tirto.id - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo akan memberlakukan diskresi dengan memberi tiga pilihan bagi pemerintah Kota Malang agar tetap bisa menjalankan pemerintahan. Hal ini menyusul lumpuhnya DPRD Kota Malang karena 40 anggotanya ditahan KPK.
"Jangan sampai terhambat pemerintahan, terhambat jalannya berbagai keputusan apakah yang menyangkut anggaran atau hal lain yang harus diputuskan oleh seorang kepala daerah," kata Tjahjo Kumolo di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (4/9/2018).
Tiga pilihan yang disediakan Mendagri bagi pemerintah kota Malang adalah, pertama dalam mengambil keputusan politik pembangunan pemerintah Kota Malang dapat melibatkan Gubernur Jawa Timur.
Kedua, pemerintah Kota Malang juga bisa mengeluarkan keputusan setelah mendapat persetujuan Mendagri. Ketiga, Pemerintah Kota Malang juga bisa mengeluarkan Peraturan Walikota setelah mendapat persetujuan Mendagri.
"Yang penting keputusan pengambilan di daerah tidak terpaku dengan tidak terpenuhinya kuorum di daerah," kata Tjahjo
Tjahjo sendiri terpaksa mengeluarkan diskresi ini setelah sehari sebelumnya Senin (3/9/2018) KPK resmi mentersangkakan dan menahan 22 orang anggota DPRD Kota Malang Periode 2014-2019 terkait kasus suap pembahasan RAPBD Perubahan tahun anggaran 2015.
Sebanyak 20 orang tersebut diduga telah menerima fee masing-masing sebesar Rp12,5 juta-Rp50 juta terkait pembahasan APBD-Perubahan 2015 dari Walikota Malang periode 2013-2018 Mochammad Anton.
Penetapan tersangka kali ini merupakan pengembangan dari kasus sebelumnya di mana KPK telah menetapkan Walikota Malang Mochammad Anton, Ketua DPRD Malang M. Arief Wicaksono, Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Pengawasan Pembangunan Pemkot Malang Jarot Edy Sulistyo serta 18 anggota DPRD Kota Malang lainnya.
Praktis saat ini DPRD Kota Malang hanya menyisakan 5 anggota aktif. Akibatnya, pemerintah Kota Malang bisa dikatakan lumpuh karena untuk membuat keputusan diperlukan persetujuan dari DPRD.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Yantina Debora