Menuju konten utama

Memikat Kelas Superkaya dengan Helikopter dan Jet

Perusahaan-perusahaan carter pesawat jorjoran mencari cara menarik konsumen awam dengan menawarkan paket liburan, acara, dan bisnis agar kepincut menikmati perjalanan super nyaman.

Memikat Kelas Superkaya dengan Helikopter dan Jet
Ilustrasi. Mudik dengan menggunakan jet pribadi. Foto/privatejetco

tirto.id - Arus mudik dan balik selalu mengakibatkan kemacetan. Tak peduli kapasitas jalan baru dibangun saban tahun, seiring itu pula jumlah kendaraan pribadi, baik mobil maupun motor, terus bertambah. Jalur darat, baik lintas selatan, tengah, maupun utara, Pulau Jawa mendadak dipenuhi pemudik. Jalan tol bahkan dalam situasi buntu berubah jadi tempat parkir sepanjang 20-an kilometer.

Alih-alih ingin cepat berkumpul bareng keluarga besar, pemudik harus menghabiskan belasan jam. Misalnya, perjalanan Jakarta-Bandung yang normalnya 2,5 jam, di saat mudik bisa menelan 8 jam.

Kondisi macam ini jadi lahan bisnis baru bagi perusahaan carter pesawat pribadi. Dalam dua tahun belakangan, sebagian orang kaya di Jakarta memilih helikopter maupun jet guna tiba lebih cepat sampai kota halaman. Mereka tak perlu pusing dengan kemacetan. Mereka bahkan bisa merasakan sensasi yang nyaman di dalam kabin pesawat. Mereka seringkali memamerkannya di media sosial.

Tak cuma untuk mudik, peluang itu bisa untuk melayani kaum superkaya dalam urusan bisnis, liburan, dan perkara darurat seperti mengantar orang sakit.

CEO Whitesky Aviation Denon Prawiraatmadja mengatakan bahwa perkembangan bisnis pesawat carter di Indonesia mulai merambah pasar yang lebih luas untuk kalangan masyarakat ibukota.

Awal 1987 bisnis sewa helikopter dan jet pribadi hanya untuk kalangan korporasi terutama di wilayah timur Indonesia seperti Kalimantan dan Papua. Namun, jatuhnya harga minyak dunia, gas, dan batubara beberapa tahun belakangan mendorong bisnis ini merambah transportasi kota dan medis.

Logikanya, dengan meluasnya tipe konsumen dan terlebih bertambahnya segelintir miliuner, otomatis potensi bisnis ini semakin besar. Apalagi kemacetan Jakarta tidak akan selesai dalam waktu dekat.

“Yang kita lakukan sebelumnya adalah kontrak bisnis (pesawat baling-baling dan helikopter) dengan korporasi, tapi sekarang kita masuk dengan market baru, yakni individual market,” ujar Denon, medio Juni lalu.

Guna mendukung bisnis ini, PT Whitesky Aviation menggelontorkan 36 juta dolar AS (setara Rp471 miliar) untuk membeli 30 unit helikopter Bell 505 Jet Ranger X. Helikopter berkapasitas empat penumpang itu nantinya akan digunakan sebagai armada apa yang mereka sebut “Heli City” dan ambulans udara. Sebagai permulaan, mereka memasang promosi “tarif spesial” sejak 14 Juni sampai 9 Juli nanti.

Bisnis Jet dan Helikopter

Sedikitnya ada 36 perusahaan carter pesawat pribadi, jet maupun helikopter, yang menjajal peruntungan dengan menyasar kalangan superkaya. Whitesky Aviation, misalnya, sudah dua tahun belakangan menawarkan paket mudik dengan rute Jakarta-Bandung. Denon mengklaim bahwa antusiasme konsumen “cukup ramai” dengan tarif carter yang terjangkau.

Pada 2016, perusahaan ini melakukan 30 penerbangan selama 10 hari. Tahun ini, mereka menggelar tarif promo sejak 17 Juni hingga 30 Juni. Semuanya sudah dipesan.

Perusahaan ini mematok tarif Rp14 juta sekali penerbangan helikopter berkapasitas enam penumpang, Rp10 juta untuk kapasitas 5 penumpang, dan Rp8 juta untuk kapasitas 4 penumpang, Jenis helikopter yang disediakan oleh Whitesky Aviation adalah tiga unit Bell 429 dan tiga unit Bell 407.

Namun, untuk hari biasa, harganya memakai tarif normal. Untuk tujuan yang sama, yakni Jakarta-Bandung, tarif carter sebesar Rp40 juta sekali penerbangan. Sementara untuk seputaran Jakarta, tarifnya dipatok Rp30 juta. Denon menyebut bahwa harga ini masih “masuk akal.”

Perusahaan carter pesawat lain adalah PT Ceojetset, yang akhir tahun lalu menawarkan paket liburan ke Bali dengan menggunakan jet pribadi, terbang dari Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta. Pesawat yang disediakan adalah Embraer ERJ 135 dengan kapasitas 24 penumpang.

Tarifnya dibuat spesial. Menurut Direktur PT Ceojetset Sony Faisal, jika pesawat biasa untuk kelas bisnis menawarkan Rp7-9 juta, pihaknya menawarkan Rp20 juta untuk pulang-pergi. Tetapi ada syarat tambahan: konsumen harus membayar fasilitas liburan lain termasuk biaya Rp25 juta untuk menginap di hotel selama 2 hari satu malam dan menonton konser Glenn Fredly, serta Rp10 juta untuk layanan menaiki Alpard Bombardir, Maseratti, dan Ferrari. Totalnya adalah Rp55 juta.

“Jadi harga ratusan juta biaya jet pribadi tersebut hilang dengan biaya per penumpang. Kita menjual per penumpang dengan paket acara tertentu, sebab jika jual per penumpang aja tidak dibolehkan,” kata Sony.

Perusahaan ini juga pernah bikin promo acara nonton final Suzuki ASEAN Football Federation (AFF) antara Timnas Indonesia dan Thailand di Bangkok, Desember 2016. Pesawat yang disediakan adalah Fokker 100 dengan kapasitas 40 penumpang. Layanan ini tentu saja menyasar orang berduit yang mau merogoh kantong 2.500 dolar AS. Begitu pula saat mereka menawarkan paket menonton konser Coldplay, Formula 1 di Singapura, dan Moto GP di Malaysia.

Tarif carter jet maupun helikopter bervariasi, tergantung jarak tempuh dan fitur pesawat. Untuk Hawker 400XP, misalnya, harga yang dipatok sebesar 4.000 dolar AS per jam dengan kapasitas 6 penumpang. Embraer Legacy 600 dipatok 9.500 dolar AS per jam dengan kapasitas 13 penumpang. Yang termahal, Gulfstream IVSP, dipatok 10.500 dolar AS per penumpang dengan kapasitas 13 penumpang.

Sama halnya PT Whitesky Aviation, PT Ceojetset pun menawarkan carter helikopter. Misalnya, Anda mesti menyiapkan 3.750 dolar AS per jam untuk menjajal Bell 407 dengan kapasitas 4 penumpang, 4.000 dolar AS per jam untuk Eurocopter EC135 (5 penumpang), dan 4.500 dolar AS per jam untuk jenis Bell 429 (4 penumpang).

Tentu saja hanya orang berkantong tebal yang mau mengeluarkan uang sebesar itu hanya untuk tiket pesawat. Umumnya mereka adalah selebritas, pengusaha, politisi, dan pihak pemerintah serta korporasi. Namun, kata Sony, harga tersebut “tidak menjadi persoalan” bagi kalangan kelas tertentu.

Lantaran persepsi orang bahwa naik pesawat pribadi itu mahal, perusahaan-perusahaan carter ini jorjoran mencari cara menarik konsumen awam dengan menawarkan paket liburan, acara, dan bisnis.

Infografik HL Mudik Orang Kaya

Meraup Laba Belasan Miliar

Menurut Sony Faisal, rata-rata konsumen menggunakan carter jet pribadi dari Ceojetset bisa delapan penerbangan dalam satu bulan. Asumsinya, dalam setahun, ada 96 kali penerbangan. Perusahaan bisa meraup belasan miliar dalam setahun.

“Pendapatan setahun Rp11 miliar, bersihnya Rp3-4 miliar. Lumayan, kan, cukup untuk jajanan,” kata Sony, tertawa lepas.

Namun, jika tidak ada pesanan, ia berkata “pusing” karena harus memikirkan biaya parkir pesawat, perawatan dan sabagainya, yang mencapai Rp150 juta per bulan.

Denon Prawiraatmadja dari Whitesky Aviation enggan menyebutkan pendapatan perusahaannya. Menurut Denon, dalam sebulan, pesawat carter jenis Cessna bisa disewa 40-60 jam. Sedangkan helikopter sekitar 30 jam per bulan pada 2014. Setelah 2014, carter helikopter menurun menjadi 4-5 penerbangan dalam sebulan. Tapi, pada 2017, ada peningkatan setelah mereka merilis produk Heli City, bisa 20 kali penerbangan dalam sebulan.

“Justru sekarang lebih banyak di luar Lebaran yang menggunakan helikopter,” kata Denon.

Betapapun ada pangsa pasarnya bagi bisnis super mewah ini, di sisi lain, infrastruktur penunjang belum memadai bagi industri penerbangan tidak berjadwal.

“Masih ada beberapa regulasi yang harus bersama-sama dengan Kementerian Perhubungan diperbaharui supaya bisnis city transport ini bisa maju, tapi tetap mengedepankan keselamatan dan pelayanan publik,” ujar Denon.

Ia menambahkan, jika satu helikopter hanya boleh dipakai dari jam 6 pagi sampai jam 6 sore, biaya per jamnya jauh lebih mahal. Namun, jika pemerintah mengizinkan selama 24 jam, biaya operasional jauh lebih murah.

“Itu salah satu contoh … peran pemerintah dalam hal untuk mendorong industri dan potensi bisnis ini sangat penting,” kata Denon.

Baca juga artikel terkait MUDIK atau tulisan lainnya dari Reja Hidayat

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Reja Hidayat
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Fahri Salam