tirto.id - Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita menanggapi tentang isu pembatalan Permendag Nomor 47 Tahun 2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen. Menurut dia, Permendag tersebut memang belum sampai pada tahap menjadi undang-undang, melainkan baru sebatas wacana.
“Begitu ada reaksi, maka Pak Mentan (Menteri Pertanian Amran Sulaiman) bersama saya, kami telpon-telponan. Belum diundangkan, ya enggak usah diundangkan. Simple saja. 'Pak, dicabut ya?' Belum diundangkan, bagaimana dibatalkan?” ujar Enggartiasto di Jakarta, Senin (31/7/2017) sore.
Kendati demikian, Enggartiasto tidak mengelak apabila Permendag tersebut memang telah disiapkan pemerintah untuk selanjutnya disosialisasikan. “Itu pada waktu saya persiapan menuju ke Afrika. Kalau ternyata oke, kita jelaskan bersama dengan Pak Mentan. Itu penyusunan bersama dengan Pak Mentan, dan tidak berjalan sendiri-sendiri. Ini kesepakatan,” kata Enggartiasto.
Saat disinggung alasan penetapan harga eceran tertinggi (HET) untuk beras yang sebesar Rp9.000,00 per kilogram, Enggartiasto enggan menjelaskan.
“Itu sudah selesai, masa lalu. Mari kita melihat ke depan. Kalau kita lihat masa lalu, apa yang terjadi pada pemerintah lalu, berapa subsidi pupuk yang tidak sampai, dan segala macam, negara ini mau ke mana?” jawab Enggartiasto.
Masih dalam kesempatan yang sama, Enggartiasto juga sempat menjelaskan perihal harga acuan gabah kering panen pembelian di petani yang sebesar Rp3.700 per kilogram.
“Itu adalah harga patokan. Kalau lebih rendah dari harga itu, maka Bulog wajib membeli. Jadi ini upaya menjaga para petani. Karena pernah terjadi harga (gabah) Rp 2.000,00,” ungkap Enggartiasto.
Baca: Blunder Pemerintah Soal Harga Eceran Tertinggi Beras
Lebih lanjut, Enggartiasto menilai upaya tersebut merupakan bentuk intervensi yang dapat dilakukan pemerintah guna menolong petani. “Supaya petani bisa tetap menanam, (kami) beli. Jadi ada jaminan bagi petani bahwa yang dipanen itu dibeli, walaupun kadar airnya lebih tinggi. Bulog membeli, makanya diambil harga itu,” tambah Enggartiasto.
Adapun sebagai tindak lanjut dari pertemuannya dengan pengusaha beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur, pada Sabtu (30/7) lalu, Enggartiasto mengatakan pemerintah saat ini tengah berunding dengan sejumlah pihak. Di antaranya adalah Perpadi (Persatuan Penggilingan Padi dan Beras Indonesia), Dewan Beras Nasional, dan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha).
“Akhirnya para stakeholders dilibatkan untuk menyusun. Tadi pagi sudah dimulai, dan terus masih jalan. Apa saja yang kita mau susun? Semuanya. Kita dengarkan dulu, untuk akhirnya kita menetapkan. Saya sampaikan, kewenangan menyusun ada pada pemerintah,” jelas Enggartiasto.
Sementara itu, saat disinggung kembali apakah akan ada penentuan HET maupun pembagian antara beras medium dan premium, Mendag mengatakan keputusan akan disampaikan sesudah proses perundingan selesai dilakukan.
Sebagaimana diketahui, kisruh HET beras ini sudah menjadi kegelisahan para pedagang beras dan peritel. Seperti diungkapkan langsung oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey, di sejumlah daerah sudah ada beberapa kasus razia terhadap peritel
“Di tingkat daerah pelaksana tugas, kelas Satpol PP sudah melakukan razia. Kami mau sampaikan, ini sangat mengganggu di perdagangan,” ungkap Roy dalam acara Focus Group Discussion (FGD) tertutup yang digelar KPPU pada Selasa (25/7) lalu di Jakarta.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Alexander Haryanto