Menuju konten utama

Menanti "Obat Mujarab" Atasi Masalah Tarif Tiket Pesawat

Berdasarkan data BPS, industri perhotelan harus menanggung penurunan okupansi sejak harga tiket merangkak naik.

Menanti
Dirut Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin, Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Konsultan Kementerian BUMN Gatot Trihargo, Sekretaris Kemenko bidang Perekonomian Susiwijono, Sesditjen Perhubungan Udara Kemenhub Nur Isnin Istiartono, Dirut Angkasa Pura I Faik Fahmi menyampaikan hasil rapat dengan Menko Perekonomian dan Menteri Perhubungan di Jakarta, Senin (1/7/2019). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari.

tirto.id - Jika diibaratkan demam, mahalnya harga tiket pesawat tampaknya tak cukup diberi obat parasetamol. Soalnya, penyakit yang mendera jasa transportasi udara itu sudah demikian parah dan berdampak pada sektor pariwisata.

Industri perhotelan, misalnya, harus menanggung penurunan okupansi sejak harga tiket merangkak naik. Berdasarkan data Badan Pusat Statisitik (BPS), Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang pada Mei lalu hanya tercatat sebesar 43,53 persen atau mencapai titik terendahnya dalam dua tahun terakhir.

Persentase hunian hotel itu turun 10,37 poin dibandingkan posisi April 2019 yang berada di angka 53,90 persen. Sementara dibandingkan periode yang sama tahun lalu, penurunannya mencapai 10,33 poin dan tercatat di hampir seluruh provinsi.

Penurunan tertinggi terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barat (20,72 poin), diikuti Provinsi Sulawesi Tenggara (18,09 poin) serta Provinsi Bali (15,99 poin).

"Ketika jumlah angkutan udara Mei menurun, tingkat penghunian kamar turun drastis. April 2019 TPK hotel diklasifikasi bintang masih berada di angka 53,9 persen," kata Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers di kantornya, kemarin (1/7/2019).

Turunnya okupansi hotel berbanding lurus dengan jumlah penumpang pesawat domestik yang merosot sebesar 7,10 persen menjadi 5,5 juta penumpang pada April 2019. Sementara jika dibandingkan periode sama tahun sebelumnya, penurunan terlihat makin curam hingga 27,74 persen.

Secara kumulatif atau sepanjang Januari hingga Mei 2019, jumlah penurunan penumpang angkutan udara mencapai 21,33 persen. "Tentunya ini perlu jadi perhatian. Di satu sisi karena adanya Ramadan, di satu sisi juga karena harga tiket masih tinggi," jelas Suharyanto.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta, Krisnandi mengatakan tarif tiket pesawat memang jadi biang kerok yang menyebabkan okupansi hotel makin sepi di tengah musim Ramadan. Hal itu diperparah dengan kondisi Ibu Kota yang diwarnai kericuhan usai pengumuman hasil Pilpres 2019 oleh KPU.

Atas dasar itu, Krisnandi berharap rencana pemerintah untuk menurunkan tiket tak cuma gimik. "Kami menunggu saja lah, apakah pemerintah akan benar-benar mengembalikan harga tiket jadi normal kayak dulu," kata dia saat dihubungi Tirto, Senin (2/7/2019).

Kembali Umbar Janji

Meski ada penurunan tarif tiket sebesar 11-12 persen di 32 dari 82 kota yang disurvei BPS, hal itu belum begitu terasa imbasnya. Padahal, pemerintah pada 13 Mei 2019 silam sesumbar bahwa tarif batas atas (TBA) penerbangan niaga berjadwal akan diturunkan sebesar 12-16 persen.

Hingga detik ini, perubahan Peraturan Menteri yang dijanjikan rampung pada 15 Mei itu tak pernah terealisasi dan tak pernah lagi disinggung. Kendati demikian, pemerintah kembali sesumbar bakal menurunkan tarif tiket penerbangan Low Cost Carrier (LCC) pada Kamis (4/7/2019) mendatang.

Sekertaris Kementerian Koordinator Perekonomian, Susiwijono Moegiarso mengatakan pemerintah saat ini masih merinci penghitungan insentif yang akan diberikan kepada maskapai agar penurunan tiket sebesar 50 persen bisa direalisasikan.

Di samping itu, kata Susiwijono, rute mana saja yang akan diturunkan tarifnya juga masih dibahas.

Namun, Susiwijono memastikan maskapai dan perusahaan dalam industri penerbangan domestik telah berkomitmen untuk menurunkan tiket LCC setiap Selasa, Kamis, dan Sabtu serta pada penerbangan pada jam 10.00-14.00.

"Kami juga akan berikan alokasi seat tertentu, jadi sekian persen (kursinya yang didiskon) akan kami hitung kembali," ujar Susiwijono dalam konferensi pers di Kemenko Perekonomian, Senin (1/7/2019).

Direktur Utama Angkasa Pura II, Muhammad Awaluddin menambahkan, pengelola bandara juga sudah bersepakat untuk mendukung rencana penurunan tarif tiket pemerintah dengan mengubah skema pemberian insentif.

"Kalau sebelumnya insentif diberikan dalam skema marketing hari Natal, tahun baru, tujuh belasan, sekarang diubah jadi pada hari dan jam-jam yang sudah disepakati tadi," ujar Awaluddin dalam kesempatan yang sama.

Awaluddin mengungkapkan, pemberian insentif yang diberikan pengelola bandara kepada maskapai antara lain adalah pengurangan tarif parking fee dan landing fee.

"Yang sudah fixed dua itu tadi. Tapi berapa persen penurunannya nanti kita hitung lagi berdasarkan kuota kursi maskapai yang diturunkan itu," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait TARIF TIKET PESAWAT atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Gilang Ramadhan