakan janji (kampung deret) yang tidak ditunaikan periode sebelumnya,” kata Anies dalam Debat Calon Kepala Daerah DKI Jakarta.
Ketika mengunjungi Tanah Merah, Jakarta Utara Anies juga menyepakati kontrak politik dengan warga di sana. Kontrak tersebut berisi tuntutan untuk melegalisasi kampung-kampung warga yang telah ditempati lebih dari 20 tahun, namun dianggap ilegal.
Anies Baswedan agaknya perlu lebih berhati-hati dengan konsep urban renewal. Sebab, meski berkali-kali memberi penekanan pada hak warga, namun potensi penggusuran bukannya sama sekali tidak ada. Emili Badger dalam kolomnya di The New York Times menyebut, terma “urban renewal” digunakan untuk menghabisi orang miskin, menyingkirkan lingkungan kumuh, dan menghancurkan komunitas yang dianggap mengganggu kepentingan publik.
“Di Amerika, para sarjana dan peneliti menolak urban renewal karena dianggap lebih sering menggusur kelompok minoritas rentan daripada memberdayakannya,” demikian dituliskan Arman Dhani dalam artikel berjudul “Usaha Menguji Uraian Anies-Sandi dalam Debat Pilkada DKI”.
Anies mengakui untuk kasus tertentu relokasi memang tidak terhindarkan. Wilayah tepi sungai yang kerap mengalami banjir karena penyempitan mesti dinormalisasi dengan cara relokasi.
“Jadi saya tidak pernah berjanji hanya akan menata, tetapi yang penting adalah semua orientasinya menata dengan dialog dan semangatnya mencari solusi yang membahagiakan semuanya,” kata Anies.