Menuju konten utama

Memaknai Kekayaan Seutuhnya

Dengan ragam tema dan perspektif yang ditawarkannya, kiranya tak berlebihan menilai Wealth Wisdom 2018 sebagai sumber inspirasi untuk memaknai kekayaan di era digital

Memaknai Kekayaan Seutuhnya
Ilustrasi advertorial PermataBank. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - “Some people are so poor, all they have is money,” kata sebuah ungkapan terkenal. Jika memiliki uang saja orang masih bisa dianggap miskin, apa ukuran kekayaan sesungguhnya?

12 November 2017, New York Times menurunkan artikel What Is Wealth? yang merupakan kompilasi wawancara mereka dengan sejumlah orang. Bagi Rachel Talton, pendiri Flourish Conference for Women in Leadership, kekayaan berarti keterlibatan dalam komunitas, kesehatan yang baik, dan kesempatan melayani orang lain. Meski keberhasilan finansial tidak menjamin kebahagiaan, ujarnya, hal itu menyediakan kebebasan untuk melakukan hal-hal yang kita cintai dan menjalani hidup dengan cara yang kita inginkan.

Demikian pula pandangan Daniel Buss, seorang ahli bedah ortopedi di Minneapolis. Berkat penghasilannya yang lebih dari cukup, ia sanggup mengadopsi lima anak dan memenuhi kebutuhan khusus mereka, termasuk serangkaian operasi dan terapi disleksia.

Bila kepemilikan harta kerap membuat malam-malam seseorang penuh kecemasan, bagi Buss sebaliknya. “Kekayaan memberi saya kedamaian pikiran yang harus saya miliki sumbernya—minggu depan, bulan depan, tahun depan,” katanya.

Kisah-kisah kebahagiaan karena berbagi dengan sesama bergaung di mana-mana, dari masa ke masa, tetapi hal itu tentu tidak diraih dengan mudah. Seperti halnya perbuatan baik, kemerdekaan finansial harus diupayakan terus-menerus. Ia bisa dimulai dari literasi keuangan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan masyarakat butuh literasi agar bisa memilih produk dan jasa keuangan yang sesuai kebutuhan, melakukan perencanaan keuangan dengan baik, dan terhindar dari aktivitas investasi pada instrumen keuangan yang tidak jelas. Hasil survei OJK pada 2013 menunjukkan bahwa baru 21,84% orang Indonesia tergolong melek keuangan (well literate). Tiga tahun kemudian, angka itu meningkat jadi 29,7%.

Dengan pemahaman literasi keuangan yang memadai, orang bisa berpikir lebih jauh tentang makna kekayaan: mulai dari kepemilikan waktu luang hingga pemanfaatan dana untuk hal-hal besar yang berimbas kepada orang banyak. Kekayaan lebih besar dari sekadar kepemilikan harta. Dan lewat kegiatan Wealth Wisdom, PermataBank menawarkan kesempatan buat memahami makna kekayaan seutuhnya.

Permata Literasi Keuangan Digital

Belajar dari yang Terbaik

Wealth Wisdom bertujuan mengedukasi dan menginspirasi jutaan keluarga Indonesia agar memahami literasi keuangan lebih baik serta melihat esensi kekayaan dalam perspektif yang berbeda.

Wealth Wisdom 2018 yang akan digelar pada tanggal 5-6 September di The Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, mengusung tema "Mind, Body, Soul, + Tech." Kegiatan ini menawarkan lebih dari 40 kelas dengan 70 pembicara nasional dan internasional yang kompeten di bidang masing-masing, 3 lokakarya, serta 3 grand expo.

Dalam salah satu kelas, Najwa Shihab bakal mengisahkan perjalanannya dari seorang jurnalis menjadi pebisnis media. Dalam kelas lain, Chelsea Islan, brand ambassador PermataBank, bakal membawakan kelas bertajuk “Triumph Millenials Struggle with #CountMeIn Movement” bersama Adipati Dolken.

Ada pula Adam Khoo, entrepreneur sekaligus trader yang pernah masuk daftar 25 orang Singapura terkaya berusia di bawah 40 tahun. Ia akan menguraikan strategi menghadapi ketidakstabilan dalam trading Forex.

Dari dunia akademis, Direktur Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada Tony Prasetiantono—juga menjabat sebagai Kepala Ekonom Bank Negara Indonesia dan Komisaris Independen PT Bank Permata Tbk.—akan membicarakan situasi mutakhir ekonomi Indonesia berikut tantangan-tantangannya.

Dengan ragam tema dan perspektif yang ditawarkannya, kiranya tak berlebihan menilai Wealth Wisdom 2018 sebagai sumber pengetahuan dan inspirasi baru untuk memaknai kekayaan di era digital.

Ratusan tahun lalu, pakar teori evolusi Charles Darwin menyatakan bahwa spesies yang bisa bertahan bukanlah spesies yang paling kuat atau paling pintar, melainkan yang paling bisa menyesuaikan diri. Maka, membicarakan literasi keuangan tanpa mengindahkan teknologi digital, dalam ungkapan yang ekstrem: sama halnya dengan membiarkan diri berjalan menuju kepunahan.

Motivator Jim Rohn berkata: untuk meraih kekayaan, kesehatan, dan spiritualitas, Anda harus belajar, belajar, dan belajar. “Pencarian dan pembelajaran adalah tempat dimana keajaiban dimulai,” katanya. Lima kali digelar sejak 2014, kita bisa menilai bahwa Wealth Wisdom bukan sekadar program atau seminar, namun ruang belajar yang memang menjanjikan kebijaksanaan. Untuk informasi lebih lengkap dan pembelian tiket, sila kunjungi www.wealthwisdom.id.

(JEDA)

Penulis: Tim Media Servis