tirto.id - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menjelaskan bahwa status dari pejabat yang menggantikan Gubernur Petahana yang cuti akibat mengikuti Pilkada adalah “pelaksana tugas” (Plt) Kepala Daerah dan bukan “penjabat”.
Ia menegaskan, perbedaan status tersebut tentu saja mengandung konsekuensi hukum yang berbeda. Penetapan status tersebut, imbuhnya, sesuai dengan amanat Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 74 Tahun 2016.
Mendagri memaparkan, terdapat dua model pengisi kekosongan jabatan kepala daerah. Model pertama, bila ada kekosongan jabatan karena kepala daerah telah memasuki akhir masa jabatan, maka diangkatlah “penjabat” oleh Presiden yang dilantik Mendagri.
“Penjabat memakai istilah diangkat,” jelas Tjahjo, di Jakarta, Senin (24/10) pagi.
Sementara untuk model kedua, bila kepala daerah cuti di luar tanggungan negara, misalnya maju sebagai petahana dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) atau berhalangan sementara seperti terlibat dugaan kasus hukum, maka ditugaskanlah seorang “pelaksana tugas”, dengan kata lain Plt.
“Mendagri menugaskan seorang Plt dengan menunjuk wakilnya. Namun bila wakilnya tersebut juga ikut mencalonkan diri, maka Mendagri menunjuk eselon I Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atau Eselon I lainnya di luar Kemendagri sebagai pelaksana tugas gubernur,” kata Tjahjo.
Tjahjo mengakui terdapat perbedaan istilah untuk penjabat dan pelaksana tugas. Bagi penjabat, dipilih kata “mengangkat”, sedangkan untuk pelaksana tugas menggunakan kata “menugaskan”. Kedua istilah tersebut punya konsekuensi hukum berbeda yang diatur dalam Peraturan Mendagri.
“Prosesi keprotokolannya, gubernur petahana menyerahkan Nota Pengantar Tugas kepada Mendagri, kemudian Mendagri menyerahkan atau menugaskan ke seorang pelaksana tugas,” kata Tjahjo.
Dalam Permendagri No. 74/2016 disebutkan, Pelaksana Tugas Gubernur, Pelaksana Tugas Bupati, dan Pelaksana Tugas Walikota berakhir pada saat: a. Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota selesai menjalani Cuti di Luar Tanggungan Negara; b. Ditunjuknya Pelaksana Harian Gubernur, Pelaksana Harian Bupati dan Pelaksana Harian Walikota; atau c. Dilantiknya Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati dan Penjabat Walikota.
Adapun tugas dan wewenang Pelaksana Tugas Gubernur, Pelaksana Tugas Bupati, dan Pelaksana Tugas Walikota menurut Permendagri No. 74/2016 itu adalah: 1. memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; 2. memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat; 3. memfasilitasi penyelenggaraan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota yang definitif serta menjaga netralitas Pegawai Negeri Sipil; 4. menandatangani Perda tentang APBD dan Perda tentang Organisasi Perangkat Daerah setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri; dan 5. melakukan pengisian dan penggantian pejabat berdasarkan Perda Perangkat Daerah setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
“Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud, Pelaksana Tugas Gubernur, Pelaksana Tugas Bupati, dan Pelaksana Tugas Walikota bertanggung jawab kepada Menteri,” bunyi Pasal 9 ayat (1) Permendagri Nomor 74 Tahun 2016 itu.
Sebelumnya diberitakan, sebanyak tujuh provinsi akan menyelenggarakan Pemilihan Gubernur pada Pilkada Serentak 2016 ini.
Konsekuensi aturan ini adalah, dalam beberapa hari mendatang, para Gubernur/Wakil Gubernur Petahana di daerah yang menggelar Pilkada diharuskan mengambil cuti di luar tanggungan kerja.
Untuk Gubernur Petahana posisinya akan diisi oleh Pelaksana Tugas, sementara untuk Gubernur yang habis masa jabatannya, posisinya akan diisi oleh Penjabat Gubernur.
Penulis: Putu Agung Nara Indra
Editor: Putu Agung Nara Indra