Menuju konten utama

Membandingkan Resep Efisiensi Anggaran ala Indonesia & Vietnam

Vietnam mengefisienkan anggarannya dengan mengurangi jumlah K/L, dari semula 30 menjadi 22.

Membandingkan Resep Efisiensi Anggaran ala Indonesia & Vietnam
Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto melakukan pertemuan dengan Presiden Vietnam H.E. Tô Lâm, di Vietnam, pada Jumat (13/9). foto/Kemhan

tirto.id - Presiden Prabowo Subianto melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD TA 2025 melakukan efisiensi belanja di sebagian besar kementerian/lembaga (K/L). Total anggaran belanja yang dipangkas mencapai Rp306,69 triliun.

Jika dirinci, efisiensi tersebut terdiri dari Rp256,1 triliun dari belanja K/L dan Rp50,59 triliun dari transfer ke daerah (TKD).

Pemangkasan anggaran tersebut menyasar belanja operasional dan nonoperasional K/L, termasuk belanja perkantoran, pemeliharaan, perjalanan dinas, bantuan pemerintah, pembangunan infrastruktur, hingga pengadaan peralatan dan mesin.

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, mengatakan bahwa efisiensi anggaran dilakukan agar realisasi belanja negara bersih dan hanya difokuskan untuk kebutuhan masyarakat.

“Presiden Prabowo sudah berulang kali mengatakan bahwa ia ingin spending APBN lebih efisien, baik, bersih, dan fokus. Terutama, dalam menjaga kebutuhan masyarakat,” ungkap Sri Mulyani dalam acara Mandiri Investment Forum 2025 di Fairmont Hotel, Jakarta, Selasa (11/2/2025).

Menkeu menyebut bahwa pemangkasan anggaran dilakukan dengan lebih dulu menilik besaranalokasi anggaran yang didapatkan oleh masing-masing K/L dan pola pembelanjaannya.

Kami mengimplementasikan efisiensi, dalam hal ini [untuk] efektivitas anggaran di lintas kementerian dan lembaga. Kami melihat secara lebih detail mengapa dan bagaimana [penggunaan anggaran], serta berapa banyak yang mereka habiskan, dan berapa anggaran yang mereka minta untuk program, termasuk kegiatan menteri,” kata Ani, sapaan Sri Mulyani.

Pemerintah memang sedang cukup ketat dalam mengencangkan ikat pinggang. Meski begitu, Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Mari Elka Pangestu, mengungkapkan bahwa kebijakan efisiensi tak hanya dilakukan oleh Indonesia saja, melainkan juga negara-negara lain di dunia.

Mari memberi contoh bahwa Vietnam, Cina, hingga Amerika Serikat juga pernah melakukan efisiensi anggaran.

Meski implementasinya berbeda di tiap negara, kebijakan efisiensi umumnyapunya tujuan yang sama: menjaga kondisi fiskal dalam negeri di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Karenanya, Mari meminta seluruh pegawai K/L maupun pemda—serta masyarakat—untuk tidak menilai efisiensi semata sebagai pengurangan anggaran. Efisiensi juga berarti merelokasi alokasi anggaran sehingga pemerintah punya ruang fiskal yang cukup untuk bergerak dan belanja negara bisa berdampak langsung pada masyarakat.

Jadi, bagaimana peran dari stimulus menjaga masyarakat di lapisan bawah atau yang rentan. Ini semua harus menjadi bagian. Jadi, jangan hanya melihat efisiensinya, tapi juga belanja-belanja yang lebih efektif,” ujar Mari dalam acara Mandiri Investment Forum 2025, Selasa (11/2/2025).

Pada Rabu (12/1/2025), Menkeu dan DPR RI membahas perubahan pagu alokasi anggaran K/L untuk Tahun Anggaran 2025. Rapat ini merupakan tindak lanjut dari Surat Edaran Nomor B/1972/PW.11.01/2/2025 yang ditandatangani Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, dan mulai beredar pada Senin (10/2/2025).

Surat Edaran tersebutmenjelaskan bahwa pemerintah saat ini tengah melakukan rekonstruksi anggaran. Agar tak berulang kali mengadakan rapat, pembahasan efisiensi anggaran oleh DPR dan mitra-mitra pemerintah ditunda untuk sementara waktu.

"Artinya, menunggu kesiapan pihak pemerintah sebagai mitra komisi agar tidak berulang kali rapat terkait anggaran. Lebih baik menunggu rekonstruksi anggaran dari pemerintah selesai dalam waktu dekat," kata Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI, Jazilul Fawaid, saat dihubungi Tirto, Senin (10/2/2025).

Beda Efisiensi Indonesia dan Vietnam

Efisiensi anggaran dinilai akan menjadi baik jika dilakukan dengan tepat dan digunakan untuk tujuan tepat pula, seperti halnya untuk mempertebal perlindungan sosial, pembangunan infrastruktur, serta peningkatan pelayanan publik.

Namun, jika efisiensi anggaran dilakukan terhadap pos-pos belanja produktif dan hanya digunakan untuk menambah anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG), kebijakan ini berpotensi menjadi bencana fiskal baru.

Bayangkan, demi [memberi] makan anak-anak sekolah, tetapi gedung sekolahnya tidak layak, jalan ke sekolah berlubang, jembatan tidak layak, dan biaya sekolah mahal karena penerima manfaat PIP [Program Indonesia Pintar] berkurang. Terlebih, orang tuanya yang biasanya mendapatkan bansos, BLT, PKH karena keterbatasan anggaran pemerintah,” kata peneliti dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Bakhrul Fikri, kepada Tirto, Rabu (12/2/2025).

Seturut perhitungan Celios, jika program MBG memang membutuhkan anggaran lebih, pemerintah sebenarnya hanya perlu melakukan efisiensi anggaran sebesar Rp46,93 triliun. Pasalnya, hanya senilai itulah yang dibutuhkan untuk menjalankan MBG dengan skema lebih tepat sasaran.

Skema tepat sasaran yang dimaksud Celios adalah dengan memprioritaskan anak dengan malnutrisi, mukim di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), juga keluarga berpendapatan kurang dari Rp2 juta.

Atau jika pemerintah mau lebih wise, bisa mengurangi nomenklatur K/L seperti yang dilakukan Vietnam. Jadi, belanja pegawai bisa lebih hemat lagi,” sambung Bakhrul.

Perlu diketahui, berdasarkan Buku II Nota Keuangan APBN 2025 yang dirilis Kementerian Keuangan, alokasi belanja pegawai pada 2025 ditetapkan sebesar Rp521,4 triliun—naik dari 2024 yang senilai Rp460,8 triliun. Sebaliknya, belanja modal turun dari Rp338,9 triliun pada outlook 2024 menjadi Rp234,1 triliun di tahun 2025.

Lebih lanjut, Bakhrul membeberkanbahwa efisiensi yang dilakukan Pemerintah Indonesia berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan Vietnam.

Pemerintah Indonesia, kata Bakhrul,melakukan efisiensi dengan merekonstruksi anggaran belanja K/L dan juga pemda. Sementara itu, Vietnam pada pertengahan 2024 melakukan efisiensi anggarandengan mengurangi jumlah K/L, dari yang sebelumnya berjumlah 30 menjadi 22.

Menurut Sekretaris Jenderal Komite Pusat Partai Komunis Vietnam, To Lam, pengurangan nomenklatur K/L dilakukan dengan pertimbangan bahwa negaranya tidak boleh jadi tempat berlindung bagi para pejabat lemah.

Sebaliknya, Presiden Prabowo Subiantomembentuk dan merombak beberapa K/L baruhingga Kabinet Merah Putihberisi total 112 orang pejabat. Rinciannya ada 48 menteri, 56 wakil menteri, 5 kepala lembaga setingkat menteri, panglima TNI, Kapolri, dan sekretaris kabinet.

Selain itu, sebelum Pemerintah Indonesia memberlakukan pemangkasan anggaran belanja K/L, Vietnam telah terlebih dulu melakukan efisiensi dengan memangkas anggaran belanja hingga đ113 triliun atau sekitar Rp72 triliun.

Menurut Bakhrul, tak ada salahnya jika Prabowo mengurangi jumlah K/L di Kabinet Merah Putih. Apalagi, Presiden Prabowopunya kewenangan untuk menambah atau mengurangi jumlah K/L dengan Peraturan Presiden (Perpres).

Jadi, sebelum terlanjur dinormalisasi nomenklatur kementerian kita yang gemuk ini, lebih baik dilakukan penyesuaian dari sekarang. Agar tidak banyak anggaran yang terbuang untuk belanja operasional yang tidak produktif,” ujar dia.

Selain itu, pemangkasan jumlah K/L juga berpotensi menambah efisiensi anggaran hingga Rp95,1 triliun.

“Di sisi lain, pemangkasan anggaran ini tidak fair juga karena ada K/L yang harusnya ikut dipangkas karena programnya tidak memiliki multiplier effect untuk perekonomian,” tambah Bakhrul.

Sementara itu, peneliti Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra), Gulfino Guevarrato, menilai bahwa Pemerintah Indonesia akan sulit mengikuti cara Vietnam itu. Sebab, Pemerintah Vietnam bisa melakukan pengurangan K/L karena didukung kondisi politik yang stabil dengan dominasi Partai Komunis Vietnam.

Yang memang pendekatan-pendekatannya lebih kepada rakyat sentris, kebijakan-kebijakan ekonomi yang lebih pro terhadap investasi, kemudian pro terhadap pertumbuhan ekonomi, yang itu ditopang dengan industri-industri dan sebagainya. Sistemnya juga jelas, penegakan hukumnya juga clear,” ujar Gulfino kepada Tirto, Rabu (12/2/2025).

Untuk konteks Indonesia, penentuan jumlah K/L didorong oleh kepentingan politik balas budi. Menurut Gulfino, dalam pemerintahan Indonesia, bukan birokrasi yang mengatur politik, tapi birokrasilah yang mengikuti kepentingan politik.

Banyak kementerian lembaga yang seharusnya bisa digabungkan. Pendekatannya bukan pendekatan birokrasi, bukan pendekatan berbasis tujuan kinerja dalam pembentukan kementerian-kementerian,” imbuh Fino, sapaan Gulfino.

Terlebih, Prabowo memulai pemerintahannya dengan defisit anggaran jumbo, baik yang berasal dari defisit APBN 2024 maupun dari utang jatuh tempo di 2025. Dari data Kemenkeu, defisit APBN 2024 mencapai Rp507,8 triliun, sedangkan utang yang jatuh tempo pada 2025 mencapai Rp800,33 triliun. Dus, Prabowo harus menanggung beban fiskal hingga Rp1.308,13 triliun.

Dengan berbagai program populisnya, yang dapat dilakukan Kabinet Merah Putih saat ini memang hanya efisiensi anggaran. Namun, bukan efisiensi seperti sekarang yang seakan dilakukan secara serampangan dengan memotong pos-pos belanja produktif.

Kami sangat sepakat dengan efisiensi anggaran. Tapi, memang harus diperhatikan, dari 16 item efisiensi anggaran tadi itu, ada item-item yang juga nilainya besar yang memiliki dampak kepada masyarakat secara langsung yang justru itu mengorbankan pelayanan publik,” tegas Fino.

Baca juga artikel terkait PEMANGKASAN ANGGARAN BELANJA atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - News
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Fadrik Aziz Firdausi