tirto.id - Angka kelahiran bayi terus meningkat dari tahun ke tahun. Tingginya angka kelahiran bayi ini menjadi tantangan bagi tiap orangtua dalam hal pengadaan pendidikan yang layak untuk anak, lantaran biaya pendidikan setiap tahun pasti akan selalu naik. Inilah pentingnya mempersiapkan dana pendidikan anak sejak dini.
Sebelum membahas dana pendidikan, ada baiknya kita menghitung dana membesarkan anak terlebih dahulu.
Terkait dana membesarkan anak ini, tim riset tirto.id melakukan proyeksi pembiayaan anak dari model yang diadopsi dari Wall Street Journal. Dengan asumsi bahwa pada usia 21 tahun, seorang anak sudah lulus kuliah dan bekerja, dapat menghidupi dirinya sendiri, kami melakukan penghitungan tentang pembiayaan anak.
Perhitungan ini didasarkan kepada kelas menengah di Jakarta dengan pendapatan lebih dari lima juta rupiah sebulan. Angka yang ada juga berdasarkan rata-rata pengeluaran bulanan keluarga kelas menengah di Jakarta saat ini.
Jika Anda memiliki anak pada 2018, berapakah biaya yang harus dikeluarkan hingga anak itu bisa mandiri pada usia 21 tahun?
Tim riset tirto.id memberikan estimasi biaya hidup anak yang lahir tahun 2018, selama 21 tahun adalah sekitar Rp3,17 M.
Angka itu didapat dari asumsi makanan merupakan makanan kebutuhan pokok tiga kali sehari, lantas biaya pendidikan yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan utama, kebutuhan tempat tinggal, transportasi, dan biaya kesehatan.
Penyesuaian harga menggunakan rumus present/future value dengan interest rate: 2010-2015 menggunakan inflasi sementara 2015-2020 menggunakan inflasi forecast 2020: 3,81% (rata-rata 2015-2020).
Yang Harus Dipertimbangkan Saat Mempersiapkan Dana Pendidikan Anak
Untuk anggaran dana pendidikan anak, uang pangkal sekolah di Indonesia rata-rata mengalami kenaikan 2 kali lipat inflasi umum, atau sekitar 10-15 persen pertahun, sedangkan SPP rata-rata naik sama dengan inflasi umum.
Berdasarkan tingginya total biaya hidup tersebut, orangtua perlu menyiasati biaya pendidikan anak, khususnya untuk orang tua yang memiliki lebih dari satu anak dengan jenjang sekolah yang masih panjang.
Tabungan pendidikan untuk anak banyak dibuka oleh sejumlah bank, dalam rangka memberi alternatif untuk orangtua menyiapkan dana masa depan keluarga sejak dini. Sejumlah bank turut menawarkan produk atau program tabungan berjangka yang bisa ditujukan untuk pendidikan anak di masa depan.
Financial Planner Head dari OneShildt Financial Planning Agustina Fitria Aryani mengatakan, kedua orangtua perlu berdiskusi dan sepakat untuk menentukan arah pendidikan setiap anak, misalnya, jalur sekolah formal atau homeschooling, jenis kurikulum yang dipilih, negeri atau swasta, swasta umum atau berdasarkan agama, hingga dalam negeri atau luar negeri.
Setelah melakukan riset terhadap beberapa sekolah yang sesuai dengan arah pendidikan, maka selanjutnya orang tua perlu berhitung dengan kemampuan untuk membayar biayanya, katanya sebagaimana dilansir Antara.
"Katakanlah saat ini usia anak adalah 8 tahun (kelas 2 SD), 6 tahun (TK B), dan 3 tahun (Kelompok Bermain). Orang tua perlu membuat perencanaan dana pendidikan sampai ke jenjang universitas (S1). Artinya, ada kebutuhan uang pangkal, SPP, dan uang tahunan yang harus disiapkan untuk 3 orang anak sekaligus. Maka orang tua harus pandai mengelolanya agar tidak membebani arus kas keluarga," kata Agustina.
Terkait pilihan produk atau instrumen untuk mempersiapkan dana pendidikan, Annisa Steviani senior editor di media parenting dan seorang financial planner menjelaskan, harus disesuaikan dengan tujuan.
“Pemilihan produk bergantung pada jangka waktu yang dibutuhkan sesuai tujuan. Tujuan jangka pendek selama 1-5 tahun disarankan pakai investasi low risk yaitu RDPU, RDPT, deposito, tabungan emas. Sementara untuk jangka panjang di atas 5 tahun disarankan untuk pakai Reksa Dana (RD) Saham atau saham,” jelasnya.
Annisa juga menjelaskan, untuk menabung dana pendidikan bisa dibagi dengan menentukan tujuan sekolah terdekat dan termahal lebih dahulu.
“Terdekat itu TK dan SD. [Dana pendidikan] termahal adalah kuliah. Jadi prioritasnya, setiap bulan nabung untuk TK & SD dulu sambil sedikit-sedikit nabung untuk kuliah. Setelah anak masuk SD, alokasi bulanan yang sebelumnya untuk TK dan SD jadi untuk SMP dan SMA. Plus masih terus nabung untuk kuliah,” jelasnya.
Annisa juga menyarankan untuk mencari sekolah yang SPP nya tidak memberatkan orangtua.
“SPP itu cuma sedikit biaya anak sekolah. Belum ekskul, katering, jemputan, les, kelas ini itu, kado ultah, dan banyak hal yang lain,” tuturnya.
Asuransi Pendidikan untuk Menyiapkan Dana Pendidikan?
Windi Teguh seorang financial planner sekaligus Pemimpin Cabang Pembantu BRI menyebut asuransi pendidikan sebenarnya bukan produk yang tepat untuk menyiapkan dana pendidikan.
“Logikanya, asuransi itu adalah untuk tujuan keuangan yang sifatnya tidak bisa diprediksi kapan dipakainya. Contohnya sakit, kematian, kebakaran. Beda dengan investasi yang punya tujuan keuangan yang sifatnya pasti kapan digunakan, bisa dihitung jumlah kebutuhannya. Nah pendidikan itu bisa dihitung kebutuhannya dan bisa kita tahu kapan mau dipakai, maka produk yang tepat ya produk investasi bukan asuransi” jelasnya.
Annisa Steviani juga sepakat dengan pernyataan tersebut, “jadi daripada uangnya dipakai bayar asuransi pendidikan lebih baik dialokasikan sendiri untuk investasi. Kalau ada yang menawarkan bilang aja pendidikan enggak butuh asuransi mbak, saya investasi di xxx untuk dana pendidikan.”
Annisa menambahkan, asuransi pendidikan itu membagi uang untuk investasi dan asuransi jiwa untuk anak. Menurutnya, orangtua jelas tidak butuh asuransi jiwa untuk anak. Kalau seluruh uangnya diinvestasikan sendiri, seharusnya return yang didapat lebih besar dibanding asuransi pendidikan.
“Konsep asuransi pendidikan juga biasanya agak ajaib karena jiwa yang diasuransikan itu jiwa anak. Jadi kalau anak meninggal, kita dapat uang pertanggungan. Untuk apa sebetulnya kan? Kalau anak meninggal kita tidak butuh dana pendidikan lagi,” ujarnya.
Kemudian, bagaimana dengan orangtua yang terlanjur menggunakan asuransi pendidikan?
Windi Teguh menjelaskan, bagi orangtua yang terlanjur memilih asuransi pendidikan, sebelum memutuskan menutup polis, sebaiknya dihitung terlebih dahulu untuk mengetahui uang yang sudah keluar berapa, kerugian yang bakal didapat kalau ditutup, serta proyeksi kalau memang ingin dilanjutkan ke depannya.
“ Memang harus dihitung. Tapi mudahnya, kalo masih awal-awal ya udah tutup aja. Kalau udah jalan di atas 5 tahun hitung dulu,” pungkasnya.
Editor: Agung DH