tirto.id - Sejak tahun 2016 KBRI Kuala Lumpur telah memperingati warga Indonesia yang berada di Malaysia untuk tidak tergiur dengan penawaran kartu asing dari Malaysia Community Care Foundation (MCCF). Beberapa hari lalu, KBRI Kuala Lumpur kembali mengeluarkan pengumuman serupa.
Peringatan itu terus dilakukan lantaran berdasarkan pengumuman KBRI Kuala Lumpur diketahui bahwa MCCF telah melakukan penandatanganan MoU kerja sama dengan perkumpulan orang Indonesia di Kuala Lumpur bernama PERMAI. Hal ini dianggap sebagai salah satu cara untuk menarik perhatian warga Indonesia agar mau bergabung dan menggunakan kartu tersebut.
"Yang kami dapatkan laporan adalah dengan adanya MoU. Nampaknya MCCF ingin menggunakan PERMAI entah namanya membujuk atau mengajak untuk memanfaatkan kartu ini. KBRI di sini mengingatkan hati-hati jangan terbujuk. Kalau tidak mengingatkan kami salah," kata Wakil Dubes KBRI Kuala Lumpur, Andreano Erwin.
Baca juga: Nasib TKI yang Tak Kunjung Terlindungi
Bukan tanpa alasan, menurut penuturan Erwin, warga Indonesia yang sudah memiliki kartu tersebut pada dasarnya tak kebal hukum sebab menurut MCCF warga asing ilegal tak akan ditangkap polisi Malaysia jika telah memiliki kartu tersebut.
"Kartu tersebut bukan kartu yang diakui pemerintah Malaysia. Pemilik kartu itu tidak diberikan satu keuntungan kecuali yang dijanjikan perkumpulan itu. Kalaupun pemegang kartu itu melakukan kesalahan di Malaysia akan tetap dihukum sesuai aturan pemerintah setempat," kata Erwin.
Mengenal MCCF dan Kartu Warga Asing
Dalam situs webMccf.org.my, diketahui bahwa MCCF didirikan oleh Encik Halim Bin Ishak. MCCF merupakan sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di beberapa bidang baik itu pendidik, kesehatan hingga kesejahteraan yang kini juga fokus pada isu warga asing.
Saat ini pemerintah Malaysia sedang bekerja keras untuk mencari jalan keluar atas tingginya jumlah pekerja asing ilegal di negara tersebut. Menurut Halim, MCCF akan bekerja untuk membantu pemerintah melakukan sensus guna mendata warga asing legal dan ilegal.
"Melalui program bank data ini, semua orang asing di negara ini dapat dipantau dan diawasi dengan cara yang lebih terorganisir serta memastikan bahwa mereka tidak mengambil hak kita sebagai warga negara. Data ini juga akan membantu pihak berwenang saat berhubungan dengan orang asing," kata Halim dalam sebuah konferensi pers.
Tak hanya melakukan sensus, MCCF juga menawarkan kartu bagi warga asing. Dalam situs webkadwangasing.com yang memuat sebuah poster MCCF tertulis bahwa warga asing yang memiliki kartu tersebut akan mendapat berbagai manfaat.
Baca juga:Modus Baru Masalah Lama Penyelundupan TKI
Misalnya membantu dalam pemulangan jenazah ke negara asal, program kesehatan, pendidikan bagi anak dari warga asing., santunan RM23.000 jika terjadi kecelakaan dan RM8000 jika meninggal. Kartu tersebut juga berguna ketika warga asing ditangkap polisi karena tak memiliki dokumen resmi, juga untuk warga asing tanpa dokumen yang ingin kembali ke negara asal.
Di sisi kanan kartu diberi barcode dan di sisi bawah kartu terdapat tulisan “This card was issued to immigrants registered under the MCCF Welfare Program” atau kira-kira artinya begini “Kartu ini dikeluarkan untuk para imigran yang terdaftar dalam Program Kesejahteraan MCCF.”
Bagi warga asing yang ingin memiliki kartu itu akan ditarik iuran sebesar RM300 untuk biaya kebajikan dan RM100 untuk biaya pendaftaran. Berdasarkan penuturan Halim, kini sudah 15.000 warga asing dari 34 negara yang mendaftar mulai dari Mei 2016 hingga Desember 2016.
Tingginya minat warga asing yang mendaftar ini menjadi perhatian KBRI Kuala Lumpur sehingga kerap mengeluarkan pengumuman agar warga Indonesia untuk berhati-hati dan tak mudah tergiur dengan berbagai penawaran.
Iman, I-Kad dan E-Kad bagi Pekerja Asing
Pemerintah Indonesia mengajak warga Indonesia untuk berhati-hati dalam penawaran kartu dari berbagai pihak, karena sudah ada departemen khusus yang akan mengurus permasalahan warga Indonesia yang bekerja di Malaysia.
International Marketing and Net Resource merupakan lembaga yang dipilih Kementerian Dalam Negeri Malaysia untuk mengurus permasalahan tenaga kerja Indonesia termasuk dalam mengurus kepulangan jenazah warga Indonesia dari Malaysia.
Selain itu, Iman, begitu lembaga itu disebut, juga akan memberi bantuan kesehatan kepada pekerja asing, membantu jika terjadi masalah dengan majikan atau hukum Malaysia. Perpanjangan paspor, klaim asuransi, penasihat hukum juga akan disediakan oleh Iman kepada warga negara Indonesia. Iman juga akan mengurus penggajian dan penempatan kerja bagi Pekerja Asing Tanpa Izin (PATI).
Baca juga:Saat Ribuan WNI Ingin Menjadi Warga Malaysia
Pekerja asing yang masuk ke Malaysia baik itu secara legal maupun ilegal pada dasarnya memiliki kartu yaitu I-Kad bagi yang legal dan E-Kad atau Enforcement Card bagi yang masuk tanpa izin. I-Kad diluncurkan pada 2014 guna menekan jumlah pekerja asing ilegal. Namun pada kenyataannya hal itu tak dapat berjalan mulus sebab hingga 2016 masih ada 2 juta pekerja ilegal.
Kebijakan lanjutan pemerintah Malaysia pada Februari lalu menerbitkan kartu bagi pekerja ilegal yaitu E-Kad. Kartu ini merupakan bagian dari proses rehiring untuk memberi kesempatan kepada majikan dan pekerja asing untuk mengurus kembali izin kerja secara sah sesuai dengan kebijakan yang berlaku.
Pemerintah Malaysia memberi batasan waktu yaitu 15 Februari 2017 hingga 30 Juni 2017. Pekerja asing yang tertangkap dan tak memiliki kartu ini akan dideportasi ke negara asalnya. Sedangkan bagi pemegang E-Kad wajib untuk memperbarui kartu setiap tahun yang dapat dilakukan melalui Divisai Tenaga Kerja Departemen Imigrasi Malaysia.
Kartu ini bertujuan memastikan para majikan membayar gaji pekerja dan akan membantu pemerintah Malaysia dalam mengidentifikasi jumlah pekerja asing. Warga Indonesia juga didorong untuk mengurus kartu tersebut agar tak perlu takut saat bekerja atau ditangkap polisi Malaysia.
Baca juga:Soeharto-Mahathir: Kemesraan Antara Indonesia-Malaysia
Selain itu, tujuan jangka panjangnya yaitu mulai tahun 2020 sampai 2050, pemerintah Malaysia menargetkan agar pekerja asing hanya sekitar 15 persen seluruh sektor, sedangkan sisanya harus ditempati tenaga kerja lokal termasuk di bidang pekerjaan yang dianggap sulit, kotor dan berbahaya.
Kehadiran program pemutihan bagi pekerja ilegal itu dinilai mustahil menyelesaikan permasalahan tenaga kerja ilegal asal Indonesia yang mencapai 1,3 juta manusia.
"Indonesia akan meminta Malaysia agar Program Rehiring diperpanjang dan razia dihentikan. Ini mengingat besarnya jumlah pekerja migran ilegal di Malaysia termasuk dari Indonesia," kata Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakir.
Sehingga tak heran kehadiran program seperti kartu dari MCCF kemudian dianggap sebagai alternatif oleh para pekerja terutama yang tak memiliki izin agar terhindar dari razia polisi Malaysia. Apalagi dengan berbagai manfaat menggiurkan yang ditawarkan tentu akan sangat menarik di mata para pekerja asing, termasuk yang berasal dari Indonesia.
Penulis: Yantina Debora
Editor: Windu Jusuf