tirto.id - Presiden Korea Selatan Moon Jae-in meminta mantan Presiden Indonesia kelima, Megawati Soekarno Putri menjadi penengah untuk mewujudkan perdamaian antara negaranya dengan Korea Utara.
Menurut Megawati, dirinya dianggap oleh Presiden baru Korsel itu mampu membantu menjembatani reunifikasi dua Korea. Ide reunifikasi itu adalah hasil deklarasi Gabungan Utara-Selatan 15 Juni pada Agustus 2000 yang menyepakati penyatuan dua Korea di bawah satu pemerintahan dengan cara damai di masa depan.
"Rupanya maksud mengundang saya kembali, untuk kemungkinan kalau bisa ikut membantu diadakannya hubungan Korea Utara dengan Korea Selatan kembali (reunifikasi)," ujar Megawati usai bertemu Presiden Korea Selatan Moon Jae-in, di Seoul, pada Senin (29/5/2017) seperti dikutip Antara.
Ketua Umum PDIP tersebut mengimbuhkan dirinya siap berperan mendorong reunifikasi dua Korea itu dengan mengatasnamakan perwakilan pemerintah Indonesia.
"Tentu saya tidak secara pribadi (membantu reunifikasi 2 Korea), ini sebagai utusan dari Indonesia," ujar Megawati.
Megawati sendiri mengatakan belum mau berbicara spesifik mengenai upaya apa yang akan dilakukannya untuk membantu reunifikasi dua Korea. Namun dirinya menyiratkan bersedia membantu terwujudnya persatuan dua Korea.
Megawati dianggap layak menjembatani proses perdamaian Korsel dan Korut sebab, secara historis, hubungan ayahnya, Presiden RI pertama Soekarno dengan pemimpin Korea Utara pertama Kim Il-sung pernah terjalin sangat baik.
Bung Karno pernah memberikan hadiah anggrek tanda persahabatan Korut dan Indonesia saat Kim Il-sung berkunjung ke Jakarta. Sikap Soekarno yang membuka persahabatan dengan Kim Il-sung itu terkenal dengan sebutan "Diplomasi Anggrek".
Saat itu, Megawati pernah berkenalan dengan putra Kim Il-sung yang ikut ke Jakarta, yakni Kim Jong-il. Kabarnya, putra Kim Jong-il, yang kini memimpin Korea Utara, Kim Jong-un, pun menghormati Megawati.
Ketika Megawati menjabat Presiden RI, Korea Selatan dipimpin oleh Presiden Kim Dae-Jung yang mendambakan persatuan dua Korea. Sejak kepemimpinan Korsel dipegang Kim Dae-Jung lalu beralih ke Roh Moo-hyun, upaya reunifikasi terus dilakukan.
Korsel pun sudah pernah meminta Megawati untuk menjembatani reunifikasi itu sejak dia masih menjabat Presiden RI kelima. Namun, upaya itu terhambat karena kepemimpinan di Korsel kerap mengalami pergantian.
Pada 2015 lalu, saat menerima gelar doktor honoris causa dari Korean Maritime and Ocean University di Busan, Korea Selatan, Megawati sudah pernah menyatakan kesiapannya menjembatani reunifikasi dua Korea.
"Jika tugas memanggil, maka saya siap untuk melayani sebagai jembatan, membuka jalan bagi solusi damai untuk konflik Korea yang telah berjalan cukup lama," kata Megawati dalam pidato akademisnya ketika menerima gelar itu.
Apabila upaya Megawati benar-benar berhasil, reunifikasi itu bisa menjadi hal ajaib. Pasalnya, kini Korea Utara sedang rajin memprovokasi dan menebar ancaman ke negara-negara tetangganya, yang jadi sekutu Amerika Serikat, seperti Korsel, Jepang dan Cina melalui serangkaian uji coba rudal balistik. Hampir tak ada isyarat pemerintahan Kim Jong-un ingin melapangkan jalan untuk perdamaian dengan Korsel.
Kabar terbaru, Korut melakukan uji coba rudal balistik berjangkauan pendek yang mendarat di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) perairan Jepang, menurut militer Korea Selatan, pada Senin (29/5/2017) waktu setempat. Rudal itu diyakini rudal balistik kelas Scud dan terbang sekitar 450 kilometer.
Penembakan rudal balistik ini menuai kecaman keras dari Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. Peluncuran rudal itu segera disikapi oleh Presiden Korea Selatan Moon Jae-in, yang lantas mengadakan pertemuan di Dewan Keamanan Nasional pukul 07.30 waktu setempat, menurut Kepala Staf Gabungan Korea Selatan dalam satu pernyataan.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom