tirto.id - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yang dipimpin oleh Luhut Binsar Panjaitan melempar wacana agar ekspor benih lobster (benur) cukup dimoratorium alih-alih dilarang permanen. Selama masa penghentian sementara itu nelayan diberikan kesempatan untuk membudidayakan benur.
“Proses pembesaran satu lobster butuh kurang lebih 1-2 tahun. Jadi kami beri kesempatan dua kali periode pembesaran (tidak ekspor benur). Nanti kami lihat apakah dibuka lagi ekspor benur,” ucap Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Maritim dan Investasi Safri Burhanuddin, Rabu (10/3/2021) lalu.
Beberapa pihak menilai rencana tersebut merupakan langkah mundur. Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati mengatakan moratorium hanya mengesankan pemerintah tak serius membenahi tata kelola lobster yang sudah jelas mengandung masalah besar hingga berujung pada kasus korupsi yang menjerat eks Menteri KP Edhy Prabowo.
“Wacananya (moratorium) semacam pemadam kebakaran saja. Hanya untuk meredakan situasi, gimmick,” ucap Susan kepada reporter Tirto, Senin (15/3/2021).
Susan menilai pemerintah perlu memfasilitasi para pembudidaya agar mereka bersedia menunggu panen atau hingga lobster berukuran besar. Misalnya melalui koperasi simpan pinjam. Lewat koperasi mereka dapat dibantu dalam hal biaya hidup selama menunggu panen dan mengembalikan uang dari hasil penjualan lobster.
Susan khawatir bila pemerintah hanya memberi kesempatan budidaya selama dua tahun, maka pembudidaya akan tergoda untuk kembali menjual langsung benihnya selepas moratorium berakhir demi memperoleh uang secara cepat.
Dus, kondisi hari ini berpotensi akan sama parahnya dengan yang terjadi pada era Edhy lalu.
Peneliti ekonomi kelautan dari Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) Suhana mengatakan larangan ekspor benih secara permanen merupakan langkah yang bijak sebab produksi lobster saat ini masih sangat bergantung dari pasokan alam. Menurut data FishStat selama 2010-2017, 99,52% produksi lobster dunia masih diperoleh dari hasil tangkap, sementara budidaya cenderung stagnan, sekitar 0,48%. Bila pasokan benih di alam terganggu, praktis keseluruhan produksi lobster akan ikut terganggu.
Negara produsen pun sudah lama ramai-ramai menerapkan aturan menjaga kelestarian sumber daya lobster di alam. Misalnya Australia, Inggris, Honduras, Nikaragua, dan India.
Ia lantas mempertanyakan mengapa Indonesia tak kunjung mengambil langkah serupa dan masih mempertimbangkan ekspor benur.
Suhana juga mengutip jurnal yang ditulis oleh Au Ton Nu Hai dan Stijn Speelman tahun 2020 lalu yang mengulas importasi benih lobster Vietnam selama ini dilakukan karena negara itu tengah mengalami krisis benih. Krisis itu timbul karena industri budidaya lobster Vietnam tumbuh tak terkendali sehingga beberapa tahun terakhir sempat mengalami penurunan produktivitas dan perlu ditunjang oleh benih impor.
Belajar dari kondisi Vietnam, ia bilang pemerintah seharusnya memahami pentingnya melindungi keberlanjutan benih lobster yang ada di perairan Indonesia. Ia pun mendesak pemerintah tak lagi membuka celah untuk mengekspor benur dan segera merevisi Permen KP No. 12/2020 yang mendasarinya.
“Oleh sebab itu kebijakan ekspor benih lobster perlu segera dihentikan karena hanya akan menguntungkan para pelaku usaha lobster di Vietnam,” ucap Suhana, Senin.
Menanggapi pernyataan Kemenko Marves dan kritik-kritik terhadapnya, Juru Bicara Menteri KP Wahyu Muryadi memastikan kementerian akan melarang ekspor benur untuk seterusnya. Bentuk pelarangan ini tak akan mengikuti model moratorium seperti yang diusulkan Kemenko Marves. Wahyu menegaskan bahwa keputusan akhir tetap berada di tangan KKP.
“Enggak usah tunggu dua tahun. Misalnya akhir Maret 2021 sudah jadi permennya, diundangkan, maka tidak ada lagi ekspor benur. Kami tidak akan [mem]buka celah dengan lihat dulu masa panen dua kali pembudidayaan,” ucap Wahyu kepada reporter Tirto, Senin.
Beleid baru untuk merevisi Permen KP No. 12/2020 dipastikan tak akan memberikan ruang lagi bagi ekspor benur. Semuanya harus beralih ke budidaya dan pembesaran lobster. Dus, ekspor juga hanya diperuntukkan pada lobster yang sudah mencapai bobot konsumsi.
KKP juga berjanji akan membantu pembudidaya selama masa tunggu pembesaran lobster yang cukup lama.
Langkah ini kata Wahyu juga telah didukung Menko Luhut. Dalam pertemuan antara Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono dan Menko Luhut, Sabtu (13/3/2021), di Kulon Progo, Wahyu bercerita, “Pak LBP ngajak bicara Pak Menteri Trenggono. Kata beliau, ‘saya dukung Mas Treng untuk setop ekspor BBL’.”
“Tidak perlu ragu. Sudah tegas sikap kami,” katanya.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Rio Apinino